Tatapan Arka begitu sinis kepada Zella. Rasa empati dan simpatinya mulai hilang saat Arka di bentak oleh Zella karena tidak usah mencampuri urusannya.
"Nanny ... Tolong siapkan kamar untuk tamu kita. Malam ini biar Gea tidur dengan saya di kamar," titah Arka yang pergi begitu saja tanpa bicara sepatah kata pun pada Zella.Gea melambaikan tangannya saat sang Papah menggendongnya erat dan membawanya ke lantai dua menuju kamar pribadi Papah Gea.Zella hanya bisa diam di tempat dan tertegun menatap gadis kecil yang polos sedang bersedih."Nona ... Kemarilah. Kamarmu sudah siap," ucap Nanny yang berjalan menunjukkan kamar untuk Zella pakai malam ini."Iya," jawab Zella sedikit gugup karena terlalu fokus melihat punggung Arka dan Gea yang terus menatapnya seolah meminta tolong.Zella berjalan menghampiri Nanny dan masuk ke dalam kamar tamu itu. Kamar yang cukup luas dan terlihat sangat nyaman untuk di tinggali."Aku Zella, kamu?" tanya Zella mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan gadis yang ramah itu."Aku Nanny, pengasuh Gea sejak di tinggal Ibunya," ucap Nanny dengan senyum melebar sambil menerima uluran tangan Zella dan keduanya saling berjabat tangan."Ohh ... Sudah lama bekerja disini?" tanya Zella kemudian meletakkan tas kecilnya di meja rias. Zella memang wanita mandiri namun keras kepala. Sekali ia bicara tidak ingin di ganggu maka tidak ada yang boleh mengganggunya."Tiga tahun. Semenjak Gea bayi," ucap Nanny itu sopan."Aku tidak punya baju ganti. Bisa aku pinja pakaian tidur kamu. Mungkin besok aku baru bisa membeli pakaian," ucap Zella pada Nanny."Bisa Nona. Tapi, pakaianku tidak sebaik yang anda punya," ucap Nanny lirih."Tidak apa -apa Nanny. Tidak masalah. Ekhemmm ... Bisa antar aku ke dapur? Aku ingin minum," pinta Zella pada Nanny."Bisa Nona. Mari saya antar," ucap Nanny dengan suara amat ramah.Zella berjalan di belakang Nanny dan mengedarkan pandangannya ke segala penjuru rumah. Rumah ini besar namun terlihat sangat sepi sekali."Sepi sekali? Padahal masih jam sembilan malam. Apa sudah pada tidur?" tanya Zella penasaran sekali."Di sini memang tidak ada yang bekerja nona. Saya hanya bekerja sendiri saja mengurus Gea," ucap Nanny dengan cepat memberikan gelas pada Zella dan membuka kulkas untuk mengambil air dan menuangkan ke dalam gelas tersebut."Tidak ada yang bekerja? Lalu kalian makan bagaimana? Bersih -bersih rumah dan cuci pakaian?" tanya Zella makin penasaran. Sepertinya ada yang tidak beres di rumah ini."Tuan selalu memesan katering atau membeli makanan secara online. Kalau bersih -bersih, setiap minggu Tuan menyewa orang dari yayasan untuk membersihakn rumah. Kalau sehari -hari, saya yang melakukannya. Toh hanya menyapu dan mengepel saja. Itu masih bis asaya lakukan sambil bermain dengan Gea. Cucian pun, Tuan membawanya ke laundry," ucap Nanny menceritakan."Boros sekali. Kenapa begitu? Kenapa tidak ambil asisten rumah tangga saja?" ucap Zella seolah memberikan saran."Tuan tidak mudah percaya dengan orang asing, Nona. Nona adalah orang pertama yang tuan bawa ke rumah ini dan di perbolehkan menginap. Rumah ini sepi dan sunyi tak pernah ada tamu. Paling juga anak -anak yang latihan saja. Itu pun langsung naik ke ruangan atas dari tangga di luar," ucap Nanny menceritakan."Begitu? Aneh ya," ucap Zella sambil