Share

The Princess Of Mafia
The Princess Of Mafia
Penulis: Yunisri Azeyla

Planing

  "Bersikaplah seperti halnya air. Terlihat tenang, namun begitu mengerikan."

London, Inggris

Aura mencekam tampak dari salah satu mansion yang terletak di kawasan Britania Raya, lebih tepatnya London. Sepertinya, ada seseorang yang sedang dilanda amarah besar. Entah apa yang membuatnya semarah itu, dari sejak tadi terus saja mengumpat.

"Oh, Shit! Berani bermain denganku, ibarat menjemput kematianmu!" umpat gadis bersurai kecokelatan—menatap bayangan seseorang yang telah pergi dari kediamannya.

"Tunggu saja kematianmu akan segera tiba, Charlotte Anata!" Gadis itu tersenyum miring, menekankan setiap perkataannya.

Jika saja kalian berada di dekatnya, sudah pasti merasakan dingin di sekujur tubuh, atau ... lebih memilih lari terbirit-terbirit menjauhinya. Aura dingin dan menusuk dari gadis tersebut bukanlah hal yang biasa. Wajahnya merah padam menahan amarah, giginya bergemeletuk, tangannya mengepal keras. Ia sangat tidak suka pengkhianatan. Seluruh penghuni mansion tidak ada yang berani mendekatinya, mereka sangat takut untuk mati secara tiba-tiba.

Gadis itu bernama Alinka Grethania Rolando. Gadis yang memiliki paras indah sempurna. Namanya sedang menjadi buah bibir di kalangan masyarakat Britania Raya, hal itu dikarenakan ke-genius-annya dalam berbisnis, hingga memecahkan rekor pengusaha muda ternama di Britania Raya saat ini.

Alinka merupakan pewaris tahta Rolando Corp—perusahaan sang Ayahanda. Kini, dirinya yang memimpin perusahaan tersebut, hingga mencapai puncak kejayaannya. Sementara sang Ayah, kini berada di Amerika. Alinka mulai menggeluti bisnis dari bidang yang semula diperintahkan ayahnya, hingga berbagai macam bidang ia geluti, dimulai dari fasilitas kesehatan, bidang kuliner, fashion, dll.

“Kenapa, Non, ada sesuatu?" tanya pria paruh baya dari belakang.

"Ya. Dia berkhianat padaku." Alinka menjawab.

"Tenang, Non. Kita balas dia!" Pria paruh baya itu menenangkan.

Dia adalah Carlos Pradana—tangan kanan  Alinka. Umurnya sudah berkepala empat, ia ditugaskan oleh Royland—ayah Alinka, untuk menjaga Alinka di mana pun dan kapan pun itu. Carlos adalah orang kepercayaan Royland, hingga ia dipercayai untuk menjaga putri Royland yang kini menjadi majikannya.

"Tentu saja.” Alinka melenggang pergi meninggalkan Carlos yang masih setia diambang pintu.

Alinka melangkahkan kakinya dengan cepat menuju lift yang langsung terhubung dengan kamar pribadi miliknya. Tidak sembarang orang dapat menggunakannya, hanya untuk dirinya sendiri. Dia menekan tombol kecil, lift pun terbuka, selang beberapa detik Alinka sudah berada tepat di kamarnya. 

Segera saja dia merebahkan dirinya di atas king size berwarna putih. Alinka mengacak rambutnya kasar, ia tidak suka dikhianati, lebih tepatnya—benci. Baginya, pengkhianatan itu hal yang harus dimusnahkan, sangat menjijikan. Merasa gerah, Alinka mulai menekan tombol kecil di dekat nakasnya, ia berbicara pada mikrofon memberikan perintah kepada pelayan di mansion-nya.

"Datang ke kamar, siapkan air hangat untukku!" 

Gerah, tetapi mandi air hangat? Bukan gerah body maksudnya, hanya saja pikirannya yang gerah membuatnya ingin merendam di dalam air hangat dengan balutan susu murni yang akan dituangkan ke dalamnya. Hal itu akan membuatnya sedikit membaik, seraya memikirkan sesuatu yang nantinya bisa saja akan terjadi.

Tidak sampai satu menit, pelayan yang Alinka panggil telah berada diambang pintu kamar, tersenyum kikuk ke arahnya. Jujur saja, sebenarnya pelayan itu sangat takut jika Alinka sedang dilanda amarah—takut mati sia-sia di tangan majikannya.

"Permisi, Nona. Saya akan mempersiapkan air hangat seperti yang nona perintahkan." Wanita itu memberanikan diri.

"Lakukan, Lisa!" perintahnya dingin pada pelayan bernama Lisa.

"Baik, Nona. Ditunggu sebentar!”

Lisa melenggang pergi untuk menyiapkan air hangat yang diperintahkan oleh majikannya. Takut, canggung, mengerikan, itu yang dia rasakan sekarang. Baginya, Alinka sangat menakutkan.

Tentu saja sangat menakutkan, seluruh mansion sudah mengetahui seluk beluk Alinka yang sebenarnya. Mereka bekerja untuk Alinka dengan gaji yang tinggi serta resiko yang sangat tinggi. Mereka memegang rahasia besar tentang majikannya, berani mengingkari janji sudah jelas bersiap untuk mati.

"Nona, air hangatnya sudah siap." Lisa tersenyum sambil menunjuk ke arah bathub. Lisa sengaja membuka pintu kamar mandinya.

Alinka melirik sekilas ke arah Lisa, lalu melenggang pergi. Lisa akhirnya pamit meninggalkan kamar tersebut untuk melanjutkan pekerjaannya yang lain.

