Share

Chapter 9. Pembunuhan Pertama Si Badut (II)

Hanya suara gemuruh yang terdengar saat Lock selesai. Ia tidak bisa melihat Jihun karena pandangannya ditutup oleh tubuh besar antek Jihun yang berdiri mengelilinginya. Lock menunggu perasaan lega itu datang; dia yakin saat anak-anak di sekelilingnya mengetahui kenyataan bahwa Jihun membohongi mereka, mereka akan pergi meninggalkan pemuda menyedihkan itu.

Tapi, tidak ada kelegaan saat Lock membuka kartunya. Ia tersentak mundur saat mengetahui ada sesuatu yang salah.

Tepat saat itu, suara tawa Jihun terdengar di tengah-tengah rintikan hujan yang mulai turun. “Puahahahhahahahahaha!”

Jihun menyeruak diantara badan kedua temannya. Ia terlihat santai sekali dengan senyum menghiasi wajahnya yang tampan. Air hujan membasahi rambut Jihun dan matanya menatap Lock dengan tatapan mencemooh. “Pegangi dia.”

Diluar dugaan Lock, teman-teman Jihun bergerak mengikuti perintah pemuda itu tanpa keraguan sedikitpun. Tangan kanan dan kirinya dipegangi kuat-kuat hingga terasa sakit, dan mereka memaksa Lock jatuh berlutut. Sekilas, Lock dapat melihat ekspresi teman-teman Jihun yang tampak tidak acuh, seolah berita itu tidak membuat mereka terkejut sama sekali.

Jihun merebut sebatang pipa yang dipegang temannya untuk mengangkat kepala Lock. “Apakah kau sudah puas, Badut?” tanyanya mengejek. “Apakah kau sudah selesai?”

Dan ia menghantam kepala Lock dengan pipa tersebut.

“Apakah hanya segitu yang ingin kau katakan? Hanya dengan secuil informasi seperti itu, kau ingin menghancurkanku?”

Ia menghantam kepala Lock lagi dengan keras hingga darah langsung mengalir keluar dari kepala Lock yang basah karena hujan. Rasa sakit itu menampar Lock sedemikian kuat hingga Lock tidak bisa berpikir jernih.

“Menyedihkan.” Jihun tertawa. “Hei, kalian! Apa yang kalian tunggu? Lucuti dan gantung dia.”

Dalam sekejap, baju Lock sudah dilucuti, menyisakan celana pendek yang ia kenakan. Lock masih pusing karena pukulan Jihun hingga ia tidak bisa melakukan apapun sementara Jihun dan teman-temannya terus memukulinya saat ia meringkuk tidak berdaya.

“Persiapan sudah selesai?”

Dua anak lainnya sedang menancapkan pipa besi pada sebuah pasak dan mempersiapkan tali panjang yang Lock tahu akan digunakan untuk apa. Beberapa saat kemudian, tubuhnya yang sudah lemas, ditarik mendekat. Tangan dan badan Lock diikat dan ditarik ke atas pada pipa besi seperti layaknya bendera.

“Wohoo, pemandangan yang menakjubkan!”

“Hei, foto dia!”

Badan Lock sakit – ia tahu beberapa iga nya pasti memar atau bahkan patah karena ia sedang kesulitan bernafas. Air hujan bercampur dengan darah, membasahi tubuhnya yang telanjang. Pandangan Lock mengabur akibat rasa sakit di kepala dan rusuknya.

“Ouch! Teman-teman, lihat ini. Ternyata tubuhnya penuh luka. Bukankah ini sangat menjijikan?”

Seseorang bersiul. “Jadi, ini sebabnya kau selalu menggunakan baju lengan panjang, Badut? Apa Cheryl tahu tubuhmu seperti ini?”

Suara tawa mereka terdengar seperti lolongan serigala di telinga Lock. Lock tahu dia tidak bisa melakukan apapun; tidak sekarang. Tetapi, nanti..

Seseorang menjambak rambut Lock, memaksanya menatap sepasang mata hitam yang terlihat seperti kerasukan. Tatapan itu mengingatkan Lock pada ingatan yang sudah dipendamnya dulu sekali.

Jihun menyeringai. “Apakah kau berpikir kehidupan keluargaku menyedihkan?” tanyanya dengan nada tajam. “Bagaimana denganmu, bocah yang bahkan dijual oleh sanak saudara sendiri? Kau pikir diluar sana ada orang lain yang menginginkanmu!?”

