Share

06. Voting

Penulis: Maria Goreti
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-14 12:23:22

“Sudah, sudah. Hentikan,” kata Papa As masih meninggikan suaranya.

“Benar kata Pak As. Kalian berdua juga tidak akan selesai denngan perdebatan kalian. Kami di sini hanya sebagai penonton. Kalian berdua bisa menyelesaikannya di tempat yang lain. Bagaimana kalau kita lakukan voting? Saya lihat tidak akan selesai dengan perdebatan di sini,” kata salah satu anggota direksi yang netral tidak memihak siapapun.

     Mereka yang berada di ruang saling melihat dan mengatakan satu sama lain.

“Setelah voting. Apakah bisa mendapatkan jawaban untuk masalah ini? Masalah tentang rasa wine yang baru.” Salah satu anggota direksi yang berpihak pada Mos menanyakan.

“Bisa,” jawab anggota direksi yang netral.

     Aga sendiri setuju dengan voting ini, tetapi dia masih penasaran dengan rasa yang baru. Jika tidak ada masalah tidak akan mungkin ada keributan dan perdebatan seperti ini.

     Aga masih tetap penasaran dengan rasa tersebut, tetapi tidak mungkin dia mencicipinya di pabrik. Mata-mata mereka pasti akan bertanya-tanya.

“Bagaimana Ga, kamu setuju untuk voting?” tanya Mos dengan dilakukan voting ini.

     Lagi-lagi, semua pasang mata melihat ke arah Aga. Sekarang mau tidak mau, Aga harus memberikan pendapatnya.

“Iya setuju,” jawab Aga dengan berat hati.

     Aga sudah menebak hasil voting ini akan berakhir di Mos. Salah satunya karena Aga belum menunjukkan kinerjanya, tetapi dia yakin jika rasa baru yang dibanggakan bisa diperbaiki. Kecuali jika tidak bisa memang harus membuat rasa yang baru.

“Silakan dilakukan votingnya,” kata Mos tersneyum melihat Aga karena yakin dengan hasil akhirnya.

     Salah satu karyawan membawa kotak transparan, sedangkan mereka menulis nama Mos atau Aga pada selembar kertas kecil.

     Aga sendiri tidak bisa menebak siapa saja yang memihak padanya atau setidaknya memandang Papa As untuk memilihnya.

“Semoga saja dengan hasil voting ini bisa mempercepat proses produksi,” kata salah satu anggota direksi yang memihak Mos.

     Aga menyadari posisinya di perusahan lebih tepatnya di ruang rapat, posisinya tidak memiliki kekuatan untuk melawan mereka. Apalagi, dia baru saja masuk hari ini ke kantor. Itu pun karena Papa As yang mengajak.

“Tenang saja, Ga. Kamu pasti terpilih kok. Tidak perlu cemas. Aku ikhlas,” kata Mos tersenyum sinis pada Aga.

     Aga tidak membalas perkataan Mos karena akan membuang waktu dan justru akan menjadi perdebatan seperti tadi. Dia masih berkutat dengan pikirannya. Dia masih penasaran dengan rasa wine yang baru.

     Aga melihat direksi yang memihak Paman Bimo dan Mos pastilah memilih sedangkan yang berpihak pada Papa As mau tidak mau memilih Aga walaupun mereka tahu hasil akhirnya.

“Waktunya menghitung hasilnya,” kata salah satu anggota direksi yang netral.

     Aga merasa jantungnya berdegub sangat kencang walaupun bisa menebak hasil akhirnya. Dia juga tidak tahu yang dirasakannya. Papa As menatapnya seolah membutuhkan bantuan. Bantuan seperti apa, Aga juga tidak bisa menolongnya.

     Aga menyentuh layar ponsel yang diletakkan di meja. Dia melihat jam menunjukkan pukul 11.00 siang. Dia tahu jika adiknya tidak mungkin untuk makan siang dengannya.

“Hasil voting,” kata salah satu anggota  direksi yang netral.

