Sorotan mata lurus dari Nevan kini terlepas. Dan yang terlihat dari wajah Kirana, membungkukkan badan sambil menarik bibir ujung hingga melengkung lagi melebar.
“Hati-hati di jalan, ya, Nak!” sahut Kirana dengan hangat.
Bellona meneratap pandangan yang ada di depan matanya, sesekali melirik wajah Nevan yang berbuat demikian. Tanpa harus membentak dan berusaha untuk meminta izin dengan cara yang licik.
Ternyata, dirinya pandai bermain hipnotis kepada seseorang. Bellona meraih lengannya dengan cepat dan meminta untuk tidak melakukannya.
“Tenang saja! Aku tidak akan melakukan pada dirimu,” bisik Nevan perlahan.
“Tante mau masuk duluan, ya!” ucap Kirana dengan ramahnya.
Tanpa disadari olehnya kalau ia sudah mengizinkan putri sulungnya pergi begitu saja bersama pria beserta sekawannya.
Nevan membukakan pintu untuk si Bellona yang mendengus nanar. Namun, tidak akan menolak dariny
Nevan mengendurkan bibirnya sembari menatap wajah Bellona yang sedikit menurun. Pandangan keduanya seakan terjatuh dan saling menatap begitu menurun. Kedua tangan yang saling memegang erat dengan penuh kehangatan.Nevan melirik penuh ke wajah Bellona membawa pandangan merasuk ke balik kalbu terdalam. Sore yang meredup kini berganti kegelapan malam yang bersinar cahaya lampu di sekeliling jalanan.Terpancar kelap-kelip cahaya yang tersorot hingga ke arah pasangan yang saling memandang.“Aku menyukaimu,” sebut Nevan.“Aku ingin bersamamu sampai aku pergi dari dunia ini,” tuturnya melanjutkan.Bellona menatap terpana sekaligus terenyuh dengan ucapan kekasih yang ada di depan matanya. Nevan yang memang bagian terindah dalam hidupnya kini menjadi pertanyaan yang berbeda dari dirinya.Bellona mengerutkan kening ketika ia sedikit mencurigai ucapan dari kekasih yang ada d
Hendrik melebarkan sayap-sayap senyuman kepada satu wanita yang masih tersisa di dekat dirinya. Melihat Rendy yang semakin memperlihatkan kegelisahan dari penolakan wanita, kini bagi Hendrik ia mendapatkan poin yang lebih besar dari kedua temannya. Tidak termasuk Nevan dan Bellona yang sudah meninggalkan mereka di ujung kekecewaan masing-masing. Yaa, setelah perut kenyang, hati menjadi senang. Tapi, sepertinya ini berbeda dari yang dibayangkan. Perut kenyang menjadi semakin sesak napas. Hendrik dan Anjani mendekati Rendy yang merengut putus asa. Dengan bersedekap tangan dari tingkah Anjani, ia pun mulai menaikkan alis begitu meninggi meyakinkan. “Eh, ngapain sih harus segitunya? Kalo elo nggak bisa sama mereka, emang ada berapa sih cewek di kota ini? lo bisa pilih,” tutur Anjani. Rendy mendongakkan dagu perlahan menatap kedua teman yang saling berhadapan dengan dirinya. Ucapan Anjani membu
#Selamatmembaca!Hati-hati! Anjani melempar dekapan tangan yang sempat memegangi dirinya sangat erat. Sontak, Hendrik terpelangah lebar ketika wanita yang mengikuti langkah pelariannya begitu kasar dan kuat.“Hah?!” sergah Hendrik berhenti.“Gue nggak suka dipaksa!” seru Anjani hendak berbalik.Namun, di depan mata Rendy hanya menjadi penonton tanpa seruan.Hendrik pun dengan gesit, meraih kembali lengan Anjani untuk mencegahnya kembali ke tempat hiburan malam tersebut.“Anjani,” cegah Hendrik memaksa.“Eh, bisa lepasin gue nggak?!” ketus Anjani tegas.Anjani melepas kuat untuk menghindari dekapan tangan Hendrik, dengan tampang wajah yang lumayan lah! Dikatakan tergolong cukup pada nilai ketampanan bagi seorang pria. Akan tetapi, Anjani tidak butuh sebuah ketampanan pria. Tapi, lalu apa?“Ngapain kamu harus