Hari yang sangat memuakan bagi Alinka, jika pada hari itu terdapat orang yang menentangnya. Penentang baginya adalah seorang pengkhianat, yang wajib untuk dimusnahkan. Bunuh! satu kata yang ada dalam pikirannya.

"Charlotte ... Charlotte. Beraninya kau memutuskan kerja sama denganku. Lihat saja, aku akan segera membunuhmu!" Alinka menyeringai tipis di dalam bathub.

Setelah beberapa menit berada di dalam kamar mandi, akhirnya ritual mandi Alinka selesai. Badannya terasa lebih segar, otaknya tidak terlalu penat. Ia segera bergegas mengambil handuk, berjalan menuju walk in closet.

Alinka memilah setelan yang akan ia gunakan. "Euh, sepertinya aku memakai baju ini saja," gumamnya.

Alinka memilih kaos hitam berlengan pendek, serta celana selutut, rambut digerai panjang, lalu memoleskan sedikit liptint berwarna merah muda. Sangat cantik, meskipun sederhana.

°°°

Carlos sedang berbincang bersama beberapa pengawal, raut wajahnya tampak begitu serius. Entah apa yang mereka bicarakan, sepertinya menyangkut tentang pekerjaan mereka. Wajah Carlos terlihat geram, ia berusaha meredam amarahnya.

"Paman Carlos!" Teriakan Alinka mengagetkannya, begitu pun dengan beberapa pengawal yang sedang berbincang dengannya. 

"I-iya, Nona. Ada apa?" tanya Carlos gelagapan, setengah berlari.

"Ikut aku ke ruang kerja!" Perintah Alinka, tanpa melihat ke arah Carlos.

"Baik, Nona."

Alinka berjalan terlebih dahulu, diikuti oleh Carlos di belakangnya. Mereka berjalan ke arah ruang kerja Alinka yang letaknya tidak jauh, hanya terhalang satu ruangan dari kamar Alinka.

"Masuk!" perintah Alinka pada Carlos.

Carlos segera saja masuk, dan masih setia berdiri. “Duduklah, Paman!” titah Alinka.

"Apa yang akan dibicarakan, Nona?" tanya Carlos seraya membenarkan duduknya.

"Berikan berkas pemutusan kerja sama ini kepada Charlotte." Alinka menyerahkan berkas yang sudah ia tandatangani.

"Nona, menyetujui keputusan Charlotte?" tanya Carlos, dijawab deheman oleh Alinka.

"Apa yang akan nona lakukan setelah ini?"

"Kumpulkan 10 anggota Black Tiger!" ujar Alinka. Lalu Alinka melanjutkan pembicaraannya. "Untuk menghancurkan dia dan keluarganya. Aku ingin mereka mati!" tegas Alinka sinis, membuat Carlos tertegun.

“Apakah Nona telah mengetahui, bahwa ada kabar buruk tentang Charlotte yang akan menyerang mansion ini?” tanya Carlos. Alinka tersenyum tipis.

"Tidak. Lakukan tugasmu dengan baik, Paman! Besok malam, aku akan menghabisinya."

"Baik, Nona. Saya permisi." Carlos mengambil berkas itu, lalu melenggang pergi.

Tidak ada jawaban dari Alinka, dia hanya tersenyum kecut. Niatnya memang sudah kuat, menghancurkan pengkhianat adalah hal yang wajib. Pengkhianat tidak untuk dimaafkan, jika kita yang mengalah, maka akan jadi target mereka selanjutnya. Maka dari itu, harus pandai-pandai bergerak cepat. Charlotte Anata, dia yang akan menjadi targetnya saat ini. Wanita yang secara terang-terangan meminta pemutusan hubungan kerja sama perusahaan dengan Rolando Corp, padahal jelas-jelas telah menyetujui perjanjian di masa lampau. 

Bagi Alinka, itu adalah pengkhianatan. Karena pada dasarnya kerja sama itu telah disetujui kedua belah pihak. Lalu, mengapa Charlotte ingin memutuskannya? Sungguh menjijikan, menjilat ludahnya sendiri. Maka dari itu, Alinka menyetujuinya. Sengaja, dia akan membuat orang itu merasa senang setinggi mungkin, lalu menghempaskannya pada jurang yang sangat dalam.

"Tunggu saja kematianmu, Charlotte Anata!" Seringai tajam terpatri pada raut wajah Alinka.

Drttttt ... Drttttt .... Suara getaran ponsel sedikit mengagetkan Alinka. Ia menatapnya dengan malas, lalu mengangkat telepon tersebut. Alinka tak membuka suara, menunggu seseorang di seberang sana mengutarakan tujuan menghubunginya.

“Halo, Nona Alinka!” sapa seseorang di seberang sana melalui telepon genggamnya.

“Katakan apa tujuanmu, Bryan!” Alinka memerintah tanpa basa-basi. Membuat orang di seberang sana yang tak lain adalah Bryan, terkekeh.

“Rupanya kau sedang tidak ingin berbincang denganku, Nona.”

“Cepat katakan! Atau kau, tidak akan pernah bisa menghubungiku sampai kapan pun itu!” Alinka berbicara penuh penekanan. 

“Kabar terbaru, dua hari lagi orang-orang suruhan Charlotte akan menyerang mansion yang Nona Alinka tempati.”

“Paman Carlos akan segera ke markas. Kau tak perlu khawatir, Bryan. Charlotte tidak akan pernah bisa memorak-porandakan kediamanku.”

Alinka langsung menutup sambungan teleponnya sepihak. Ia telah menduga bahwa akan ada gerak percepatan antara dirinya dan Charlotte. Meskipun Charlotte bukan seorang mafia, dia pasti akan menyewa para pembunuh bayaran kelas atas untuk menghancurkan rekan bisnisnya. Alinka tidak bodoh, ia tahu itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status