     Semua pasang mata melihat ke arah papan yang tertulis hasil akhir. Beberapa dari mereka tersenyum karena hasilnya sesuai dengan yang mereka harapkan.

“Hasil voting. Moscarosa Brawijaya dengan jumlah yang terbanyak.”

     Suara tepuk tangan memenuhi ruang rapat, tetapi beberapa yang memilih Aga banyak yang menggerutu. Mereka ke luar dari ruang rapat karena kesal dengan hasil akhirnya.

     Di ruang rapat masih terdapat direksi yang memihak salah satu dari Papa As dan Paman Bimo.

“Aga,” panggil Mos yang membuat Aga mampu menatap matanya.

     Aga tidak menjawab panggilan Mos.

“Maaf, mereka banyak memilihku. Nilaiku terbanyak,” kata Mos denagn tersenyum sinis dan terlihat kebahagiaan di wajahnya.

“Pak Bimo dan Mos, kita perlu mengadakan acara makan untuk mengucapkan selamat,” kata salah satu anggota direksi yang memihak mereka.

“Iya, kita akan lakukan. Pesanlah tempat dengan makanan yang mahal,” kata Paman Bimo menatap tajam pada Papa As.

“Maaf, Ga,” kata Mos menyindir Aga.

“Kamu harus banyak belajar dahulu. Pelajari dahulu tentang perusahan yang sudah dibesarkan oleh Kakek Aga. Nama kalian berdua sama bukan berarti rezeki sama. Berbeda,” kata Mos menekan kata berbeda.

“Hari ini beruntungnya diriku. Dewi fortuna berada dipihakku,” kata Mos tidak henti-hentinya merendahkan Aga.

     Aga hanya diam tanpa membalas apa pun. Sikapnya inilah yang mudah direndahkan oleh orang lain termasuk sepupunya sehingga Mos berhasi menjatuhkan Aga dengan sekali tepukkan.

“Ga, katakan sesuatu sebagai kalimat terakhir. Ups, saya lupa kamu masih mau berada di perusahaan ini. Mungkin ada jabatan yang tepat untukmu,” sindir Mos.

     Aga melihat Papa As ke luar dari ruang rapat. Dia tahu jika tidak dapat membantu Papanya dan hanya memberikan beban pada beliau. Namun, dia diminta pulang juga karena beliau yang memintanya.

     Aga mengingat setiap perkataan Mos. Bahkan satu kata pun tidak akan dia lupa, tetapi hati kecilnya mengatakan untuk tidak membalas. Jika suatu saat, Aga membalas tidak ada bedanya dengan Mos. Justru akan memperburuk keadaan.

“Terserah apa yang mau katakan, Mos,” kata Aga yang akhirnya mau bicara.

“Ups, kamu berbicara denganku. Aku pikir kamu hanya berbicara omong kosong saja. Jangan anggap aku ini santai. Memang kita sepupu dan kamu adalah kakak sepupu, tetapi ini perusahaan, Ga. Kamu tidak bisa seenaknya dan santai denganku.”

“Apa kamu memperingatkanku?” tanya Aga yang membuat Mos mengepal tangannya.

“Iya anggap saja. Aku tidak mau kamu masuk perusahaan. Alasannya? Karena kamu baru anak kemarin sore. Saya tidak mau rencana yang sudah saya bangun menjadi rusak gara-gara kamu yang tidak tahu apa-apa. Ke luar saja, Om As sudah ke luar dari ruang ini.”

“Kalau aku tidak akan ke luar. Kamu saja yang ke luar.”

     Aga tidak akan sama dengan Mos. Dia berpikir jika dia ke luar ruang rapat, dia tidak bedanya dengan Mos. Dia harus bertahan di ruang rapat sampai Mos dan pengikutnya ke luar.

     Aga melihat Mos tersenyum.

