Share

6

Malam ini adalah malam pertama Rayana berada di markas Wolf Eagle. Sebenarnya ia sangat sering tinggal jauh dari rumah karena pekerjaannya tetapi kali ini, ia seperti kurang nyaman dengan tempat tinggal barunya yang sangat asing. Ia merasa sendirian.

Tok tok ....

Seseorang mengetuk pintu kamar ditempati oleh Rayana. Ia pun langsung membukakan pintunya. Nara - ART yang bekerja di rumah ini.

"Nona Rayana, anda ditunggu untuk makan malam bersama oleh Tuan Bima," ucap Nara.

Ia awalnya ingin menolak, tetapi sejak sampai di rumah ini ia belum berbicara lagi dengan Bima. Ia hanya berterimakasih dan langsung masuk ke dalam kamar. Bagaimanapun, saat ini Bima adalah partner kerja dan pemilik rumah ini. Ia tidak bisa seenaknya.

Rayana mengangguk kemudian mengikuti Nara berjalan ke meja makan. Di sana sudah ada Bima dan pria yang membuatnya pingsan kemarin.

Sepertinya memang mereka dekat. Pikir Rayana.

"Duduk," titah Bima.

Rayana pun duduk. Nara kemudian menyiapkan nasi untuknya tetapi Rayana menolak.

"Biar saya aja, makasih ya," ucapnya dengan manis. Ia kemudian mengambil nasi dan beberapa lauk di sana. Tidak banyak karena akan membuatnya sulit tidur jika terlalu banyak makan nantinya.

Canggung. Rayana hanya menunduk, sibuk mengunyah makanannya. Arthur kemudian menendang kaki Bima, memberinya kode agar membuka percakapan.

"Ehm ... Kayaknya lo harus kenalan sama dia nih," ucap Bima sambil menunjuk ke arah Arthur dengan kepalanya.

Arthur hanya cengengesan. "Sebelumnya, sorry for our bad meet yesterday. Lo tau gue hanya bertugas segimana mestinya, hehehe."

Rayana tersenyum kecil. "Gak apa-apa kok."

Arthur kemudian menyodorkan tangannya. "Gue Arthur Jelandra panggil aja Arthur, sebenernya orang-orang deket bilang gue itu pelawak tapi kalau gue lagi kerja gue bisa berubah jadi kayak orang lagi BAB, alias jadi serius. Apalagi wajahnya, serius banget."

Tentu saja Rayana menjadi tertawa mendengar jokes nya Arthur. Sedangkan Bima malah melirik Arthur dengan tatapan tajam.

"Panggil aja gue Raya," ia membalas jabatan tangan Arthur.

"Oh iya, Ray ... Di BIN lo di divisi mana?" tanya Arthur. Sepertinya memang Arthur adalah manusia yang humble dan bisa mencairkan suasana.

"Divisi 5, bagian teknologi."

"Tapi pasti lo bisa bela diri kan? Minimal pakai senjata lah ...."

"Gue udah tiga tahun diclub bela diri," jawab Rayana dengan santai.

"Oh ya? Club mana?" tanya Arthur.

"Reksa... Memang kurang terkenal sih, tapi bagus kok."

Arthur kemudian mengacungkan kedua jempolnya. "Kerennnn. Gimana kalau besok kita latihan? Ya, biar kita makin kenal satu sama lain."

Arthur melihat ke arah Bima dan Rayana secara bergantian.

"Boleh." Rayana ingin mengenal rumah ini lebih jauh lagi agar ia terbiasa berada di sini.

"Lo? Jangan kayak ayam sayur gitu lah, diem diem aja."

Lagi-lagi Bima melirik tajam ke arah Arthur yang cengengesan. "Terserah," jawabnya.

Mereka kemudian melanjutkan makan malamnya. Arthur yang mendominasi percakapan mereka, dan Rayana terlihat lebih santai daripada sebelumnya. Mungkin karena Arthur yang mencairkan suasana.

