Ia menegakkan punggung. Berdiri tegak sambil menatap benci pada ibunya. “Besok jam 12 siang, di kantor pengacara keluarga kita, aku mau kita melakukan tanda tangan penyerahan perusahaan.” “Kalau Mommy tidak datang, jangan salahkan aku bila penyiksaan Hanae naik ke kantor polisi. Kalau Mommy berani menyerang atau membunuhku seperti Mommy membunuh Daddy, semua ini akan menyebar!” ancamnya serius. “Dunia akan tahu betapa Mommy adalah seorang pembunuh berdarah dingin! Mereka akan tahu siapa sebenarnya di balik topeng aristokrat menjijikkan yang Mommy pakai selama berpuluh-puluh tahun!” Sebelum berbalik, ia menegaskan sekali lagi. “Pilihan ada pada Mommy! Apa pun yang Mommy pilih, akulah pemenangnya! Besok siang datang dan tanda tangan, atau semua kebusukan menyebar detik itu juga!” Langkah kakinya lalu berayun menuju pintu keluar. Tidak peduli dengan rintihan ibu yang sudah melahirkannya, Xavion sudah teramat hancur dengan ber
Mendengar pertanyaan putranya, mata Gladys melotot tajam. “Apa kamu sudah hilang akal sehat, hah! Atas dasar apa kamu menuduh Mommy sudah membunuh ayahmu!” Dada wanita beranak satu itu kembang kempis hebat. Wajah merah padam seiring jemari nampak gemetar menahan kemarahan. “Kamu keterlaluan, Xavion!” Akan tetapi, sang pemuda yang sudah frustasi itu hanya tertawa dan menggeleng jengah. “Kalau semua penjahat mengaku, maka aku akan jadi pengangguran. Tentu saja Mommy tidak akan mengakuinya.” “Tapi, aku tahu semua. Aku tahu kalau ternyata Daddy dan Violet Cheng saling mencintai! Dan aku tahu kalau dia sudah beberapa hari pergi dari rumah saat Daddy terbunuh!” desis Xavion. Mata sembab dan bengkaknya menatap Gladys dengan sorot kekecewaan, juga kebencian. Parau suaranya terdengar, “Kesalahan Violet hanyalah meninggalkan baju pelayannya untuk Mommy tetesi darah Daddy.” Gladys kian terengah. Saking marahnya ia berd
Pintu lift terbuka, mereka sudah sampai di lantai satu. Xavion melepas gandengannya pada Hanae dan memilih untuk berjalan dengan jarak sekitar setengah meter di antara mereka.Di tengah lobi ada Ezra sedang menunggu. Kedatangan keduanya ditatap lekat, ia segera berdiri dan melangkah mendatangi. Melihat dua pasang mata bengkak, merah, berair, apa yang harus dia katakan?“Bawalah Hanae pergi. Aku serahkan dia padamu. Jaga dan rawat dia dengan baik. Penuhi janjimu padanya seperti di suratmu dulu. Yaitu, membawanya keluar dari panti asuhan dan memberikan kehidupan yang lebih baik,” ucap Xavion menahan sejuta reruntuhan asa.Ezra mengangguk, lalu mengambil koper Hanae dari tangan sahabatnya. Seolah sebuah simbol di mana setelah ini dia yang akan mengurusi semua hal dalam hidup Hanae. “Aku akan menjaganya dengan sangat baik.”Lalu, ia menatap kepada sang adik angkat. “Kita pergi sekarang, ya?”Hanae tak menjawab. Matanya bergerak menatap ke ara
Suara telapak tangan mengenai kulit wajah nyaring memecah udara di kamar hotel. Hanae menampar Xavion yang sejak pertama diam saja tidak mengatakan apa pun sementara mereka akan berpisah.Kata mereka, jika tidak terasa sakit maka itu bukan cinta ....Keduanya saling tatap. Hanae terisak parah, sementara Xavion menangis dalam diam.Cinta pertama bagi keduanya, tetapi takdir mengatakan mereka harus berpisah saat ini. Tak pernah menyangka saat sedang bercinta dengan panas di atas ranjang kalau ternyata di dalam tubuh mereka mengalir darah yang sama. “Please ... maafkan aku, maafkan aku!” rintih Hanae, membelai pipi kakak tirinya dengan jemari gemetar. “Aku tidak bisa seperti ini, tidak mendengar apa pun darimu!”Ia usap warna merah akibat gambar telapak tangannya di pipi Xavion. Mungkin itu adalah bukti betapa dia sangat mencintai sang lelaki ... sebuah tamparan. “Katakan semua ini tidak benar, katakan kamu mencintaiku dan kita ti
"APA!” pekik Hanae melotot dan napas berhenti begitu saja.Tuan Muda Wu menunjukkan surat kedua. “Ini adalah surat dari ibumu yang bernama Violet Cheng kepada Ma’am Lilac. Mereka adalah kakak beradik.”“Bacalah, di surat ini namamu disebut, begitu pula nama Xavion. Di surat itu juga jelas menyatakan kalau kamu dan Xavion adalah kakak beradik satu ayah.”Ezra menghela lirih, “Aku tidak bermaksud memisahkan kalian. Tapi, kalian memang harus berpisah. Kamu tidak mungkin menjalin kasih dengan kakakmu sendiri, ‘kan, Hanae?”Wajah sang wanita muda pucat pasi mendengar ucapan Ezra. Ia segera menyambar surat itu dan mulai membacanya.Kemudian, Ezra berkata dengan berat hati. “Aku akan menunggu di lobi hotel untuk kalian berpisah. Segera kemasi barang-barangmu dan kita pergi dari sini, Hanae.”“Kamu kemarin mengatakan padaku saat kita makan siang di restoran. Bahwa kalau saja kakak angkatmu yang meminta agar kamu pergi dari Xavion, kamu m
Xavion menjemput Hanae di panti asuhan. Wanita itu terkejut dengan wajah sembab kekasihnya. "Ada apa? Kamu kenapa?”Namun, Xavion hanya menggeleng dan berkata, “Aku tidak bisa menjelaskan padamu di sini. Kita kembali ke hotel sekarang. Aku akan menjelaskannya di hotel.”Hanae terhenyak, “Tapi, aku sedang bersama teman-temanku. Kami sedang mengenang Ma’am Lilac. Kami juga akan mempersiapkan upacara pemakaman untuk be—““Sekarang, Hanae!” engah Xavion sedikit membentak. Hatinya sudah terlalu hancur untuk berdebat. Memandang perempuan yang dia cintai, yang sudah dia tiduri, yang ternyata adalah adiknya sendiri. Lelaki mana yang tidak mau gila kalau begini caranya?Terhenyak karena dibentak, ditambah wajah Xavion yang sudah tidak karuan, Hanae tak berani membantah. Meski ia sangat ingin berada di panti asuhan ini untuk menangisi kepergian ibu angkatnya, tetapi situasi sepertinya tidak bisa membuatnya tetap tinggal.“Aku ambil tasku