“Apa kamu bisa Ga kerja di perusahaan. Kehidupan di luar rumah lebih nyaman untuk apa kamu pulang. Tidak ada gunanya, Ga. Dahulu juga aku memberitahumu, kamu ini tidak bisa apa-apa tanpa bantuan Om As. Kamu untuk apa pulang. Yang pasti jangan bersikap santai denganku. Di sini.”

     Aga mengepal tangannya dan wajahnya memerah seperti memakai perona pipi. Dia merasa harga dirinya jatuh.

“Kita ke luar saja, Mos,” ajak salah satu anggota direksi.

“Iya, Pak. Kita makan-makan untuk merayakan keberhasilan ini. Besok kita kerja keras lagi. Nanti orang yang di sana akan menganggap kita santai.” Mos menunjuk Aga.

     Aga memilih diam lagi, tetapi diam bukan berarti takut lebih tepatnya dia mengalah. Bagaimanapun juga Mos masih sepupu dekatnya.

     Aga melihat Mos dengan pengikutnya berjalan ke luar dari ruang rapat dan Paman Bimo mengikuti berjalan di belakang mereka.

“Lihat saja. Aku pasti akan membalas. Aku ingat setiap perkataanmu,” kata Aga mengepal tangannya.

     Aga berpikir keras untuk mendapatkan apa yang seharusnya menjadi miliknya. Dia ingin mengambil semua yang menjadi miliknya. Dia akan berusaha lebih keras lagi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Agus Pribadi
bukan mengalah memang dasar GK punya skill dan kepintaran
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • The Rich Man Passion   57. Sea dipecat dan Aga menghilang (End)

    “Aku permisi Om,” pamit Mos pada Papa As. Papa As tidak menjawab. Saat ini beliau hanya penuh emosi. Tanpa menunggu lama, sopir pribadi membawa Mos ke pabrik dengan mobil pribadi. Sepanjang perjalanan, Mos hanya tersenyum puas. Gerak secepat menangkap nyamuk. Sesampainya di pabrik, tanpa menunggu mobil menempatkan di tempat parkir. Mos turun dari mobil lebih dahulu. Dia ingin menemui pimpinan pabrik. Satu kali melihat, Mos dengan cepat menemuka keberadaan pimpinan pabrik. Mos melambaikan tangan untuk memberi tanda memanggil pimpinan pabrik.“Mas Mos memanggilku?” tanya pimpinan pabrik.“Iya, Pak. Aga di mana?”“Mas Aga ada di sana.” Pimpinan pabrik menunjuk Aga yang berada di tempat pemilihan anggur.“Ada satu hal yang harus aku beritahu. Terkait suatu perinta dari Om As.”“Maksud Mas Mos pesan dari Pak As, papanya Mas Aga.”“Iya. Beliau ingin menyampaikan suatu hal dan beliau meng

  • The Rich Man Passion   56. Rencana Mos

    Suara ketukan pintu kamar Aga.“Iya, aku sudah bangun. Aku akan turun.”“Iya, Mas Aga.” Pagi ini Aga Brawijaya bangun melewati waktu seperti biasanya. Dia juga sudah bangun ketika suara ketukan pintu tanda membangunkannya.“Aku ingin berolahraga tetapi rasa malas terus menghampiriku,” kata Aga melihat dirinya di cermin untuk ukuran full body. Aga masih menggunakan seragam kebesarannya yaitu pakaian untuk tidur. Dia belum memilih mandi untuk menyegarkan tubuhnya dengan wangi sabun mandi kesukaannya.“Mandi tidak ya. Aku malas sekali mau pergi ke kantor atau pabrik. Ada apa denganku hari ini? Apakah rasa malas mulai menghampiriku?” tanya Aga pada dirinya di cermin seolah dia ingin mengkoreksi.“Mandi sajalah sebelum ada suara ketukan pintu lagi.” Aga berlari kecil menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.Aga menyelesaikan mandi dengan cepat. Dia keluar