meneguk air dingin hingga gelas itu kosong.Nanny hanya tersenyum dan ikut duduk di salah satu kursi makan sambil membuka satu toples berisi makanan ringan."Silahkan di coba. Ini enak," tawar Nanny pada Zella."Ekhemmm ... Ya, terima kasih. Aku mau istirahat saja. Mana baju tidurnya?" tanya Zella pada Nanny."Sebentar," jawab Nanny menuju kamarnya dan mengambil satu daster pendek untuk Zella. Entah cukup atau tidak karen ukuran tubuh Zella yang lebih berisi di banding Nanny yang terlihat masih belia dan mungil.Zella sudah berada di kamar dan mengganti pakaiannya dengan daster pendek yang lumayan lebih adem dan nyaman di pakai walaupun agak sedikit terlihat seksi.***"Bobo Gea ... Ini sudah malam," titah Papah Arka yang masih bekerja di balik layar laptopnya untuk melihat jadwal group musiknya harus pentas dimana lagi.Gea tidak bisa tidur. Gadis kecil itu malah terduduk menatap sang Papah yang masih saja sibuk."Gea maunya tidurnya di peluk," cicit Gea denagn suara manja.Arka menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Hari sudah semakin larut. Mungkin memang ada baiknya, Arka beristirahaat sekarang agar ebsok pagi bisa bangun lebih pagi dan mengajak Gea berjalan -jalan sambil mecari sarapan."Oke. Papah tidur sekarang dan akan peluk Gea sampai pagi," ucap Arka lalu menutup laptopnya dan mematikan lampu kamarnya dan emnyelimuti tubuh mungil putrinya dan memeluknya erat."Pah ...," panggil Gea pelan saat wajah anak dan bapak itu saling berhadapan."Iya Gea? Kenapa?" tanya Arka pada Gea dengan suara lembut sekali."Kenapa Mamah tidak tidur bersama kita?" tanya Gea kemudian."Wanita tadi?" tanya Papah Arka pada putrinya.Gea menganagguk semangat dan menunggu jawaban sang Papah."Dia bukan Mamah Gea. Mamah Gea sudah ada di surga. Gea rindu dengan Mamah?" tanya Arka kemudian. Arka terpaksa berbohong pada Gea, padahal Mamahnya pergi begitu saja meninggalkan Gea yang masih bayi dan Arka saat kondisinya terpuruk."Tapi ... Gea mau panggil tante Zella dengan panggilan Mamah. Boleh kan?" tanya Gea pada Arka dengan nada memohon."Jangan Gea sayang. Takutnya ada yang mendengar dan jadi masalah nantinya," ucap Arka menasehati putrinya.Gea menatap Arka dengan tatapan kecewa dan langsung menutup kedua matanya lalu berpura -pura untuk tidur.Arka menatap sendu ke arah Gea. Arka terlalu berhati -hati kepada siapa ia mempercayakan Gea untuk di urus. Seharian kadang Arka sibuk dengan group musiknya. Arka mengusap kepala Gea dengan lembut hingga Gea benar -benar tertidur.Pagi -pagi buta, Zella sudah terbangun. Sudah menjadi kebiasaannya Zella bangun pagi lalu memasak dan membereskan rumah. Dulu, di rumah besar itu, Zella pun tetap ikut membantu asisten rumah tangganya untuk menyelesaikan semua urusan rumah.Zella bernyanyi kecil dan membuat sarapan pagi sederhana. Ia melihat ada nasi putih yang masih banyak di dalam magicom, dan berniat membuatkan nasi goreng spesial ala Queen Zella.Meja makan itu sudah di bersihkan. Zella mulai menata alat makan dan beberapa gelas serta teko berisi air putih seperti yang ia lakukan di rumah. Beberapa makanan sudah tersaji dengan rapi.Arka menuruni tangga, ia mencium aroma wangi yang tak biasa ada di dalam rumahnya. Jujur, ia makin rindu dengan bau wangi masakan istrinya dulu. Langakh kaki Arka memelan dan menatap Zella