"Meski sama, sebenarnya segala sesuatu itu pasti berbeda. Meski hanya beda sedikit."
"Bagaimana Tuan Muda Arga tidak bisa mengalahkan dua perampok itu? Padahal biasanya sampai dikeroyok lima orang pun, Tuan bisa loh mengalahkan mereka dengan mudah?"
"Ah, yang bener, Pak? Dulu aku memang sehebat itu? Keren! Gini lho, Pak Toni kan tahu kalau aku yang sekarang, bukan Tuan Arga kamu yang dulu. Reinkarnasi. Lupa ya? Sifat kami saja kata Bapak berbeda kan?""Oh iya ya? Duh! Maaf, Tuan Muda Arga, saya selalu lupa tentang peristiwa reinkarnasi itu, karena wajah tuan muda sungguh persis sama benar seperti yang dulu. Hahahaha. Maafkan orang tua yang pelupa ini ya Tuan Muda." Pak Toni menunduk dan merutuk dirinya sendiri. "Iya gak apa apa deh, Pak Toni. Santuy, Pak. Tidak akan saya hukum kok hehe. Eh jadi gimana tadi Pak Toni, apakah beneran saya yang dulu itu pandai atau jago banget berkelahi?Astaga Minah, kelakuanmu.
"Perubahan hidup ada karena manusia juga terus berpindah dari satu bagian hidup ke hidup lainnya, berusaha saling menyamakan karena kedinamisan." "Tuan muda mau tambahan kopi lagi?" seru Minah tiba-tiba masuk dengan suara dibuat semerdu mungkin, dengan balutan baju tidur baby doll tipis biru muda menerawang, bercelana pendek dan belahan dada dalam karena kancingnya terbuka tiga. Pembantu Arga ini tampak seksi dan sedikit menunduk, sengaja menampakkan sembulan atas dadanya yang rupanya tak terlindungi pakaian dalam. Arga menoleh dan melotot. Mulutnya menganga terkejut dengan kelakuan pembantunya. Setelah menguasai keadaan dirinya yang mendadak jadi gerah dan 'terbangkitkan', Arga beristighfar pelan dan menunduk pura-pura kembali menekuri tulisannya. "Minah, please deh. Aku tahu kamu itu bahenol dan cantik. Cobalah berpakaian lebih sopan lain kali ya? Aku juga lelaki normal kali?"
"Menerima keadaan sebagaimana adanya dan berusaha untuk tabah dan kuat seiring tantangan hidup yang makin bertambah, akan membuat manusia bertumbuh menjadi manusia seutuhnya.""Bukan cuma banyak tapi ...." ucap pak Toni menggantungkan kalimatnya sambil mengedipkan matanya jenaka."Apa maksudnya? Ah Bapak bikin kepo aja. Hayo cerita." Arga duduk menunggu jawaban pria tua itu.Pak Toni tersenyum-senyum sendiri, melihat betapa antusiasnya tuan mudanya mengetahui masa lalunya."Tuan Muda Arga dulu itu memang tipikal orang yang disiplin, pekerja cerdas dan berkemauan keras. Sangat galak, tegas, sekaligus terkadang kejam. Tetapi menghadapi wanita, terutama yang cantik dan seksi selalu ... Kalah! Hehehe. Soal pacar jangan ditanya, pastilah ngantri hahaha.""Astaga. Beda jauh sama Arga yang ini, Pak Toni. Aku mah dulu sampai dilabeli
"Hidup penuh rasa syukur adalah kebaikan. Maka Alloh juga akan melipatgandakan kebahagiaan kita.""Apaaa? Hah dasar pengecut kamu, begitu saja takut. Uang itu berkuasa, Bro! Tidak usah takut sama karma, balas dendam atau apapun itu. Kamu berpihak kemana sih?" seru si penguasa ke 5 kesal. "Tentu saja ke lingkungan kita lah, toh aku juga masih disini, hanya saja bersikap waspada kan boleh? Wajib malahan, agar apa yang kita punyai bertahan lama dan abadi.""Waspada itu bisa dan mudah sekali dilakukan kalau punya uang. Kita punya banyak itu! UANG! Tinggal kita sewa saja detektif atau bodyguard. Atau preman sekalian, beres dah. Ada uang semua menang! Ada uang semua beres. Uang itu segalanya. Paham kamu semua?""Paham Bos!" sahut para umat pengekor yang pikirannya sudah terkontaminasi itu. Sudah dimanjakan oleh uang dan
