Share

The Playboy
The Playboy
Penulis: Park Jun Hye

Ego

“Sekarang kau lihat ‘kan apa jadinya jika kau tidak tidak berfikir dua kali. Tidur serampangan dengan laki-laki, begini jadinya.”kata seorang Ibu yang memarahi anaknya.

Sang anak hanya bisa menunduk lemas dan tak bisa berkata-kata. Gadis itu hanya bisa diam seribu bahasa hanya hujaman kata-kata makian dan cacian keluar dari mulut sang Ibu tercinta, “Kenapa kau hanya diam? Sekarang aku Tanya berapa bulan usia kandungan mu?.”

Sang gadis tetap saja diam tak bisa berkata apa-apa, dari ujung matanya terlihat sebuah air mata tergenang di pelupuk matanya. Seakan tak memungkin bahwa ia harus menjawabnya, “Jawab pertanyaanku. Berapa bulan kandunganmu? Sudah berapa lama kau melakukannya.”kata sang Ibu marah.

Dengan suara tercekat, sang Gadis pun menjawabnya, “Dua Bulan.”

            “Dua Bulan! Berapa kali kau berhubungan dengan pria itu? Siapa ayahnya?.”

            “Lebih dari satu kali.”

            “Kau sudah tahu jika kau berhubungan badan otomatis kau pasti akan hamil. Mengapa kau tak pakai pengaman?.”katanya dengan terus menghujami kata-kata pedas kepada putrinya.

            “Sudah puas memarahiku?.”kata sang gadis tersebut.

            “Jangan melawanku. Kau tak berhak melawan’ku.”

            “Aku tak melawanmu tapi aku ingin bicara.”katanya dengan sesegukan menahan kesedihan yang sudah ia pendam beberapa jam yang lalu.

            “Bicara coba!.”

            “Datangi saja ia. Ia di tempat lama ‘ku bekerja. Ia bapak dari anak’ku.”

            “Wah, hebat sekali kau. Kau menyuruh ku untuk mendatangi pria tersebut! Huh!!.”katanya dengan marah.

            “Sekarang mau bagaimana aku sudah begini. Aku tak tahu harus berkata apa. Aku bingung, stress.”katanya yang berusaha membela diri.

            “Kenapa kau baru sekarang bilang kalau kau bingung dan stress? Ini yang ku takutkan terjadi pada dirimu.”

            “Aku…aku…”

            “Aku apa?.”

            “Aku tak tahu harus bicara apa.”

            “Sekarang baru kau menyadarinya. Inikah ego mu yang kau simpan selama ini?!.”bentak ibunya.

Farah pun tersedu-sedu, ia tahu bahwa dirinya sangat-sangat egois hanya memikirkan dirinya sendiri tanpa mengetahui apa yang akan terjadi ke depannya. Farah pun terpaku, ia tak bisa membantah perkataan Ibunya.

Lima Bulan Yang Lalu,

Farah baru saja keluar dari pekerjaannya. Ia terlibat skandal yang cukup membuat dirinya merasa tak berdaya. Ia berusaha mencari pekerjaan baru lagi di satu sisi ia tak mau pisah dengan kekasih barunya tersebut.

Farah pun mendapatkan pekerjaan selang tak berapa lama ia keluar dari perusahaan tersebut. Diam-diam Farah masih berhubungan dengan Micko. Micko merupakan salah satu pemuda yang Farah sukai. Ia bahkan tahu bahwa Micko merupakan salah satu anak buah bos yang paling di percayai. Bukan hanya anak buah bos saja bahkan Micko pun sudah memiliki status sebagai suami.

            “Micko, kapan kita bisa ketemuan lagi?.”Tanya Farah yang menelepon Micko.

            “Kamu kerja dimana, aku kangen sama kamu.”

            “Micko, kamu beneran sayang banged sama aku?.”Tanya Farah.

            “Iya, Farah. Memangnya kenapa? Aku nggak mau yaa  kamu ninggalin aku. Inget itu, Farah. Mau ke mana pun kamu pergi, aku bakalan cari kamu.”

            “Yakin, Micko?.”

            “Iya aku yakin.”

            “Istri kamu gimana, aku nggak mau kamu masih sama dia.”

            “Aku bakalan ngomong sama dia tapi kamu harus janji yaa sama aku, Farah.”

            “Aku janji. Oohh, iya ada yang mau aku bicarain.”

            “Apa sayang?.”

