Setelah Rayana keluar dari ruangan, Bima mempunyai kesempatan untuk bisa berbicara berdua dengan komandan Ares.
"Komandan, boleh kita bicara sebentar?" tanya Bima.
Ares melihat jam yang berada dipergelangan tangannya. "Ehm, ya. Silahkan, saya ada rapat satu jam lagi. Ah, dunia ini semakin menggila, makin banyak orang-orang yang menganggap nyawa manusia tidak berarti lagi." Ares menggerutu akibat laporan yang masuk hari ini tentang pembunuhan semalam.
"Begini, berhubung sepertinya laporan pembunuhan itu sudah sampai ke pihak BIN mungkin kita bisa bekerja sama ...." Bima memulai pembicaraannya. "Saya pun sedang menangani kasus ini. Beberapa hari yang lalu direktur perusahaan Widhibrata melaporkan kasus penipuan yang dilakukan oleh anonim, ia meminta saya untuk mencari tahu tentang pelaku ini. Tepat saat saya menemukan petunjuk, saya datang ke lokasi petunjuk itu yang ternyata-- " Bima menghela nafasnya sebentar. "Terjadi pembunuhan ditempat itu."
Bima menjelaskan secara rinci dan seksama.
"Petunjuk? Petunjuk apa?" tanya Ares.
Bima kemudian mengeluarkan ponselnya dan menunjukan sebuah catatan nomor telepon.
"Mungkin si pelaku lengah dan tidak mengganti nomor ponsel yang ia gunakan saat menerobos masuk ke dalam sistem keamanan Widhibrata. Dari situ kami tau tentang pergerakan yang dia lakukan. Tetapi mereka pun cukup cepat sadar dan segera menghancurkan nomor itu begitu kami menuju TKP."
Ares masih menyimak apa yang Bima sampaikan.
"Sebenarnya, disitulah saya bertemu dengan Rayana. Awalnya saya pikir BIN sudah mengambil kasus ini terlebih dahulu tetapi Rayana bilang kalau dia melakukan ini di luar tugasnya," lanjut Bima.
Ares seperti tidak terkejut mendengarnya. Ia mungkin sudah tahu Rayana berbohong, tetapi ia hanya memakluminya.
"Ah, anak itu ... Sudah ku duga ia akan seperti ini," ucap Ares.
"Maaf komandan, kalau saya boleh tau ada apa? Apa yang membuat Rayana melakukan hal yang berbahaya seperti ini?"
Ares menghela nafasnya. "Bim, mungkin kamu gak kenal sama pak Daniel tapi pasti kamu tau kan kasus kecelakaannya?"
Bima mencoba mengingat tentang pak Daniel yang dibicarakan oleh Ares. "Ah, pak Daniel yang dulu menjadi kepala BIN disini?"
Ares mengangguk. "Raya itu.. adalah putrinya."
"Raya mengaku pada polisi bahwa dihari kecelakaan itu ia sedang berbicara di telepon oleh ibunya, tetapi kemudian ia mendengar suara kecelakaan dan gak lama dari itu ia mendengar suara lain yang di duga pelaku yang menabrak mobil mereka ...
Raya bersikeras mengatakan bahwa kedua orangtuanya tewas dibunuh seseorang, tetapi kami semua setuju untuk menutup kasusnya. Sejak saat itu, gadis ini terus mencari tau sendiri tentang kematian orangtuanya." Kini giliran Ares yang menceritakan tentang Rayana.
"Boleh saya tau mengapa kasus ini ditutup?" tanya Bima dengan penasaran.
"Tidak ada bukti yang cukup. Mobil yang dikendarai Daniel memang diduga mengalami kerusakan saat sebelum ia pulang ke rumah dan sopir truk yang menabrak pun tewas di tempat, dan lagi pernyataan Raya ditolak dengan alasan masih dibawah umur dan mengalami halusinasi."
Bima menghela nafasnya. Ia tidak menyangka gadis itu memiliki masa lalu yang begitu mengerikan. Tetapi, apa yang membuatnya datang ke rumah itu semalam? Apakah ia memiliki bukti sesuatu sehingga ia yakin pelaku pembunuhan orangtuanya adalah anonim yang sama dengan yang dicari Bima?
"Apa Rayana pernah berbicara tentang bukti lain yang ia ketahui?"
Ares menggeleng. "Tidak, ia mengaku hanya itu yang dia ketahui."
Ini aneh, menurut Bima. Jika ia tidak memiliki bukti lain, mengapa ia begitu yakin untuk mengusut kasus ini? Sepertinya memang Bima harus mencari tau dengan mengajak Rayana ke dalam Wolf Eagle.
"Ehm, komandan, jika tidak keberatan, bolehkah saya yang mengambil alih semua kasus ini? Rayana mungkin punya alasan yang kuat mengapa ia datang ke tempat itu semalam. Jika ia di beri kesempatan untuk mencari tau, ia bisa mencari tau bersama Wolf Eagle. Bagaimana?" tawar Bima.
