Share

The Initial Plan Starts

     "Membuat seseorang ketakutan, adalah bagian dari hobby-ku."

Oxford, Inggris

Waktu telah menunjukkan pukul 11 malam, ruangan bercat hitam dengan pernak-pernik lampu hias, kini dihuni ribuan orang di dalamnya. Mereka telah berkumpul dari sejak tadi siang di markas utama, perintah dari sang Leader-nya. Kini, sang leader telah berdiri di atas podium, menghadap ke arah mereka semua. Dia mengetuk mikrofon dengan jari jemari lentiknya, hening tidak ada pembicaraan di sana, menghormati ketua mereka.

"BLACK TIGER?" Sang Leader berteriak lantang. Dia memakai pakaian serba hitam anti peluru, wajahnya ditutup oleh topeng bercorak harimau, terbuat dari kulit asli hewan tersebut.

"Aummmmmm ...." Suara sahutan dari seluruh anggotanya.

"Who we are?" tanya sang Leader dengan lantang.

“Black Tiger! King of World! The Angel of Death!” jawab seluruh anggotanya dengan lantang.

Sang Leader yang tak lain adalah Alinka tersenyum miring. Di sampingnya ada Xander dan Carlos yang menemani. Carlos menginstruksi pada 10 orang anggota yang telah berbaris menggunakan atribut lengkap paling depan. Tanpa suara, mereka berjalan ke luar dari ruangan tersebut, sebelumnya menunduk hormat pada sang Leader dan pria di sampingnya. Mereka berjalan dengan gagah, Alinka dan Xander menyusul ke luar dari ruangan, disoraki tepuk tangan yang menggema. 

Bryan—sang panglima berjalan terlebih dahulu, lalu menyuruh sembilan orang bawahannya untuk segera masuk ke dalam mobil yang telah disediakan. Bryan berjalan ke arah Alinka dan Xander dengan hormat. 

“Buang saja wajahmu itu, menjijikan,” sinis Alinka pada Bryan.

“Mohon maaf, Nona. Saya hanya mencontohkan hal yang baik untuk mereka,” ucap Bryan dramatis.

Bryan—sang panglima, dia adalah orang kepercayaan Alinka yang memegang jabatan panglima Black Tiger, dia mempunyai jabatan yang sama dengan Carlos. Hanya saja, Carlos lebih tua dari Alinka, karena memang orang kepercayaan ayahnya dahulu. Sementara Bryan, dia adalah teman masa kecil Alinka, yang sangat tahu seluk beluk perubahan Alinka dari dulu hingga sekarang.

“Kau bersamanya, Princess?” tanya Bryan melirik ke arah Xander. Alinka mengangguk.

“Sayang sekali, kau tidak bersamaku.” Bryan berucap dramatis. Alinka terkekeh, sementara Xander memutar bola matanya jengah.

"Ayo, kita segera berangkat!” Xander menarik tangan Alinka untuk mendekati mobilnya.

Kali ini, Alinka tidak membawa mobil sendiri, ia bersama Xander. Sementara Bryan langsung masuk ke dalam mobil SUV hitam paling depan. Xander melajukan mobilnya, diikuti oleh tiga mobil SUV hitam di belakangnya. 

°°°

Beds, Inggris

Jalanan sangat sepi, tidak ada kendaraan yang berlalu-lalang di kawasan Beds. Empat mobil melaju dengan kencang, mereka didukung oleh keadaan. Tidak ada hambatan sedikit pun, sehingga sangat mudah untuk mencapai lokasi tujuan. Hanya menempuh waktu sekitar satu jam, kini mereka telah berada di depan mansion yang dituju.

Tiga mobil SUV hitam yang telah dirombak menjadi mobil perang, mendobrak paksa gerbang mansion. Alat yang dipasang di bagian depan mobil, mampu merobohkan gerbang besi tersebut. Dua orang penjaga mansion tersebut, tewas tertabrak. Hal tersebut mengundang beberapa orang penjaga keamanan di sana, menyerang mereka. Bryan turun dari mobil, beserta sembilan orang bawahannya. Ia menodongkan pistol ke arah para penjaga tersebut. Tidak membutuhkan waktu lama, para penjaga itu telah tewas, menyusul kedua temannya. Bryan menginstruksi untuk segera masuk ke dalam mansion tersebut secara diam-diam. Apa pun yang menghalanginya akan menjadi bahan target pistol mereka selanjutnya.

“Siapa kalian?” tanya salah seorang pelayan perempuan yang masih terbangun.

“Katakan di mana kamar majikanmu!” gertak salah satu anggota Black Tiger.

“Tidak akan.” Pelayan itu berdecih. Sepertinya, pelayan tersebut sedikit bar-bar, jiwanya seperti pria.

