Share

3

Gelap.

Di mana ini?

Mengapa aku tidak bisa melihat apa-apa? Tolong!!

Tiba-tiba semua berubah menjadi terang benderang. Lalu muncul lah pemandangan yang sangat amat mengejutkan. Sebuah mobil sedan yang sudah hancur berantakan seperti telah mengalami kecelakaan. Sebagian badan mobil pun sudah mulai terbakar dan darah berceceran di mana-mana.

"Ayah? Bunda?!" panggil seorang gadis berumur 18 tahun yang mengenakan pakaian serba putih.

Air matanya mulai mengalir membasahi pipinya. Ia tak kuasa menahan tangisnya yang sangat ingin pecah melihat kedua orangtuanya yang terjepit di dalam mobil itu.

Rasanya ingin sekali ia menghampiri kedua orangtuanya, tetapi kakinya terasa begitu berat dan tidak dapat berjalan. Ia hanya bisa menonton peristiwa yang akan menjadi kenangan buruknya sambil menangis.

"Ayah!!!"

"Bunda!!!"

"Ayah!! Bunda!!" Teriaknya dengan napas yang terengah engah 

Mimpi? Pikirnya. 

Saat itu juga ia mulai sadar bahwa tangannya terikat oleh borgol di belakang badannya. Ia menatap sekelilingnya, mencoba mengingat apa yang terjadi padanya. 

"Sialan!"

Kepalanya masih terasa pusing, akibat strum yang mengenai lehernya. Juga kaki nya yang masih terasa sakit, tetapi tidak sesakit semalam. Ia mencoba tidak banyak bergerak, untuk mengurangi rasa sakit kakinya. 

Ia lalu menatap ke ujung atas ruangan. CCTV. 

"Cepat keluar, dan selesaikan ini semua!" Ia berbicara ke arah CCTV, seolah-olah sangat tahu bahwa ia sedang dipantau. 

***

Setelah membicarakannya dengan pihak kepolisian, Bima menuju ke rumahnya. Ia meminta kepada polisi untuk segera memberitahunya terkait hasil pemeriksaan forensik yang akan di jalani nanti. 

Sepanjang perjalanan, ia sangat gusar memikirkan wanita yang ia temui tadi. Jika ia seorang polisi, mengapa hanya sendirian? Apakah ia agen khusus? 

Entahlah. Bima sendiri pun tidak tahu mengapa ia bereaksi seperti ini. 

Sesampainya ia di rumah, Bima langsung menemui Arthur yang sedang bersama tim IT. Tampaknya sedang mencari identitas wanita itu. Arthur memang tangan kanannya yang luar biasa cerdas. Ia sangat paham kapan ia harus beraksi tanpa diperintahkan. 

"Gimana? Ketemu identitas nya?" tanya Bima. 

Arthur kemudian memberinya selembar kertas. Bima langsung membaca dengan teliti isi kertas tersebut. Ia sempat mengernyitkan alisnya. 

"Dia ini anggota BIN?!" 

Arthur mengangguk. "Sepertinya. Karena yang bisa kita dapat cuma ini aja." 

Bima sedikit terkejut. BIN? Apa yang dia cari di sini? Mungkinkah BIN mengetahui semua kasus ini? Tapi, mengapa seorang wanita yang terjun langsung ke TKP? 

Bima memijat mijat pelipisnya sedikit. "Dia udah sadar?"

"Belum, mungkin ia akan tidur semalaman ini," jawab Arthur. 

Bima mengangguk. "Gue mau mandi dulu. Kasih tau gue kalo dia udah sadar."

Arthur mengerti. 

Bima langsung membuka jaketnya, dan masuk ke dalam kamar. Hari ini, tidak begitu banyak menguras energi tetapi menguras pikiran. Bima lantas masuk ke dalam kamar mandi, dan membiarkan tubuh kekarnya dibasahi oleh air hangat. 

Ia sangat terbeban. Jika badan intelegen mengetahui ini, pihak BIN akan bertanya lebih jauh tentang alasan ia menangani kasus ini. Itu akan membuat kasus korupsi Widhibrata terbongkar dan reputasinya juga akan hancur. 

Tetapi ia pun masih terpikir, mengapa harus anggota perempuan yang datang ke TKP? Terlebih lagi ia sendirian. Aneh. 

Setelah selesai mandi, Bima pun beristirahat sebentar untuk meregangkan otot-ototnya. Tak sadar ia pun mulai terlelap dan kemudian memejamkan matanya. 

Tingggg Tingggg Tingggg. Suara ponsel Bima berbunyi berkali-kali. 

Ia pun mulai tersadar dan membuka ponselnya. 

Ada satu pesan masuk. Beberapa panggilan tak terjawab. 

Arthur. 

"Dia udah sadar."

Melihat pesan itu, Bima langsung mencuci wajahnya dan bergegas keluar menuju ruang interogasi. Bima menggunakan pakaian yang begitu santai, kaos polos berwarna putih dan training joger berwarna abu-abu. 

Ia masuk ke dalam ruang monitor. 

"Kita satu rumah, kenapa gak lo bangunin aja gue langsung," ucap Bima. 

"Ehe, gue gak berani bangunin bos besar." 

"Btw, dia tadi sempet teriak-teriak gitu, kayaknya ngigau," lanjut Arthur. 

Bima melihat wanita itu. Sangat tenang dan tidak banyak melakukan gerakan, seolah sudah tahu apa yang harus ia lakukan disaat-saat seperti ini. 

Betapa terkejutnya Bima saat wanita itu melihat ke arah CCTV dan menyuruhnya untuk muncul kehadapannya. 