Ia sudah memikirkannya matang-matang untuk menyelesaikannya ini bersama BIN dan kepolisian. Pasalnya kasus ini pun sudah menyangkut urusan masyarakat, tidak lagi urusan pribadi. Akan lebih mudah jika Bima memiliki izin khusus yang pihak kepolisian dan BIN.
Tetapi Ares terlihat ragu untuk memberikan izin bertugas kepada Rayana.
"Bima.. Daniel adalah sahabatku sejak kecil, bahkan saat itu Daniel lah yang membantu biaya kuliah saat aku kesulitan biaya. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk menjaga putrinya tetap aman dari siapapun. Walaupun aku memperlakukannya sama dalam pekerjaan, tetapi aku akan tetap menjaganya semampuku," ucapnya. Ares tidak akan membahayakan keselamatan gadis yang sudah ia anggap putrinya sendiri. Tetapi ia pun merasa kasihan jika Rayana terus tidak diberi kejelasan tentang kematian orangtuanya.
Bima pun tersenyum. "Jangan khawatir, aku berjanji akan menjaganya semampuku. Jika ia bersama Wolf Eagle, itu akan lebih baik daripada ia mencari tau semuanya seorang diri."
Benar. Pikir Ares. Akan lebih baik ia bersama Wolf Eagle, terlebih ia tidak bisa menjaga Rayana selama 24 jam. Ia akan merasa bersalah seumur hidup jika terjadi sesuatu pada Rayana karena nya.
"Bagaimana, Komandan?" tanya Bima sekali lagi.
Ares memperhatikan sikap Bima yang sangat ingin sekali membantu Rayana menyelesaikan masa lalunya. Benar apa yang di katakannya, mungkin ini waktunya untuk memberi Rayana kesempatan.
"Saya akan mengeluarkan surat tugas untuk Rayana, sekarang juga," ucap Ares yang membuat Bima merasa puas.
"Tetapi, kamu harus menjaga Raya seperti kamu menjaga nyawamu sendiri, Bim. Saya percayakan semua sama kamu. Tolong perlakuan Raya dengan baik."
"Siap, Komandan. Terimakasih karena sudah mempercayakan saya."
Ares kemudian meminta sekretaris BIN mengeluarkan surat tugas untuk Rayana tentang pembunuhan di rumah kosong, dan memanggil Rayana kemari.
***
Rayana tidak tau harus bereaksi seperti apa saat komandannya, memerintahkan tugas bersama dengan Wolf Eagle.
Ada apa dengannya? Bahkan saat Rayana ingin mengikuti club bela diri dua tahun lalu, ia sangat sulit mendapatkan izin dari Ares. Tetapi mengapa sekarang ia malah mendapat tugas seperti ini?
Rayana kemudian melirik ke arah Bima yang masih duduk santai disana. Sepertinya memang benar, Bima yang telah merencanakan ini semua. Pikir Rayana.
"Kamu keberatan dengan tugas ini?" tanya Ares.
Tidak! Rayana sungguh sangat senang bisa mendapatkan izin untuk memecahkan kasus ini, hanya saja mengapa harus dengan Wolf Eagle?
"Maaf komandan, saya sama sekali tidak keberatan. Tetapi, kenapa saya harus ditugaskan bersama Wolf Eagle?" tanya Rayana.
"Karena mereka bisa melindungi mu selama tugas ini berlangsung. Laporkan lah langsung kesini jika perkembangan apapun. Ada pertanyaan lain?"
Rayana hanya menggeleng.
Ia menghela nafasnya. Ini akan menjadi sejarah yang panjang baginya. Kehidupan barunya akan dimulai sekarang. Tidak ada kata lain yang bisa ia ucapkan selain kata 'siap'.
"Kau boleh mempersiapkan diri sekarang, bawa barang-barang kau butuhkan selama bertugas nanti," ucap Ares sebelum ia pergi ke rapat.
Setelah membereskan barang dan berpamitan dengan teman-teman nya di divisi 5, Rayana pun meminta Bima untuk mengantarkannya pulang terlebih dahulu. Ia perlu membawa lebih banyak pakaian yang akan di pindahkan ke markas Wolf Eagle.
Saat perjalanan menuju ke rumahnya, Rayana hanya diam menatap keluar jendela. Bahkan sedari tadi ia tidak melirik ke arah Bima. Ia sepertinya butuh waktu untuk melewati ini semua.
"Panggil aja gue Bima," ucap Bima untuk memecahkan keheningan.
Rayana hanya menoleh.
"Kita belum kenalan secara resmi kan?"
"Kenapa lo pengen banget gue ada di Wolf Eagle?" tanpa basa basi Rayana langsung menanyakan hal tersebut.