Tanpa aba-aba, Bryan melepaskan drone ke arah pelayan tersebut, dua detik kemudian drone itu meledak, tubuh pelayan tersebut hancur berantakan, darah segar bercucuran.

Mereka kembali merangsek dibagi menjadi tiga bagian. Satu kelompok berjaga-jaga di bawah, seraya mencari keberadaan kamar sang target. Kelompok kedua, mengecek lantai dua Sementara Bryan, dan dua orang berkepala plontos menaiki tangga, untuk mengecek lantai tiga.

°°°

Dua pria berkepala plontos tengah mengobrak-abrik ruangan lantai tiga, Bryan meneliti setiap ruangan yang ada di sana. Hasilnya nihil. Mereka mulai mencari-cari kembali, di mana sebenarnya ruangan pribadi target utama. Bryan berbicara pada earphone yang terpasang pada telinganya. 

“Kalian menemukannya?” tanya Bryan.

“Kami menemukan kedua orang tuanya di lantai bawah, dan sang adik di lantai dua. Mereka telah diseret, bapak tua sang target sempat melawan menodongkan pistol, tapi telah teratasi. Mereka telah lemah tak berdaya, sepertinya sebentar lagi tinggal nama.” Laporan yang terdengar oleh Bryan, dari salah seorang bawahannya.

“Ketemu!” Pria berkepala plontos antusias. Dia menunjukkan pintu kamar berwarna cokelat, tampak ukiran pada kayu tersebut bertuliskan CA, bisa diartikan sebagai Charlotte Anata—sang pemilik ruangannya. Bryan tersenyum devil, berjalan ke arahnya.

Bryan mengetuk pintu tersebut dengan kasar, tak ada jawaban sedikit pun. Ia tampak geram. “Open the dor!” perintah Bryan tegas.

°°°

Ruangan yang semula membuatnya nyaman berada dalam mimpi, kini tampak mengerikan. Wanita cantik berkulit kuning langsat, tengah menekuk kakinya. Rambut pirangnya menutupi wajah cantiknya, ia ketakutan. Charlotte Anata, wanita itu merasakan panas dingin pada sekujur tubuhnya.

“Open the dor!” 

Teriakan itu terdengar mengerikan baginya. Dia takut untuk ke luar kamar, dia tidak berani. Siapa mereka? Pertanyaan itu muncul berulang kali dalam benaknya. Jika orang jahat, mengapa mampu mengalahkan penjaga mansion-nya? Memangnya dia sekuat apa? 

Charlotte memberanikan diri mengambil ponsel yang ada di sampingnya, ia mencoba menghubungi nomor sang ayah, tetapi tidak ada jawaban. Berulang kali ia menekan tombol pada ponselnya untuk tersambung pada ayahnya, tetap tidak bisa. Charlotte mulai kalut, ia mulai mencoba menghubungi ibunya, dan adiknya, hasilnya nihil.

“Damn, ke mana mereka?” Charlotte mengacak rambutnya frustrasi.

Brak!

Pintu terbuka secara paksa, didobrak oleh orang yang mencarinya. Charlotte beringsut, ia melihat tiga pria memakai masker hitam berdiri di dekat pintu. Jujur saja dia ketakutan, lidahnya terasa kelu untuk mengucap sesuatu.

“Kemarilah, Nona!” ajak pria plontos berbadan kekar.

“Ikutlah dengan kami!” sambung pria plontos berbadan kecil.

“S-siapa kalian?” tanya Charlotte memberanikan diri. 

Bryan memberikan perintah kepada kedua pria plontos untuk segera meringkus Charlotte. Awalnya Charlotte berlari, aksi kejar-kejaran pun terjadi, tetapi tidak berlangsung lama. Charlotte kini telah diborgol, dipaksa untuk berjalan ke lantai bawah, ia menangis histeris.

“Target utama telah ditemukan,” ucap Bryan lewat earphone yang ia gunakan.

°°°

Alinka dan Xander masih setia menunggu di dalam mobil, mereka menunggu laporan dari Bryan. Pandangan mereka lurus ke depan, hening tidak ada pembicaraan di dalam mobil tersebut. Hanya suasana hening malam yang menyapa mereka.

“Target utama telah ditemukan.”

Suara itu terdengar pada indra pendengaran mereka. Tatapan Alinka dan Xander bertemu, tanpa percakapan apa pun mereka langsung turun dari mobil, bergegas masuk ke dalam mansion tersebut. Senyuman devil tercetak pada raut wajah mereka, terutama Alinka yang telah merindukan darah segar. Rindunya pada darah akan terobati setelah ini.