Setelah selesai, Arthur izin pamit kepada Bima dan Rayana untuk pergi keluar karena urusan pribadi.

"Gue ke kamar duluan," ucap Bima.

"Bim.. Wait...," Lagi-lagi Rayana refleks menyentuh lengan Bima. "Bisa ngobrol sebentar?"

Bima kemudian mengangguk. "Sure, di luar aja."

Mereka berdua duduk berdampingan di teras samping. Menikmati dinginnya angin malam yang sepertinya akan turun hujan.

"Ehm ... Gue mau minta maaf." Rayana mulai membuka percakapan.

"For what?"

Rayana menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya. "Soal seharian ini, maaf kalau sikap gue kurang sopan dan cuek sama lo."

"And then?"

Rayana mengangkat bahunya. "Udah itu aja kok. Maaf ya."

Bima kemudian mengangguk dan tersenyum. Ia kagum dengan Rayana yang meminta maaf tanpa adanya embel-embel pembelaan diakhir katanya. Biasanya jika orang meminta maaf, diakhiri dengan pembelaan saat ia melakukan kesalahan.

"It's okay. Gue ngerti kok posisi lo," balas Bima.

Rayana pun tersenyum kecil. "Thanks."

"Kalau perlu apa-apa di sini, bilang aja ke Nara. Dia asisten rumah tangga disini," lanjut Bima.

"Berarti sebelum ada gue, Nara disini perempuan sendirian?" Nara terlihat seperti tidak terlalu tua. Bila Rayana menebaknya, mungkin masih berumur 40 tahun?

Bima hanya mengangguk.

Kembali canggung. Mereka berdua sama-sama tidak tahu harus membuka obrolan seperti apa, terlebih Bima pun bukan tipe orang yang suka basa basi.

"Maaf, Tuan .... " Tiba-tiba salah satu anggota Wolf Eagle datang menemui Bima dan Rayana. Mereka berdua pun kompak melihat ke belakang.

"Ada apa?" kata Bima.

"Maaf jika saya mengganggu. Tapi pihak kepolisian sudah mengirim laporan pemeriksaan forensik kepada korban," lanjutnya.

Bima dan Rayana sama-sama menatap secara bersamaan. Dengan sigap, Bima langsung berjalan menuju ruang monitor miliknya, disusul juga oleh Rayana.

Di depan mereka, terdapat beberapa layar monitor yang menunjukkan banyak data. "Udah ada hasilnya?" tanya Bima.

Anggota yang bertugas dibagian itu pun menunjukan beberapa data yang dikirimkan pihak kepolisian beberapa saat yang lalu. Bima langsung membacanya dengan serius.

"Korbannya adalah wanita yatim piatu yang tinggal di jalan, berusia 20 tahun...," gumam Bima.

"Terdapat luka goresan dibagian pahanya, dan juga memar di sekitar wajahnya. Juga bekas tembakan di kepalanya." Begitulah tutur anggotanya.

"Apa gak ada petunjuk lain ditubuhnya yang bisa mengungkap identitas pelaku?" tanya Bima.

Anggotanya itu hanya menggeleng. "Sepertinya dia memang bermain secara rapi dan teratur."

Bima menyilangkan kedua tangan nya didada. "Apa motif pembunuhannya ya? I mean, apa yang dia cari dari wanita itu?"

Mereka semua sama-sama terdiam.

"Kayaknya wanita ini tidak menuruti semua perintahnya," gumam Rayana. Bima menoleh ke arah Rayana. "Maksud lo?"

"Ah ... Bukan, maksud gue--"

"Bilang aja apa yang lo tau? Mungkin ini bisa jadi petunjuk untuk kita bergerak," tukas Bima.

"Enggak, gue gak tau tadi gue asal ngomong aja hehehe." Dalam hatinya ia mengutuk dirinya sendiri karena hampir membocorkan tentang rahasia yang ia sembunyikan dari siapa pun.