            “Hmm…”kata Farah yang ingin bicara namun lidahnya bagaikan kelu tak bisa menjawabnya.

            “Bicara sayang. Kamu mau bilang apa?.”

            “Hmm…”katanya yang tak bisa meneruskan pembicaraan.

            “Kamu hamil?.”

Farah tak bisa menjawabnya, ia memang benar mengandung anak dari Micko, “Iya, aku hamil anakmu.”Micko yang mendengar hal tersebut tak bisa berkata apa-apa.

            “Dari kapan?.”

            “Dari kamu terakhir main di apartemen aku itu lho. Yang kamu habis pulang dari Banten.”

            “Ooh iya, aku inget.”

            “Kamu mau tanggung jawab, Micko?.”

            “Iya. Aku tanggung jawab.”

            “Terus kapan kamu nikahin aku, Micko?.”

            “Sabar. Masalah aku saja belum selesai sama dia, aku nggak bisa buat ambil keputusan sekarang ini setidaknya aku pasti bakalan tanggung jawab.”katanya sembari memfokuskan dirinya ke depan jalanan.

            “Yaa sudah kapan kita ketemuan, sayang? Aku kangen sama kamu.”

            “Iya, sayang, kita cari waktu pas yaa…”

            “Siap. Asal jangan deket sama kantor nanti jadi omongan.”

            “Iya, sayang.”

            “Yaa sudah kamu kerja dulu nanti sore kita call lagi.”

            “Sip. Aku tunggu kamu.”

Farah dan Micko pun mengakhiri percakapan mereka, ia ingat waktu pertama kali berhubungan intim dengan Micko di apartemennya. Farah memilih tinggal di apartemennya selama berpacaran dengan Micko supaya tak ada yang mengetahuinya. Namun, tiba-tiba Ibu Farah pun datang ke apartemennya,

            “Farah, ingat yaa..sampai kapan pun aku tak akan merestui hubungan kalian.”

            “Ma, ini hubungan ‘ku. Apa salahnya kalau aku berhubungan dengan dia?.”

            “Farah, kenapa kau selalu begini. Tak bisa kah kau tak egois?.”kata Vicka yang berusaha menyadarkan anaknya.

            “Ma, aku jatuh cinta dengan dia.”

            “Jatuh cinta!? Pikir dengan logikamu. Sekarang ku Tanya kau sudah dapat pekerjaan?.”

Farah tak bisa menjawabnya, ia diam seribu Bahasa, benar yang dikatakan oleh Ibunya bahwa ia belum mendapatkan pekerjaan. Vicka pun tahu bahwa anaknya belum mendapat pekerjaan, Vicka menarik nafas berusaha sabar akan kelakuan anaknya, “Kemasi barang-barangmu. Keluar sekarang dari apartemen. Kau bisa balik ke sini jika kau sudah mendapat pekerjaan.”katanya yang tahu bahwa anaknya belum mendapat pekerjaan kembali.

            “Aku tetap di sini.”katanya keukeh.

            “Bereskan barangmu.”

            “Aku tidak mau.”

            “BERESKAN BARANGMU!.”teriak Vicka marah.

Farah pun yang mendengar Ibunya berteriak kepada dirinya masuk kedalam kamarnya dan membereskan barang-barangnya. Ia tak mampu lagi membantah Ibunya, satu sisi ibunya juga benar ia tak akan mampu membiaya hidupnya jika ia tak punya pekerjaan hanya dengan Ibunya jika ia mau makan. Farah pergi meninggalkan apartemennya dengan Ibunya. Semenjak berhubungan dengan Micko, Vicka mulai bersitegang dengan Farah.

Lima Bulan Setelahnya,

“Lihat benar kan perkataan’ku. Sekarang kau hamil.”

“Sudah lah. Sekarang aku harus bagaimana? Jangan menyalahkan ku terus.”

“Aku Ibumu. Dan, aku tahu apa yang akan terjadi. Ini yang ku takutkan kepada dirimu saking egoisnya diri mu dan tak bisa mengontrol cara pacaranmu. Inilah yang terjadi, Farah. Mana mungkin seorang laki-laki beristri mau menikahimu.”

“Maaf, ma. Karena aku memang sayang dengan dia. Lalu, apa yang harus ku lakukan?.”

“Pastinya mama akan membelamu. Mama tidak mau kau seperti ini, itu kenapa mama bersikap seperti itu kepada dirimu, Farah.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status