°°°

Di lantai bawah tampak sepasang suami-istri yang telah terikat oleh tali, tangannya diborgol. Di sampingnya, gadis berusia sekitar 17 tahun, sama terikat sedang menangis histeris. Charlotte melihat pemandangan memilukan tersebut, orang tua dan adiknya menatap ke arahnya sendu, dirinya terus meracau histeris. Para pelayan mansion dan para penjaga keamanan semua tak ada yang tersisa, mereka dijejerkan dalam keadaan tak bernyawa. 

“Hiks ... kenapa kalian tega, hah?” teriak Charlotte histeris, disertai isak tangis. Tak ada jawaban apa pun, yang ada hanyalah isak tangis antara Charlotte, adik, ayah, dan ibunya.

Charlotte berontak ingin berlari ke arah keluarganya. Sayangnya, ia tidak bisa melakukan apa-apa. Untuk melepaskan diri pun tak bisa.

“Mom, Dad, Al. I’m sorry,” ucapnya menatap sendu ke arah keluarganya.

“Lepaskan mereka!” teriak Charlotte tepat pada telinga Bryan.

Prok ... Prok ... Prok ... suara tepukan tangan terdengar dari arah pintu utama. Tampak dua orang berjalan ke arah mereka. Satu orang perempuan dengan rambut digerai panjang memakai topeng Harimau, di sampingnya terdapat pria memakai masker hitam, keduanya memakai setelan serba hitam. Siapa lagi, kalau bukan Alinka dan Xander.

"Menangislah!” Kata yang terucap dari Alinka. 

“Siapa, kau?” tanya Charlotte parau.

“Aku, malaikat kematianmu!” jawab Alinka dingin.

Alinka mengangkat tangannya membentuk huruf “V” ke arah Bryan. Melihat hal itu, Bryan langsung merogoh pistolnya, dan mengarahkan pistol pada keluarga Charlotte. Dor! Dor! Dor! Tembakan itu melesat tiga kali, merenggut nyawa ayah, ibu, dan adik Charlotte.

“Kenapa kau bunuh keluargaku, hah?!” Charlotte histeris menatap tajam ke arah Bryan. Ia menangis kencang, melihat keluarganya kini telah tak bernyawa.

“Sialan, kau jahat!” Charlotte melampiaskan amarahnya pada Bryan, karena memang pria itu yang sejak tadi bersamanya.

“Ups. Saya hanya menjalankan tugas, Nona. Lagipula, mereka sudah sepantasnya mati, agar tidak menjadi beban dunia.” Bryan berucap santai, menatap remeh ke arah Charlotte.

“Bajingan!” umpat Charlotte. “Kalian, siapa sebenarnya, hah? Kenapa mencari masalah dengan keluargaku. Apa mau kalian?” Mata Charlotte tampak berapi-api, wajahnya telah dihiasi cairan bening yang ke luar sejak tadi.

Xander merangkul pinggang Alinka, ia tersenyum simpul menanggapi wanita yang sedang menangis histeris di hadapannya. Demi apa pun, tidak ada rasa iba untuknya. Hanyalah kepuasan yang dapat dirasakan, ketika melihat wanita itu histeris kehilangan keluarganya.

“Cepat bawa dia segera!” Xander memerintah pada Bryan. Dua pria plontos langsung saja menyeret Charlotte ke luar dari mansion.

Alinka berjalan ke arah mayat keluarga Charlotte, ia tersenyum miring. Dirinya merasa senang, ketika melihat darah segar ke luar akibat tembakan yang dilontarkan oleh Bryan. Sungguh, hal menakjubkan bagi dirinya.

“Sayang sekali, kalian harus mati.” Alinka terkekeh melihat pemandangan tersebut.

“Selesaikan kekacauan ini segera. Jam menunjuk ke angka 2 harus sudah selesai!”

Para anggota Black Tiger mengangguk, lalu saling pandang. Mereka akhirnya mempunyai ide yang cukup brilian. Hal yang akan mereka lakukan adalah membakar mayat-mayat tersebut. Mereka langsung melakukan aksinya, kobaran api memenuhi ruangan tersebut. Setelah selesai, mereka segera berlari ke luar. Alinka menyalakan bom berupa pematik, lalu melemparkannya ke arah mansion tersebut dengan santai. 

Tiga mobil melaju cepat, bersamaan dengan kobaran api yang semakin merambat ke tiap-tiap ruangan. Alinka tersenyum tipis, tak terlihat. Hal yang tidak seberapa, mampu membuatnya senang.

°°°

Di sisi lain, Bryan dan kedua pria plontos telah sampai di markas utama. Mereka menyeret Charlotte untuk berjalan ke ruangan gelap tak bercahaya. Menyusuri lorong yang tak berpenghuni, keheningan malam beserta semilir angin menyapa. 