"Sebenarnya gak 'pengen' banget.. " Bima seperti menekan kan kata pengen yang Rayana katakan. "Gue ngerasa kasus kita ini berhubungan, dan gue pun udah denger tentang orangtua lo dari komandan, jadi gue pikir lebih baik lo sama Wolf Eagle daripada nyari sendirian."
Rayana hanya diam saja.
"Santai aja, gue bakal kasih lo waktu untuk nerima ini semua kok."
Lagi lagi tidak ada jawaban dari Rayana.
Bima memakumi itu, dan tidak berbicara lagi agar wanita di sebelahnya ini tidak semakin kesal karenanya. Suara maps yang menunjukan arah jalan mendominasi perjalanan mereka.
Bima sudah meminta ART yang bekerja di rumah sekaligus markas Wolf Eagle untuk menyiapkan kamar tidur untuk Rayana tinggal. Semua sudah sesuai dengan rencana Bima. Ia hanya berharap kasus kali ini segera selesai dan tidak memakan banyak korban.
Malam ini adalah malam pertama Rayana berada di markas Wolf Eagle. Sebenarnya ia sangat sering tinggal jauh dari rumah karena pekerjaannya tetapi kali ini, ia seperti kurang nyaman dengan tempat tinggal barunya yang sangat asing. Ia merasa sendirian.Tok tok ....Seseorang mengetuk pintu kamar ditempati oleh Rayana. Ia pun langsung membukakan pintunya. Nara - ART yang bekerja di rumah ini."Nona Rayana, anda ditunggu untuk makan malam bersama oleh Tuan Bima," ucap Nara.Ia awalnya ingin menolak, tetapi sejak sampai di rumah ini ia belum berbicara lagi dengan Bima. Ia hanya berterimakasih dan langsung masuk ke dalam kamar. Bagaimanapun, saat ini Bima adalah partner kerja dan pemilik rumah ini. Ia tidak bisa seenaknya.Rayana mengangguk kemudian mengikuti Nara berjalan ke meja makan. Di sana sudah ada Bima dan pria yang membuatnya pingsan kemarin.
01.24 tengah malam. Jalanan kota Los Angeles sudah terbilang cukup lengang walaupun masih ada beberapa kendaraan yang melintas. Di pinggir sepanjang trotoar terdapat beberapa pengemis jalanan yang sudah tertidur di sana. Para penghuni jalanan yang tidak memiliki keluarga dan tempat tinggal, mereka terpaksa tidur di atas dingin nya badan jalan dengan sealas koran.Tampak seorang pria berjalan santai sambil memperhatikan beberapa orang yang sudah terlelap di sana. Beberapa yang ia lalui adalah seorang laki-laki yang terlihat sudah tua. Sekitar satu meter ia berjalan, langkah kakinya terhenti dan ia mengeluarkan senyum senang dibalik masker hitamnya.Pria itu menghampiri seorang gadis malang yang tidur seorang diri dengan pakaian lusuh dan tanpa alas kaki. Ia lalu menyentuh lengan sang gadis dan membangunkannya dengan pelan."Halo, Cantik?"Gadis itu pun terbangun dan langsung memposisikan tubuh nya menjadi duduk. "Ya, ada apa
To : RayaGue udah di depan kantor lo, nih.Hari ini, Gio datang lebih awal karena ia sangat bersemangat untuk bertemu dengan teman se-perclub-annya yang super sibuk itu. Rayana hanya berlatih bela diri sebanyak 3x dalam sebulan karena sangat sibuk dengan pekerjaannya, itu membuat Gio kecewa karena ia menjadi sangat jarang bertemu Rayana.Setelah beberapa menit Gio menunggu, ia melihat Rayana yang berjalan menuju mobilnya lalu masuk dan duduk disebelahnya."Halo, miss rempong yang super sibuk....!!!" sambut Gio dengan penuh candaan. "Ray, kok lo gemukan sih? Biasanya orang stres itu kurus lo malah--"Belum sempat Gio melanjutkan omongannya ia sudah mendapat pelototan dari Rayana. "Malah apa?!" tanyanya dengan nada tinggi.Gio hanya cengengesan. "Malah makin cantik!!" Kini ia malah menggoda Rayana.Rayana menghela napasnya, tidak l
Setelah sampai di rumah Bima, Rayana langsung berjalan masuk dan mencari di mana Bima. Ia sempat kesulitan terlebih kerena belum terbiasa dengan rumah ini terlebih lagi, rumah ini sangat besar.Rayana kemudian bertanya pada salah satu anggotanya yang sedang berjaga dan berkata bahwa Bima sedang berada di meja makan. Ia pun langsung menghampiri.Bima menatap Rayana saat mereka melihat Rayana datang."Baru pulang?" tanya Bima yang dibalas anggukan dengan Rayana."Kita punya petunjuk," ucap Bima tanpa basa basi."Yang benar?" tanya Rayana, ia kemudian ikut duduk di sana. Ia kemudian menuangkan segelas air dan meminumnya.Bima mengangguk. Ia kemudian menjelaskan secara rinci tentang rencana yang akan mereka laksanakan nanti malam untuk mencari bukti."Masuk akal," gumam Rayana. Ia pun berkata di dalam hati bahwa dugaannya adalah benar. Korban itu