Arthur tertawa kecil. "Urus tuh," ucapnya sambil menepuk pundak Bima. 

Bima lantas memasuki ruangan itu, dan duduk dihadapan sang wanita. 

"Rayana?" Tanya Bima. 

Wanita itu hanya menatap Bima dengan tatapan yang sinis. Ia kemudian tersenyum meremehkan. 

"Kayaknya lo udah tau siapa gue. Dengar, gue gak ada urusan sama lo ataupun organisasi lo. Jadi, tolong lepasin gue sekarang juga. Lo pasti tau resikonya nahan gue disini."

Bima menghela nafas nya perlahan. "Jadi benar lo anggota BIN? Tapi mau ngapain lo di tempat tadi?"

"Gue udah bilang, itu bukan urusan lo."

Bima menatapnya sebentar. 

"Oke," ucap Bima. "Gue tau BIN sangat menjaga rahasia sampai keakar-akarnya"

Rayana hanya diam saja. Ia bahkan tidak ingin menatap mata Bima. Ia hanya takut gerak gerik nya terbaca. Walaupun Rayana tidak tahu banyak tentang Wolf Eagle tetapi ia sangat tahu Wolf Eagle sangat pandai mendesak targetnya. Ia sangat mengutuk dirinya sendiri, mengapa bisa ia sampai tertangkap oleh Wolf Eagle. Bodoh. 

"Lo tau tentang pembunuhan yang terjadi semalem?" tanya Bima lagi. 

Tidak ada jawaban. 

Bima tidak suka menghabiskan waktunya dengan sia-sia. Ia kemudian membuka sandalnya, dan menginjak pelan kaki Rayana yang sakit. 

Rayana pun terkejut dan meringis kesakitan. Ia sangat ingin sekali meninju wajah Bima saat ini juga. Kesal. 

"Gue tanya lagi, lo tau tentang pembunuhan semalem?"

Rayana menghela nafasnya. "Ya. Gue tau."

"Apa BIN lagi menyelidiki kasus ini? Tapi kenapa cuma lo yang ada disana?"

Kini Rayana memberanikan diri untuk menatap Bima. "Bukan. Cuma gue yang lagi mengusut kasus ini."

"Kenapa?" Bima sungguh penasaran. 

"Lo gak perlu tau. Intinya BIN gak tau soal ini semua ...." Ia terdiam sejenak. 

"Mungkin sekarang mereka sudah tau, karena polisi pasti sudah ramai membahasnya," lanjut nya. 

Ini aneh menurut Bima. Wanita ini melakukan segalanya diluar surat tugasnya. Apa yang ia cari? Apakah ia setangguh itu hingga berani datang ke kandang singa sendirian? 

"Berarti lo melakukan ini secara ilegal, huh?" tanya Bima. Sejujurnya ia kurang puas dengan jawaban Rayana, ia masih penasaran apa yang wanita ini cari. 

Rayana hanya mengangguk kecil. 

Bima terkekeh. "Kayaknya kita harus bikin perjanjian? Kalau komandan lo tau tentang apa yang lo lakuin semalem, lo bakal kena masalah kan?"

Shit. Rayana sudah tau akan berakhir seperti ini. Ia tidak mungkin bebas dengan mudah dari ruangan ini. Semua selalu ada bayarannya. 

Ia memalingkan wajah nya ke arah lain. Sudah cukup kesal dengan pria di hadapannya ini. 

"Gue rasa, kita ngejar orang yang sama. Daripada lo ngebahayain diri sendiri, gimana kalau lo tetap disini?"

Rayana kembali menatap Bima. Terkejut. 

Bahkan Bima sendiri pun terkejut dengan ucapannya. Ada apa dengan dirinya? Biasanya Bima sangat selektif untuk memilih anggota Wolf Eagle. Tidak sembarangan orang bisa masuk ke dalam organisasi ini. 

"Huh? Sungguh? Sayangnya gue gak tertarik. Thanks." Jawab Rayana dengan tidak acuh. 

Bima menghela nafasnya. "Ya udah." Ia kemudian berdiri dan mengeluarkan kunci borgol dari sakunya. 

"Gue bakal anter lo balik ke kantor abis ini," ucap Bima sambil membukakan borgol yang mengikat tangan Rayana. 

"Gak usah, gue ...." Belum sempat Rayana menyelesaikan pembicaraannya, Bima langsung menyelaknya. 

"Lo perlu gue buat ngejelasin semuanya. Lo mau bilang semua perbuatan lo dan kena sanksi?"

Rayana tidak berkutik. Ia hanya diam saja, menunggu tangannya terlepas. Benar juga. Ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya, mungkin pria ini bisa membantunya berbicara karena yang ia ketahui Wolf Eagle sangat sering datang ke kantornya. Akan lebih panjang masalahnya jika Rayana ketahuan berbohong. 

"Udah," sambung Bima. 

Rayana mengusap-usap tangannya yang sedikit lecet. 

"Sarapan dulu. Lo belum makan dari kemarin," ucap Bima dengan nada yang datar. 

Entah mengapa hati Rayana menjadi hangat mendengar perkataan Bima. Saat ia ingin berdiri, ia lupa bahwa sebelah kakinya masih terasa sakit jika dipaksa berdiri. 

Ia refleks menjatuhkan diri karena merasa kesakitan. 

Sama-sama refleks, Bima pun langsung menarik lengan Rayana dan membiarkan ia jatuh di atas badan Bima yang oleng akibat menahan Rayana. Mereka berdua pun jatuh bersama-sama

Damn. Hati mereka menjadi berdebar sangat kencang, saat keduanya bertatapan. 

Apa ini??? 

-bersambung-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status