  • The Rich Man Passion   56. Mos mencurigai Aga

    “Siapa kamu?” tanya Aga memberanikan diri menoleh ke belakang.“Astaga. Kamu Ben,” teriak Aga.“Maaf, Mas Aga membuat terkejut.”“Itu tahu. Kamu kenapa berdiri di belakangku?”“Tidak papa. Aku mencari Mas Aga tidak ketemu. Aku pikir orang lain. Maaf, Mas Aga.”“Tidak papa. Kamu mencariku pasti ada yang mau kamu beritahu. Apa itu?”“Aku mau memberitahu tentang peluncuran dan desain dan nama yang baru.” Aga mengangguk.“Iya. Aku sudah tahu itu. Aku akan biarkan mereka untuk memproduksi. Aku tidak akan ikut campur setelah itu.”“Ikut campur pun tidak akan jadi masalah, Mas Aga. Mas Aga menyadarinya?”“Iya. Aku sadar kalau aku direkturnya. Aku bebas untuk melakukan apa pun.” Aga terdiam sesaat memikirkan resiko yang akan dia dapat tetapi sudah siap. Dia harus bisa menyelesaikannya kelak.“Mas Aga sudah lihat pemilihan anggur-anggurnya?” tanya Ben memecakan lamunan.“O, sudah. Anggur-anggurnya seka

  • The Rich Man Passion   54. Pabrik adalah rumah kedua

    Suara ketukan seorang pelayan di pintu kamar tidak akan membuat Aga bangun kecuali bunyi jam weker yang akan membangunkannya dari mimpi yang indah. Kring, kring, kring.“Jam berapa ini? Kenapa sudah berbunyi saja? Ini masih pagi.” Aga berusaha menggapai jam wekeryang terletak di kasur dan jauh dari gapaian tangannya.“Sini, sini kamu.” Aga tetap tidak bisa mengambil jam weker“Kena.” Aga melihat waktu pada jam weker dengan mata terbuka lebar.“Astaga sudah jam 6 pagi.” Aga melempar sembarang selimut dan jam weker. Dia berlari ke kamar mandi karena dia tidak perlu cemas dengan air panas atau handuk yang lupa dibawa. Byur, byur, byur.“Akh segar sekali.” Aga mengambil shampo dengan wangi yang disukainya. Dia membersihkan tubuhnya dan keluar dengan balutan handuk menutupi seluruh tub

  • The Rich Man Passion   53. Makan malam Keluarga Brawijaya

    “Mas Aga, apakah ada hal yang serius? Maaf jika pertanyaanku lancang.”“Tidak serius juga sih Ben. Mama hanya memberitahu jika Kakek mengundang mereka. Kamu tahulah mereka itu siapa.”“Iya, aku tahu. Mungkin Mamanya Mas Aga tidak ingin anaknya dikecualikan.”“Iya sepertinya begitu Ben.”“Aku pikir ada hal serius yang terjadi. Sekali lagi maaf untuk kelancanganku.”“Iya Ben. Tidak jadi msalah. Aku tidak bisa mengajakmu, Ben.”“Tidak papa Mas Aga.”“Ben, cari supermarket terdekat. Aku akan membeli sesuatu untuk dibawa ke rumah. Setidaknya ada yang aku bawa,” kata Aga tersenyum geli.“Aku tahu supaya Mas Aga tidak dibully lagi oleh Mos karena datang dengan tangan kosong.”“Sekarang aku tidak takut lagi dengannya. Aku akan ingat jika di dalam perusahaan tidak ada status untuk saudara atau sepupu sekalipun. Benar bukan perkataanku?”“Iya benar. Maaf jika selama ini kesannya aku membuat Mas Aga menjadi jahat.”“Tidak kok Ben.”“Aku sangat senang.”“U