Arthur duduk di kursi penumpang bagian depan, sambil memainkan ponselnya. Ia sedang sedang mencari tahu, club malam di beberapa daerah yang dominan dengan pengunjung orang-orang menengah keatas. Jaga-jaga jika orang itu tidak ada di dalam club yang akan ia datangi.Tiba-tiba sekumpulan motor seperti mendekat ke arah mobilnya, dan mengepung disisi kanan dan kiri."Thur...," ucap salah satu anggotanya yang menyetir. Arthur kemudian baru menyadari dan langsung terkejut."Sial, ada urusan apa mereka kayak gini?"Baru beberapa detik, tiba-tiba salah satu orang yang berada dimotor bagian kanan, menembak ke kaca mobinya membuat mereka terkejut. Sayangnya, kaca mobil mereka anti peluru, sehingga tembakan itu tidak berarti baginya."Thur, kita harus ngalihin perhatian mereka jangan sampe dia ngejar mobil Bima, mobilnya gak pasang kac
Pria yang mengenakan kaus hitam dan celana panjang itu sedang mengisap kuat rokok ditangannya, dan menghembuskan kepulan asap dari mulutnya."Kenapa kalian terburu-buru untuk menghabisi dia? Itu akan jadi gak menarik nantinya," katanya.Tujuh orang yang mengganggu Bima dijalan hanya terdiam dan menundukan kepalanya."Tapi gue puas sama cara kerja kalian, berambisi!" lanjutnya sambil tertawa."Ngomong-ngomong, kenapa itu..." Ia menunjuk ke arah lengan salah satu anak buahnya di sana. "Kok bisa sampai ke tembak? Dan ke mana teman kalian satu lagi? Bukannya gue kirim kalian delapan orang?""Maaf, Bos. Bima gak sendirian, ada perempuan yang membantunya menembakan peluru agar kami terjatuh. Dan anggota kami yang satunya, tertangkap mereka."Pria itu langsung menoleh. "Perempuan?""Betul, Bos. Saya gak ingat wajahnya karena dia gak turun dari mobil saat itu.""Setahu gue, Wolf Eagle gak pernah punya an
Bima hanya fokus pada jalanan agar bisa cepat kembali ke rumahnya. Ia sangat khawatir melihat kondisi Rayana yang tiba-tiba kesakitan, bahkan ia tidak mengerti mengapa napas Rayana menjadi tidak beraturan seperti ini.Tetapi, beberapa menit kemudian tidak terdengar lagi suara Rayana yang meringis kesakitan. Bima menoleh berkala melihat kondisi Rayana sambil fokus pada jalanan."Hei, Ray, baik-baik aja kan?" Bima mengguncang lengan Rayana."Ray? Raya?!"Tidak ada jawaban."Ray, lo kenapa sih, please jangan nakutin." Bima mulai panik karena sepertinya Rayana pingsan. Ia langsung menaikan kecepatannya mobilnya menjadi lebih tinggi.Sesampainya di rumah, Arthur sudah menunggu di depan."Thur, tolong bantu gue bawa Rayana ke dalam," ucap Bima yang baru saja keluar dari mobil. Arthur hanya mengangguk dan langsung membantu Bima menu
Rayana terbangun saat matahari pagi mulai masuk melewati jendela dan menyorot ke arahnya. Ia tersadar bahwa ia tidak mengganti pakaiannya semalam, sehingga menjadi sedikit tidak nyaman.Tubuhnya sudah sangat membaik daripada semalam, ia lalu mandi dan membersihkan badannya. Walaupun Rayana belum tahu apa kegiatannya hari ini, ia tetap berpakaian rapi namun tetap santai.Semenjak tinggal di sini, kegiatan Rayana menjadi tidak teratur dan bekerja secara mendadak. Namun, Rayana tetap menikmatinya.Rayana lalu keluar dari kamarnya dan menuju dapur untuk sekedar membantu Nara di sana."Selamat pagi, Nona," sapa Nara setelah melihat Rayana.Rayana pun membalasnya dengan senyuman. "Pagi. Hari ini kamu buat sarapan apa?""Tuan Bima ingin makan sereal tadi, jadi saya buatkan sereal. Nona ingin sereal juga atau yang lain? Biar saya buatkan," ucap Nara dengan sopan."Bima udah sarapan?" tanya Ray