Dari dua orang yang menjadikan malam pertemuan nakal. Dimana hati sudah memilih tindakan di luar kendali. Ruangan yang terlihat tenang, tidak terasa oleh orang lain. Masih di atas Kasur dengan kenangan malam indah.Hendrik masih menatap wajah Anjani yang terbaring nakal di depan hadapannya. Perlahan, bola matanya meredup hingga merobohkan tubuh ke samping Anjani. Anjani menutupi dirinya dan Hendrik dengan selimut putih.Keduanya bersama-sama hanyut di balik selimut putih yang terbentang luas memanjang.*** Perjalanan yang masih belum berakhir pada Sabtu malam. Sebuah mobil terlintas melewati perumahan elite. Pemberhentian tepat di depan pagar rumah Bellona.Ketiga orang tampak saling mendiam tanpa harus menatap. Nevan melirik wajah Bellona yang terlihat ragu-ragu meninggalkannya.“Nggak apa-apa, aku turun di sini,” putus
#Selamatmembaca! Di bawah rembulan yang masih meredupkan suasana malam. Mata Nevan bahkan tak meredup dengan menurunnya langit cerah. Dirinya terduduk rapi di atas berbatuan kecil sambil melempari batu ke ujung air sungai.Nevan membangkitkan tubuhnya perlahan, matanya menatap ke seluruh pemandangan persinggahan.“Hei, kau harus memastikan Bellona. Aku merasakan kedekatan yang tidak biasa,” ungkap Cho Ye Joon kepada tubuhnya Nevan.Nevan menghentikan langkahnya, “Tunggu!” cegahnya dengan seorang diri.“Kau mengatakan kalau Bellona dengan dirimu memiliki kedekatan yang tak biasa. Apa maksudmu?” lontar Nevan dengan jiwanya sendiri.“Ya, aku bisa merasakannya,” sahut Cho Ye Joon.Terlihat raut Nevan yang agak terheran setelah mendengar ucapan Cho Ye Joon. Tubuhnya masih tidak bisa melangkah jauh dari sana. Tapi, pikirannya adalah kekacauan yang semest
Nevan terkinjat seketika saat suara berita dari balik layar televisi kecil terdengar jelas di ujung telinganya. Wajahnya nanar dipenuhi dengan kekalutan yang mengambang batas perjalanan.Dari balik penglihatannya, Nevan bahkan menahan napas untuk beberapa saat. Sesuatu berbisik dalam kalbu yang tertanam, “Bodoh, jangan terlalu menampakkan dirimu pada orang lain. Hei, saudara sepupumu itu mulai mencurigainya,” bisik Cho Ye Joon di dalam tubuh Nevan.Respons yang tak bisa terhalang, ketika jiwa gumiho menguasai tubuhnya. Nevan terpelangah lebar ketika melihat jalanan tepat di tengah-tengahnya.Tin! Tin!“Kak Nevan kenapa sih? Tuh, mobil di belakang udah marah-marah,” keluh Delia—adik sepupunya Nevan.“Oh, iya maaf, Del,” sergah Nevan kembali menginjak pedal gas untuk melaju.Beruntungnnya, emosi perlahan sudah dapat dikendalikan oleh Nevan. Jika ti
Dari beberapa gadis yang memandang wajah Nevan benar-benar memicu pesona menawan dari ujung penglihatan. Kini, tubuhnya berdiri tegak tepat di samping Delia berada.“Guys, kenalin nih kakak sepupu gue!” sebut Delia dengan lantangnya.“Wah, punya sepupu nggak bilang-bilang lu Del,” gerutu dari salah satu gadis.Nevan melirik ketiga gadis yang terlihat salah tingkah dengan dirinya. Masing-masing melebarkan sayap-sayap senyuman ke arahnya dengan penuh tanda manja.“Del, apa-apaan lu!” gerutu Nevan mencubit ujung lengan si sepupu.Delia berbalik menatap Nevan dengan mendelik lebar ke arahnya, kesal karena merasakan cubitan semut yang sedikit perih. “Hei!” geramnya.“Aku tidak ingin berlama-lama,” bisik Nevan.“Tenang saja! Cuma beberapa jam,” ungkap Delia menarik lengan Nevan untuk menduduki karpet yang sudah terb
Suara yang menyorakkan ruangan gelap, kini mulai menyala dengan terangnya. Nevan terpelangah ketika dirinya berhadapan dengan orang-orang yang termasuk dekat dengannya. Bellona dan Felix yang menjadi dua sahabat sudah merencanakan hari ulang tahun tanpa ia ketahui. Delia terkekeh di balik punggung dirinya dengan menutup mulut yang hampir pecah melebar. Nevan membalikkan badannya sembari melirik raut Delia—si sepupu yang menahan tawa kelakarnya. “Kalian sudah merencanakan ini sebelumnya?” tanyanya penasaran. Delia tidak mengacuhkan ucapan Nevan, ia pun segera bergegas mendekati para keluarga beserta sahabat. Di hadapan dirinya, mereka pun mendekat dengan membawa sebuah kue ulang tahun berwarna cokelat. “Ibu?” sapa Nevan melirik wajah sang ibu yang mulai terlihat tawa kecilnya. “Hahaha, ternyata kau tidak tahu dengan hari ulang tahunmu?” sebut ibunya dengan kekehnya. Nevan mu