yang membelakangi dirinya sambil bernyanyi denagn suasana hati bahagia. Zella nampak sedang membuat kopi untuk Arka, susu untuk Gea dan dua gelas teh amnis untuk diirnya dan Nanny.Saat Zella ingin membawa baki yang sudah tertata beberapa gelas dan ingin membawanya ke ruang makan, Zelal pun terkejut denagn keberadaan Arka yang sedang menatap dirinya tanpa berkedip."Arghhh ... Apa yang kamu lihat?" etriak Zella salah tingkah sambil berusaha menutupi tubuhnya yang seksi dalam balutan adster ketat yang pendek sekali.Arka melongo dan langsung membuang wajahnay lalu berbalik pergi meninggalkan Zella karena keki.Itulah Adzan. Lelaki pemberani dan kuat yang tak akan menyerah dalam situasi apapun. Adzan adalah lelkai yang menjaga harga diri keluarganya. Baginya keluarga adalah prioritasnya. Barang siapa yang mengganggu keluarganya, maka akan berhadapan dan berurusan dengan dirinya.Adzan sudah mematika mesin motornya dan turun masuk ke dalam gedung tua. Disana terlihat Marko sedang bersantai dan minum -minuman keras bersama komplotannya."Marko!! Kamu apkan Ainul!!" ucap Adzan dengan suara yang begitu keras dan lantang. Adzan masuk ke dalam gedung sendirian. Reza dan teman -temannya bersembunyi di tempat lain sesuai arahan Adzan tadi.Marko meletakkan botol minumannya di atas meja dan bangkit berdiri untuk melihat siapa yang memanggil namanya dengan berani. Kedua matanay menyipit dan emnatap tajam ke arah Adzan."Kamu? Adzan bukan?" tanya Marko dengan suara tak kalah lantang.Sebagai pemimpin genk motor, Marko tak boleh terlihat lemah didepan anak buahnya. Apalagi yang datang adalah orang asing
"Umi kenapa sih, Kak?" tanya Ainul pada Adzan yang sambil mencuci piring. Adzan sedang mengelap meja makan dan menutup smeua sisa makanan denagn tudung saji."Umi cuma lelah aja. Cepat Ainul, kamu juga harus istirahat terus belajar. Besok hari terakhir ujian. Kmau harus semangat," titah Adzan lalu menyapu ruang makan dan menyeruknya dan membuang sampah."Iya Kak. Oh ya, Memang Kakak mau ke Mesir juga?" tanya Ainul lembut sambil mencuci tangannya setelah selesai mengerjakan tugasnya."Iya. Biar mimpimu kamu tidak terhenti," ucap Adzan kemudian lalu membuatkan susu untuk Ainul.Adzan memberikan susu itu pada AInul dan menyuruhnya cepat masuk ke dalam kamar. Adzan juga masuk ke dalam kamarnya dan belajar untuk hari terakhir ujian.***Pagi ini, suasana rumah sudah kembali seperti biasa. Pinka dan Sean hanay membeli makanan dari ujung gang rumahnya. Hari ini, Sean ingin memanjakan istrinya agar tidak memasak dan membiarkan membeli semuanya."Tumben makanannya begini," ucap Fatima menatap
Satu jam sudah Ainul bercerita tentang semuanya. Tak ada satu cerita pun yang di lewatkan oleh Ainul. Awal mula cerita tentang Marko dan ancaman Marko hingga Ainul bisa terjebak dalam kehidupan malam MArko.Adzan terdiam sesaat. Ia mencari solusi yang tepat dan cara untuk bicara denagn baik tanpa menimbulkan masalah baru bagi Ainul."Jadi benar itu anak Marko?" tanya Adzan pada AInul yang mengangguk pasrah sambil menunduk.Kedua mata Ainul sudah basah dan tak bisa lagi membendung air mata itu. Adzan memebrikan sapu tangannya kepaad Ainul."Ini ... Hapuslah air mata kamu. Jangan bersedih Ainul. Semua yang sudah terjadi itu adalah takdir. Sekarang bagaiaman kita menyikapi maslaah itu sebagai ujian dan pendewasaan. Ada Kakak, kita bisa cari solusi bersama. Kamu sekarang maunya gimana?" tanya Adzan pada Ainul.Ainul sedang menghapus air matanay dan cairan dari hidung yang keluar begitu saja. Lalu mengangkat wajahnya dan menatap Adzan dengan malu. Wajaah Ainul sudah memerah karena menahan
