Share

EP 03 - Penjelasan

Ethan menyipitkan mata dari dalam mobil mendapati seorang pemuda asing ada di rumahnya, nampak berbincang dengan dua orang tua Ethan beserta Ella. Entah apa yang mereka bicarakan, namun hal itu membuat Ethan harus diam di dalam mobil selama beberapa saat. Sampai setidaknya pemuda itu kembali memakai sepatunya, lalu berpamitan pergi dengan semua orang. Ethan pun akhirnya turun dari mobilnya.

Ethan masuk ke dalam rumah. Mendapati Ella yang sedang bicara pada dua orang tuanya soal pemuda tadi. Sementara Ethan melirik Ella sinis, kemudian langsung naik ke lantai dua rumah mereka.

Ayah yang menyadari hal itu pun mengernyit. "Kamu bertengkar sama El?"

"Eng? Oh, enggak, kok. Cuma aku bilang mau tidur sampe sore sama Kak El. Makanya dia heran liat aku pulang gini." jawab Ella berbohong. Seperti biasanya, Ethan dan Ella berpura-pura baik-baik saja di depan orang tua mereka.

Ayah pun mengangguk percaya. "Oh, ya udah. Istirahat gih, sana." ujar pria itu sembari menepuk pundak Ella.

Ella mengangguk dengan senyuman tipis. Ia pun beranjak pergi. Namun langkah Ella terhenti di tangga menuju ke lantai dua, di mana kamarnya dan kamar Ethan berada. Ia memperhatikan susunan anak tangga berwarna putih itu. Lalu terdiam.

Ethan pasti akan marah. Ethan pasti akan marah padanya. Ethan pun menatapnya sinis karena dia marah mendapati seseorang berkunjung ke rumah.

Ya, Ethan dan Ella sudah membicarakan soal ini. Mereka tak pernah tahu kapan salah satu dari mereka akan muncul bersamaan. Jadi untuk menghindari hal itu, tak ada teman Ethan ataupun Ella yang boleh datang ke rumah. Apalagi sampai masuk dan berbincang dengan dua orang tua mereka. Sebab Ayah dan Bunda juga tidak pernah tahu bahwa Ethan dan Ella saling menyembunyikan eksistensi satu sama lain.

Dan hari ini Ella melanggarnya. Ethan sudah pasti marah besar.

"Kenapa, Nak?" tanya Bunda mendekat.

Membuat pikiran Ella langsung kembali ke alam sadar. Ia tersenyum tipis, lalu menggeleng. "Nggak papa, Bun. Aku cuma lagi inget-inget, siapa tau ada barangku yang ketinggalan di resto tadi." dustanya, lagi.

"Hm? Ditanya ke temenmu aja, coba."

"Iya, Bun. Nanti deh," jawab Ella. "Aku istirahat dulu, ya."

Bunda mengangguk ringan. Ella pun beranjak naik ke tangga menuju ke lantai dua. Dan benar saja, Ethan sudah menunggu di depan kamar Ella. Ia berdiri bersandar ke dinding sembari melipat dua tangan di depan dada.

"El—"

"Lo bener-bener nggak tau diri, ya."

Ella meneguk ludah. Firasatnya benar, Ethan sudah pasti marah.

"El, dengerin du—"

"Akhir-akhir ini lo selalu cari masalah sama gue, La. Dari minta dianterin ke depan sekolah, sampai minta dianterin nongkrong sama temen-temen lo. Kenapa, sih? Sakit otak lo?"

"Gue nggak mau cari masalah sama lo. Tapi liat saudara lain, El! Mekeka damai normal! Kenapa kita nggak pernah bisa kayak gitu!?"

"KARENA KITA KEMBAR IDENTIK, BRENGSEK!"

Ella terdiam mematung. Dirinya terkejut dibentak oleh Ethan. Pemuda itu menatap Ella tajam, menjadikan sore ini semakin emosional. 

"Lo mau jadi saudara normal pada umumnya? Jangan harap, La." tegas Ethan. "Sampai gue lulus, gue nikah, bahkan gue mati pun, gue nggak mau ada orang yang tahu lo hidup sebagai saudara kembar gue."

Ella terdiam tak menjawab. Matanya melebar, diam membeku menatap Ethan tanpa jawaban.

"Semua kelakuan lo akhir-akhir ini sengaja, kan. Lo mau ngerusak masa SMA gue?"

Ella tersentak kecil. "Nggak. Nggak gitu, El. Gue kan udah bilang—"

"BULLSHIT, BULLSHIT, BULLSHIT! Bisa nggak sih lo berhenti ngomongin omong kosong!? Apa bedanya lo sama Tante Ita sekarang!?"

"NGGAK BULLSHIT KALO LO MAU PERCAYA GUE! KARENA GUE EMANG NGGAK BOHONG, EMMANUEL!"

"LO—" Ethan menahan tangannya sendiri, melayang terhenti ke udara ketika Ella nampak memejamkan mata dan hendak menahan diri dari pukulan Ethan. Ya, Ethan hampir saja kelepasan memukul Ella.