“Cepat!” Pria plontos berbadan kekar membentak Charlotte yang sejak tadi lelet berjalan. 

Charlotte mendengus sebal, apakah mereka tak mempunyai belas kasihan? Charlotte bertanya dalam hatinya. Sungguh, rasa sesak itu ia rasakan, cairan bening terus saja ke luar dari kelopak matanya. Keluarganya mati secara mengenaskan, sedangkan dirinya? Charlotte juga tidak mengetahui nasibnya akan seperti apa.

Sampailah mereka ke tempat yang bercahaya, terang benderang seperti ruangan manusia pada umumnya. Namun, yang terlihat hanyalah jajaran jeruji besi, dan beberapa tawanan di dalamnya yang tengah tertidur pulas. Tempat apakah itu? Batin Charlotte teriris, apakah dia akan bernasib sama seperti mereka?

“Nona muda menyuruh untuk diikat pada kursi khusus,” ucap pria plontos berbadan kecil.

Pria plontos berbadan kekar, langsung saja membawa kursi khusus tersebut. Tunggu, apa katanya “kursi khusus”, apa yang dikhususkan? Kenyataannya, itu adalah kursi khusus pengeksekusian. Sungguh mengerikan, jangan sampai berada di dalam sana.

Bryan mendudukkan Charlotte secara paksa, tanpa melepas borgol pada tangannya. Kini, Bryan memasangkan borgol pada kaki Charlotte. Tubuh Charlotte dililit dengan rantai pada kursi tersebut. Setelah selesai, Bryan dan kedua pria plontos tersenyum senang.

°°°

“Ya, berapa gram kakoin yang kau butuhkan?” tanya Alinka pada seseorang di seberang sana.

“ ....” 

“Tunggu saja, 5 jam dari sekarang, barang akan sampai!” Alinka menutup ponselnya sepihak, ia mengacungkan jempol pada Xander.

“Ayo!” Xander melompat ke dalam lorong gelap, diikuti dengan Alinka. 

Untuk orang yang telah hafal dengan seluk beluk tempat tersebut, tidaklah susah untuk menjangkaunya. Lorong gelap tersebut tidaklah asing bagi mereka, sangat mudah sekali bagi mereka untuk mencapai tempat tersebut.

"Lepaskan ... aku ...." 

Suara yang terdengar memuakkan tatkala mereka memasuki ruangan yang bercahaya. Dilihatnya wanita yang telah diikat pada kursi khusus, tak henti-hentinya menangis.

"Jangan harap!" bentak Alinka, menghampirinya. Bryan terlonjak kaget, ia membanting ponselnya asal. Sementara kedua pria plontos terjungkal dari duduknya. Saking kagetnya mereka saat suara milik sang leader menyapa indra pendengarannya.

"Siapa, kau?” tanya Charlotte histeris.  “Aku tidak pernah mempunyai urusan denganmu!”

“Aku? Malaikat kematianmu!” Alinka menegaskan kata-katanya.

"Lepaskan aku! Tolong ... hiks ...." 

Xander berjalan ke arah Charlotte, perlahan tapi pasti tangannya terulur pada wajah cantiknya. Dia meraba lembut wajah hingga leher, Charlotte dibuat terdiam olehnya. Xander menatap mata Charlotte secara intens, wajahnya ia condongkan tepat pada bibir Charlotte.

"Apa yang akan kau lakukan, Bastard?" Charlotte memalingkan wajahnya segera.

Bukannya menjawab, Xander mengulum senyumnya tipis. Dia telah membuka maskernya, sehingga Charlotte dapat melihat wajahnya. Xander melirik ke arah Alinka. “Biarkan aku yang memulainya terlebih dahulu, Princess.” Alinka mengangguk tanda setuju, membuat Xander senang.

“Kau menyukai sentuhanku, hm?" tanya Xander memancing, membuat Charlotte  tak berkutik.

Xander tertawa renyah, terdengar mengerikan. Matanya melotot tajam ke arah Charlotte, seakan ingin memangsanya hidup-hidup. Xander mengarahkan tangannya pada leher Charlotte, ia mencekiknya keras, membuat tangisan memilukan ke luar dari bibir Charlotte.

"Ah. Uhuk ... uhuk.” Charlotte terbatuk, saat cekikan Xander terlepas.

“You bastard!” gumam Charlotte pelan, giginya bergemeletuk menahan amarah, dan rasa sakit.

Plak! Plak! Plak! Tamparan melayang berkali-kali pada wajah Charlotte,  pelakunya adalah Xander. Dia terlihat sangat senang membuat orang lain memohon ampun, tanpa bisa terbebas darinya. Sungguh, pemandangan yang luar biasa.

"Wow, amazing! I like it." Alinka berjalan mendekati mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status