Adzan tetap setia menunggu Ainul didepan ruang BK. Setelah mencari tahu, ternyata Ainul sedang mengerjakan ujian kemarin yang memang tidak dikerjakan karena tidak masuk.Adzan sudah menyuruh beberapa teman- temannya di Panti untuk mencari tahu keberadaan Marko. Ada kabar berita yang cukup membuat Adzan terkejut.Satu jam kemudian Ainul keluar dari ruang BK dengan wajah lesu dan tubuh yang etrlihat lemas. Adzan menyodorkan susu kotak untuk IAnul setelah melihat Ainul keluar dari ruang BK."Minumlah biar tubuhmu gak lesu begitu. Kasiha janinmu," bisik Adzan pada Ainul.Ainul menatap Adzan yang tidak menatap Ainul dan hanya menyodorkan susu kotak tanpa harus menatap adiknya. Adzan tak tega melihat wajah Ainul yang begitu terlihat kelelahan."Makasih," jawab Ainul pasrah. Ia menerima susu kota itu dan menancapkan sedotan dilubang kotak itu dan menyeruput nikmat. Susu strawberry yang begitu dingin dan manis sungguh membuat kerongkongan Ainul kembali basah dan mEnghilangkan rasa dahaga yang
Ainul masuk ke dalam sekolah dengan perasaan marah terhadap Adzan. Kedua kakak adik itu biasanya selalu akur dan harmonis. Tapi, kini keduanya bagai kucing dan anjing yang siap menerkam satu sama lain.Adzan yang begitu sayang pada AInul terlalu posesif. Ainul yang sedang tertimpa masalah juga egois menyembunyikan masalahnya itu sendirian saja tanpa ingin diketahui oleh siapapun."Ainul? Kamu kenapa kemarin gak masuk? Dipanggil guru BK katanya ingin susulan kapan?" ucap teman Ainul yang memberikan informasi langsung dari gurunya."Oh oke. Makasih ya, Vin. Aku kesana sekarang," ucap Ainul yang merasa ada sesuatu yang tak beres. Dadanya bergemuruh dan perasaannya tiba -tiba menjadi tidak enak.Ainul mengetuk pintu ruangan BK dan dari dalam terdengar sahutan Bu Eri yang menyuruhnya segera masuk."Masuk!""Maaf Bu. Ibu panggil Ainul?" tanya Ainul kemudian."Ohh Ainul? Iya. Ibu cari kamu. Sini masuk. Kemarin kamu tidak masuk kenapa? Tidak ada permohonan ijin atau surat keterangan sakit dar
Keesokan paginya, Adzan tetap merencanakan semua apa yang telah ia rencanakan bersama anak panti untuk mengikuti Ainul kemana pun perginya seharian ini. Adzan sudah duduk manis disalah satu kursi makan sambil menikmati sarapan paginya. Pikiran Adzan jelas sedang bercabang sejak kemarin. Kenapa dihari penentuan nasibnya untuk lulus malah dihadapkan pada masalah besar seperti ini.Sean sudah masuk ke ruang makan untuk sarapan pagi bersama ketiga buah hatinya. Fatima menyusul dengan wajah serius dan Ainul belum nampak sama sekali batang hidungnya. Ada perasaan penasaran dihati Adzan dan ingin menghampiri Ainul ke kamar gadis itu. Tapi Adzan tetap berusaha tenang dan tidak tereburu -buru dengan segala egonya. Ia tidak ingin membuat Pinka, Uminya menjadi khawatir. Perempuan setengah baya itu terlalu peka untuk urusan kecil seperti ini."Mi ..," panggil Abi setelah menyeruput kopi hitam.Pinka pun masuk ke ruang makan sambil tergopoh -gopoh dan membawa telor dadar di piring besar."Iya Bi?