"Brengsek." umpat Ethan. Ia berbalik dan berjalan ke ke kamarnya. "Sekali lagi lo melangkah buat ngerusak masa SMA gue, gue bisa lakuin lebih, La. Gue hancurin hidup lo juga." ancam Ethan terhenti membuka pintu. "Sebagai saudara kembar. Yang saling merasaka sakit satu sama lain." sambungnya kemudian membanting pintu kamar. Hilang dibalik kayu itu. Menyisakkan Ella dan rasa sakitnya, sendirian.

**

Pagi berbeda, sakit kepala yang sama. Ethan menatap dirinya di kaca, memasangkan dasi di tengah kamar yang berantakan. Kebiasaan buruk Ethan ketika bertengkar hebat dengan Ella, merusak barang-barang yang ada. 

Setelah rapi dengan seragam putih abu-abunya, Ethan keluar dari kamar. Namun ia melihat lantai dua yang rasanya sepi. Membuat Ethan mengernyit, namun memutuskan untuk langsung turun ke ruang tengah. 

Namun di sana pun sama, sepi. Warnanya berbeda karena tidak ada Ella dan segala ocehan cerewetnya di pagi hari. 

"Ella belum turun, Nak?" tanya Bunda sembari menyiapkan sarapan.

"Hm?" Ethan mengangkat alis, terkejut. Biasanya anak itu bangun dan siap lebih pagi. Ethan kira Ella sedang berjuang dengan sakit perut di toilet. 

"Dibangunin gih, adik kamu. Nanti telat loh,"

Ethan mendengus pendek, kemudian berdiri. Tak banyak bicara, ia langsung naik kembali ke kamar Ella. Kemudian mengetuk pintu. "Heh, bangun! Lebih dari ini gue nggak ngaterin lo, ngerti?"

Namun tak ada sahutan dari sana. Tidak terdengar juga suara gaduh Ella yang bersiap-siap. Membuat Ethan semakin jengkel.

"Emanuella! Brengsek! Bangun!" ujarnya lebih keras sembari mengetuk pintu secara arogan.

Hingga terdengar sebuah suara sahutan serak, pelan.

"Gue nggak berangkat, El. Gue sakit."

Ethan terdiam mendengar itu. Ya, sore kemarin memang hujan. Ella pergi nongkrong bersama teman-temannya dengan ojek online sementara Ethan naik mobil pergi menemani Jennifer kencan. Imunitas Ella memang buruk. Lalu kalau dia kehujanan dan sekarang sakit, apa itu salahnya? Haha, lucu sekali.

Imunitas Ethan bahkan jauh lebih buruk dari Ella.

"Ella sakit, Bun." kata Ethan memberi tahu Bunda sembari berjalan turun. Kemudian ia duduk memakan sarapannya dengan tenang di depan Ayah.

"Aduh, firasat Bunda bener. Ella kena hujan sekali aja tumbang," Bunda menghela napas kemudian berjalan naik ke lantai dua. Meninggalkan suami dan anak yang sudah ia sediakan sarapan pagi ini.

Melihat Bunda yang naik ke kamar, Ethan meneguk ludah. Ah, tapi kan Ethan sudah mengunci pintu kamarnya. Sekali pun Bunda punya kunci cadangan, lalu membuka pintu kamar Ethan juga dengan entah apa tujuannya, kamar anak laki-laki kan memang normalnya lebih berantakan dari kamar perempuan. Seharusnya tak jadi masalah. Bunda hanya akan mengomel, tak menayakan apa yang terjadi.

"Mau berangkat sama Ayah, Kak?" 

Tawaran Ayah menarik pikiran Ethan kembali ke alam nyata. Pemuda itu mendongak menatap Ayah, lalu menggeleng dengan senyuman tipis. 

"Kamu berangkat sendiri, loh. Nggak kesepian?"

Malah lega dong nggak ada Ella, brengsek.

Ethan menahan jawaban itu dalam hati. Ia tersenyum tipis di depan ayahnya. "Aku bisa diledek temenku kalo berangkat sepagi ini. Biasanya kan nganter ke sekolah Ella dulu."

"Hm? Terus kamu mau ke mana dulu?" tanya Ayah.

"Aku? Nonton Spongebob, lah." jawab Ethan terkekeh pelan. Ia meraih remote TV dan makan sarapannya di depan alat elektronik itu. 

Ayah hanya tertawa pelan melihat kelakuan anak laki-lakinya yang masih saja menonton kartun di usia 18 tahun. 

Sementara itu, Ethan melirik ponselnya ketika muncul sebuah notifikasi chat.

05.50 AM

Jennifer: Gm buddy, how it is?

Dua sudut bibir Ethan sontak naik membaca nama pengirim pesan itu. Ya, kemarin ia memang sempat bertukar nomor dengan Jennifer. Mereka memutuskan untuk melanjutkan semuanya. Ethan tak berpikir lebih. Berteman dengan gadis asing seperti Jennifer sepertinya akan sangat mengasyikkan. Semoga saja Linda tidak salah paham.

Oh, tunggu, gadis itu. Pacarnya. Kapan terakhir kali mereka berangkat bersama?

"Mau ke mana, Kak?" tanya Ayah begitu melihat Ethan tiba-tiba meraih jaket dan kunci mobil. 

"Berangkat. Duluan, Yah!" kata Ethan mengambil sepatu dan memakainya cepat. Tak sempat menicum tangan Ayah.

"Itu Spongebobnya belum selesai!" kata Ayah, lagi. Tapi tak dihiraukan Ethan yang sudah beranjak pergi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status