Jihun melayangkan tinjunya pada wajah Lock kuat-kuat hingga darah keluar dan beberapa gigi Lock tanggal. Tinju itu sangat menyakitkan.

“Anak seorang pembunuh. Detektif Cora Easton pasti menyesal telah memungutmu dari rombongan sirkus itu.” bisik Jihun di telinga Lock, menekankan setiap suku patah kata.

Lock merasa dunianya membeku saat mendengar kata demi kata yang Jihun lontarkan. Ia tidak peduli lagi dengan tubuhnya yang dipukuli. Waktu seolah bergerak lebih lambat. Matanya melihat dunia yang seakan berubah warna menjadi hitam dan putih, sementara telinganya berdering nyaring.

‘Bagaimana Jihun bisa tahu?’

Kengerian muncul dari dalam dada Lock. Bulu kuduknya meremang, dan itu bukan karena dinginnya udara atau akibat rasa sakit yang menghujam tubuhnya. Bukan itu. Lock sadar tatapan mata Jihun terlihat seperti siapa.

Dulu sekali, seorang kepala sirkus membelinya dari sanak saudara ‘Haru’. Kepala sirkus bernama Joe itu mengucapkan kata-kata yang mirip dengan yang dikatakan Jihun. Tatapannya pun…

Seketika amarah menggelegak dari dalam diri Lock. Amarah dan kebencian yang dirasakannya kala itu dan saat ini, berputar dan menyatu di udara. Tanpa sadar, Lock menggigit bibirnya kuat-kuat hingga ia bisa mengecap darah. Pukulan itu berhenti sejenak sementara Jihun dan kawan-kawannya sedang tertawa-tawa dan berfoto bersama Lock yang babak belur.

‘Mereka bahkan bukan siapa-siapa. Mereka hanya manusia biasa. Beraninya..’

Kebencian, kesepian, semua hal negatif yang dirasakan Lock akhir-akhir ini akhirnya meledak. Sebuah kotak pandora yang tertutup akhirnya memutuskan untuk terbuka lebar.

Salah seorang dari kawanan itu menoleh dan menyadari bahwa Lock terbebas dari belitan tali dan sedang berdiri diam di bawah tonggak pipa besi.

“Hei, dia…!”

Sebelum pemuda itu menyelesaikan perkataannya, sebuah pipa besi menghantam kepalanya dengan kecepatan tinggi. Pemuda itu terdiam sesaat seakan tidak menyadari apa yang tengah terjadi padanya dalam beberapa detik terakhir. Beberapa saat kemudian, pemuda itu tersungkur di lantai dengan kepala hancur.

Pemandangan itu membuat Jihun dan yang lainnya membisu. Mereka masih memegang kamera sementara otak mereka masih memproses kejadian yang berada di depan mata mereka; seorang pemuda yang tadinya tergantung, pipa besi yang terlepas dari pasaknya, dan darah yang mengalir keluar dari kepala teman mereka yang tengah menatap dunia dengan ekspresi kosong. Mati.

“Uuh… Waaaaa!!!”

Kepanikan terjadi. Seorang pemuda jatuh terduduk dengan ngeri, seorang lagi berusaha kabur, sementara Jihun dan kedua orang temannya yang lain bersiaga untuk menghadapi Lock yang masih memegang pipa besi penuh darah.

“Da, da, dasar monster! Uwaaah!”

Kedua orang yang memilih untuk menghadapi Lock, menyerang secara bersamaan dengan batangan kayu dan gagang sapu. Tubuh mereka melayang di udara.

Namun, sebelum mereka dapat menghajar Lock, sebuah pipa besi menghantam kepala mereka satu per satu dengan gerakan yang lebih cepat.

Duagh! Duagh!

Tidak berhenti sampai disitu, Lock mendorong mereka berdua, yang limbung, dengan mudah ke tepi atap.

“Heh.” Lock menyeringai, menyepak kaki kedua pemuda itu, yang masih berpijak di lantai.

Sepersekian detik kemudian, keduanya terjatuh dari atap. Teriakan kematian mereka membahana di tengah hujan yang semakin lama semakin deras.

‘Bunuh. Aku akan membunuhnya.’