"Segala sesuatu harus berjalan seimbang, serasi dan sesuai. Seperti halnya hidup yang diharap indah ini." "Iyakah Pak Budi? Alhamdulillah. Ini juga hal yang saya herankan, Pak. Padahal saya lupa masalah lainnya, tapi tentang gerakan bela diri kenapa seperti familiar ya?" Arga terheran-heran sambil mengerutkan alis bagusnya. "Saya lihat postur tubuh Pak Arga sangat bagus. Dulu sejarahnya juga sudah biasa syuting film aksi laga kan? Jadi mungkin tubuhnya sudah terkondisi untuk melakukan gerakan bela diri. Hanya lupa sesaat karena amnesia saja,"jelas Pak Budi. "Oh bisa begitu ya? Ajib." Arga tersenyum lebar. "Bisa dong, Pak Arga. Saya juga mempunyai murid bela diri lain yang kurang lebih memiliki kondisi seperti Bapak." Pak Budi tersenyum. "Dia juga amnesia begitu karena kecelakaan? Trus bisa bela diri lagi dengan mudah?" Arga tetap tidak menye
"Benci melihat orang yang kejam bersuka cita, bagai membakar rumah sendiri akan terasa kepanasan.""Kenapa Tuan Muda nggak memakai komputer saja sih, Tuan? Selain komputer gede, ada juga laptop yang kecil itu. Memakai buku sebesar itu sepertinya sudah terlalu jadul. Maaf banget hehe kok saya nyela bos sendiri. Tuan Arga yang dulu itu padahal gadget freak lho Tuan. Beliau sangat suka segala macam gadget, jadi di rumah ini semua ada. Lengkap." Pak Toni menjelaskan."Iya ya Pak Toni? Pantesan segala macam alat ada di rumah ini, sampai aku bingung apa sih fungsinya. Hehe. Pas ada waktu bantuin petunjuk cara memakainya ya, please Pak Toni?" Arga memohon."Siap Tuan Muda. Kalau alat dapur dan bersih-bersih saya tahu, tapi tidak ada gunanya Tuan Arga tahu kan? Kan sudah ada ART? Tapi kalau yang dimaksud Tuan urusan komputer dan laptop, saya eh ...  
"Dendam pun perlu disusun rapi agar dapat diimplementasikan dengan elegan." "Pastilah Tuan. Saya ada untuk membantu apa saja yang bisa dilakukan. Pria tua ini juga siap mendengarkan sebuah misteri. Saya sudah kepo sejak lama, tapi Tuan Muda masih saja menyimpannya. Lalu saya mencoba main tebak-tebakan, eh ternyata benar. Sebuah dendam lama yang butuh pelampiasan. Silakan cerita semuanya, Tuan Muda." Pak Toni tersenyum memahami. "Aih, paling bisa ngomong nih, Pak Toni. Makasih ya untuk perhatiannya. Juga kesabarannya. Menunggu sebuah misteri terkuak. Halah kaya apa aja misteri hehe." Arga merasa geli sendiri. "Iya kan, itu bener, kalau suatu masalah belum terungkap bisalah disebut sebuah misteri, Tuan Arga hehe." Pak Toni bersikeras. "Iya deh, Arga mengalah sama yang senior. Masih mau denger nggak Pak Toni, apa misterinya seorang Ar
"Semua hal harus diukur dengan cermat, mengetahui ukuran dan menentukan apa yang harus dilakukan." by Arga."Hahahaha dan kamu berhasil kukelabuhi? Maafkan aku, Ryan. Itu nggak sengaja suer! Kamu nggak tahu, Bro. Aku juga bingung menerima berkah ini." Arga mengusap wajahnya."Ya ini berkah buatmu. Tapi tahu nggak, bisa jadi musibah buatku, Bree. Trus gimana nih, kamu bisa akting dan jadi foto model? Kamu biasa lakukan itu nggak?" Wajah Ryan menunjukkan kekuatiran lebih sebagai sahabat daripada manajer."Ya jelas tidak terbiasa, Bro. Arga ini kan aslinya dulu cuma cowok miskin berusia 30 tahun. Jelek, nggak modis, nggak bisa bela diri, kudet sama teknologi dan fisik payah kurus tinggi langsing. Hahaha." Arga tidak merasa malu menjelekkan dirinya sendiri. "Seneng dong kamu lahir kembali jadi kaya, berotot bin cakep gini?" Ryan m
"Keluarga baru adalah keluarga asing yang kita harus terbiasa dengannya. Dengan kekurangan dan kelebihannya." "Iya, beres. Itu kerjaan sudah ada scedul matang kan. Lagian aku sudah berencana mulai mengurangi kerjaan artis. Sudah kauurus kan, Bro? Oiya, ke depan aku berencana ingin membekali orang di sekelilingku ilmu beladiri secukupnya. Hitung-hitung biar sehat sekaligus bisa membela diri sendiri. Ke depan bisa ikutan membela keluarga mereka sendiri dan juga Bumintara. Keren nggak ideku? Aku sendiri ntar yang jadi gurunya." Arga merasa geli sendiri, mengerahkan orang sampai di sekelilingnya juga. "Weh, keren. Aku boleh ikut, Ga?" Ryan malah ikutan ingin belajar ilmu beladiri bosnya. "Boleh. Kamu memangnya belum bisa ilmu bela diri, Yan? Kirain mah sudah bisa, secara asisten pribadinya seorang artis sinetron laga kan dulu?"