Bima hanya diam saja, tidak menyinggungnya lagi. "BIN .... " Rayana menoleh ke arah Bima yang menggantungkan pembicaraannya.

"BIN bisa kan melacak CCTV setiap sudut kota untuk melihat pergerakannya selama beberapa hari kemarin? Kita bisa lihat dia ketemu dengan siapa aja!" lanjutnya.

Rayana mengangguk. "Kita bisa pergi ke sana besok."

"Oke, nice." Jawab Bima. "Shift malam udah ganti?" Ia bertanya kepada anggotanya.

"Sudah, Tuan. Saya yang akan berjaga di sini malam ini," jawabnya

Bima menepuk pundaknya pelan. "Semangat. Gue istirahat duluan."

Ia pun keluar dari ruangan itu, disusul oleh Rayana yang membuntut dari belakang.

"Besok kalau ada petunjuk yang kita dapat, kita bisa langsung bergerak. Lo siap?" tanya Bima.

"Pasti."

"Oke, kalau gitu--"

Tiba-tiba ponsel Rayana pun berbunyi. Ia melihat siapa yang menghubunginya saat malam seperti ini.

Gio. Ah, Rayana sangat lupa jika ia belum mengabari Gio sejak kemarin.

"Bim, gue ke kamar duluan ya. Sampai jumpa besok!" Rayana langsung berbalik badan dan menuju kamarnya. "Halo, Gi. Sorry, gue lupa buat ngabarin lo." lanjutnya.

Pacarnya? Dia punya pacar? Batin Bima. Bima mengangkat bahunya seperti tak acuh dan kembali ke kamarnya juga.

"Kenapa, Gi?" Kini Rayana telah berada di kamarnya.

"Huh? Lo tanya kenapa? Apa lo gak kepo sama kabar gue?" balas Gio disana. Argio Jayden adalah teman di dalam club bela diri yang diikuti oleh Rayana. Mereka menjadi dekat selama setahun terakhir ini, dan Rayana pun menyukai pribadi Gio yang ramah dan selalu menghiburnya.

Rayana terkekeh. "Maaf, Gi. Dari kemarin emang gue lagi sibuk banget."

"Soal pembunuhan itu?"

"Kok lo--?"

"Di TV udah ramai, Ray. Gue dari kemarin coba telepon lo untuk mastiin keadaan lo, udah gue duga pasti lo nyelidikin ini," cibir Gio.

"Ya, mau gimana... Namanya juga tugas." Rayana menggaruk lehernya yang sebenarnya tidak gatal.

Terdengar suara Gio yang mendengus disana. "Besok ketemu, gimana? Lo gak kangen emang sama gue?" ucapnya sambil merengek.

Rayana pun tertawa kecil. "Apaan sih, Gi. Ehm ... Gimana kalau lunch?"

"Deal!!!" balasnya dengan semangat.

"Yaudah gue mau istirahat sekarang." Rayana menelepon sambil berbaring di ranjangnya.

"Siap, Bos. Good Night, mwah mwah mwah!"

Mendengar itu Rayana langsung menjauhkan ponsel dari telinganya. "Jijik Gi, jijik!"

Gio tertawa dan kemudian langsung mematikan sambungan teleponnya. Benar-benar, Gio adalah moodboster yang paling dibutuhkan Rayana. Rayana menyukainya, tetapi hanya sebagai teman. Ia tiba-tiba terpikir jika Gio akan salah paham dengan sikap nya, tetapi ia percaya bahwa Gio akan mengerti semuanya. Rayana sedang tidak ingin memikirkan cintanya. Yang paling penting untuknya sekarang adalah mencari keadilan untuk orangtuanya.

Sudah sangat lelah seharian ini. Rayana pun terlelap tidur dikamar barunya. Begitu pun juga Bima yang sudah terlelap sejak tadi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status