Di depan Lock, seorang pemuda pirang jatuh terduduk dengan tubuh gemetar hebat. Matanya kehilangan sinar jahatnya dan tetesan air mata mengalir deras sebagai gantinya, bercampur dengan air hujan. Pemuda itu terlihat menyedihkan sehingga Lock tertawa keras-keras seperti orang gila.

“Tu, tunggu dulu,” kata Jihun memohon. “Tunggu. Ma, maaf. Maafkan aku. Aku bersalah. To, to, tolong jangan bunuh aku..”

Semudah itukah? Apakah rasa sakit yang mereka perbuat, bisa terbayar dengan perkataan maaf sederhana?

“Ingusmu keluar,”

“Apa?”

“Kau tidak dengar? Kubilang, ingusmu keluar.”

“Ooh, Maafk..”

Jihun segera menyeka ingusnya dan bergumam memohon permintaan maaf saat suara Lock memotongnya.

“Buka bajumu.”

Jihun mengerjapkan mata dengan kebingungan, tidak bereaksi terhadap ucapan tersebut.

“Kubilang, buka bajumu.”

Lock mengangkat pipa besinya dengan gerakan mengancam. Jihun mengangkat tangan, kemudian buru-buru berlutut dan mulai melepaskan bajunya satu persatu, hingga menyisakan celana dalamnya. Jihun gemetar di bawah tatapan Lock. Lock mengamati kulit bersih dan tubuh Jihun yang ternyata tidak terlalu berotot seperti bayangannya.

“Kau bahkan memiliki tubuh yang sama denganku,” kata Lock. “Apa yang membuatmu merasa berbeda dan lebih unggul?”

Perlakuan Jihun dan kepala sirkus berputar di benak Lock. Mereka berdua ternyata manusia biasa, tidak berbeda darinya.

‘Jadi, mengapa mereka bersikap seolah-olah mereka lebih superior dariku? Tidak, tunggu..’

“Berdiri di tembok itu dan teriak keras-keras bahwa kau lemah dan tidak berguna.” perintah Lock, mengedikkan kepala ke tembok yang ia maksud. Sudut mulutnya terangkat, membentuk seringai. “Jika kau melakukan itu, mungkin aku akan mengampunimu.”

Jihun ragu-ragu, tetapi dia tidak punya pilihan. Pemuda itu menyedot ingusnya berkali-kali. Lalu, setelah melirik mayat temannya sekali lagi, ia akhirnya menaiki tembok atap dengan perlahan-lahan. Ia gemetar, tubuhnya yang bergoyang menahan hembusan angin tampak seperti orang-orangan sawah.

Tidak berapa lama kemudian, teriakan Jihun terdengar membahana di tengah-tengah hujan deras. Persis seperti yang di dikte oleh Lock.

Berdiri di belakangnya, mata kanan Lock bersinar kemerahan. ‘Kau bukan apa-apa, manusia sombong!’

“… Tidak berguna! Aku…!!!”

Jihun berhenti berteriak saat ia melihat cipratan darah. Ia menunduk dan melihat sebuah pipa besi telah menembus dadanya.

“Aah..”

Hanya sebuah gumaman lemah yang keluar dari bibir Jihun yang juga menyemburkan darah. Tiap tetes kehidupan dari dalam dirinya terenggut.

Tubuh Jihun kemudian terhuyung ke depan saat pipa itu ditarik keluar dengan suara menyakitkan, dan ia jatuh bebas di udara kosong. Sebelum tubuhnya terhempas di kerasnya tanah dan bebatuan di bawah, Jihun sempat menatap pembunuhnya – Lock, yang berdiri di bibir tembok atap dengan wajah tanpa ekspresi – dengan penuh kebencian.

Braak!!

Darah keluar dari tubuh mati Jihun, bercampur dengan air hujan dan darah kedua mayat lain yang berada di sisinya. Halaman tampak seperti lautan darah. Itu pemandangan yang mengerikan, tetapi Lock bergeming.

Pada saat itu, Lock mendengar suara seseorang di belakangnya. Ia menoleh dan mendapati pemuda terakhir yang masih hidup. Pemuda itu setengah merangkak menuju pintu keluar; hendak menyusul temannya yang berhasil kabur.

Mata mereka berdua bertemu. Selama beberapa saat, tidak ada satupun dari mereka yang bergerak ataupun bersuara.

“….”

Lock membungkuk untuk mengambil pipa besi, kemudian berjalan mendekat ke arah pemuda tersebut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status