  • The Rich Man Passion   52. Desain yang baru

    “Tidak ada Mas Aga. Ada keperluan apa Mas Aga? Mungkin bisa dibantu.” Kepala departemen desain menymabut Aga dengan hangat.“A, ini aku mau memberikan ini. Aku mau membuat desain baru pada wine yang sedang aku kerjakan.”“Kalau begitu silakan masuk. Mas Aga mau minum teh?”“Tidak. Terima kasih.” Aga mengikuti kepala departemen masuk ke ruangannya. Crekkk.“Silakan duduk, Mas Aga.”“Iya. Tidak perlu repot. Aku hanya mau memberikan desain milikku. Bisa minta tolong dilihat?”“Iya, Mas Aga.” Aga melihat kepala departemen melihat desain dan tersenyum. Aga tidak tahu ini pertanda baik atau ada perbaikan dalam desain yang pasti Aga menginginkan seperti itu. Lebih lanjutnya jika ada perbaikan, Aga bisa memaklumi.“Bagaimana?” tanya Aga dengan wajah tegang.“Bagus kok Mas Aga. Hanya saja bolehkah diperbaiki sedikit dan diberikan sentuhan?”“Boleh. Silakan. Jika diperbaiki bisa memb

  • The Rich Man Passion   51. Saran dari Ben

    Aga melihat pimpinan pabrik yang berdiri tidak jauh darinya. Beliau salah tingkah setelah meyakini bahwa Aga melihatnya. Aga hanya membalas dengan senyuman dan sebaliknya.“Mas Aga senyum sama siapa?” tanya Ben melihat sekeliling.“Senyum dengan seseorang yang aku yakin dia pasti tahu.”“O.”“Kamu yakin dengan apa yang kamu katakan sebelumnya?”“Iya, aku yakin Mas Aga.”“Aku tidak menyangka akan terjadi juga. Padahal aku sudah menepis akan terjadi.”“Mas Aga hanya perlu berhati-hati saja. Seseorang yang memiliki sikap berubah secepat kilatan petir tidak mungkin tidak ada maksud tersembunyi di dalamnya.”“Iya. Aku tahu itu tetapi ini Mos. Dia sepupu yang dekat denganku.”“Memang ada sepupu lain yang dekat dengan Mas Aga? Anak Pak Bimo hanya Mos.” Ben membela dengan pendapatnya.“Iya sih. Maksudku aku dekat dengan dia.”“Ini perusahaan Mas Aga. Tidak ada kedekatan atau apa pun itu. Ingat Mas Aga. Jabatan yang sudah dicapai dengan

  • The Rich Man Passion   50. Pabrik lagi

    Aga mengendarai mobil dengan kecepatan penuh. Dia tidak peduli dengan suara klason dari mobil lainnya karena memperingatkan untuk berhati-hati dengan kecepatan mobil. Dia hanya berpikir bagaimana cara supaya cepat sampai di pabrik. Ya pabrik lagi yang akan dikunjunginya.“Huft akhirnya sampai juga.” Aga menepikan mobil di bawah pohon yang rimbun. Dia melepas seal belt dan mengambil ponsel di jok mobil. Dia keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu pabrik yang terbuka lebar. Sayangnya tidak ada karpet yang digelar.“Selamat pagi, Mas Aga,” sapa salah seorang pekerja pabrik.“Tunggu. Aku mencari pimpinan pabrik di mana?” tanya Aga padanya.“Itu di sana, Mas Aga,” tunjuknya.“Terima kasih. Lanjutkan pekerjaanmu.”“Iya, Mas Aga.” Aga mempercepat langkah kakinya dan pimpinan pabrik menyadari jika dia sedang dicari. Hal yang sama dilakukan oleh pimpinan pabrik untuk mempercepat langkahnya. Be

  • The Rich Man Passion   49. Proses produksi wine

    “Iya, Mas Aga,” jawab pimpinan pabrik seraya berjalan menjauh dari Aga dengan tatapan tanda tanya besar di wajahnya dapat digambarkan. Ben berjalan menghampiri Aga.“Kenapa Mas Aga?” tanya Ben yang berdiri di sampingnya.“Itu pimpinan pbarik. Aku mengatakan kalau besok akan memberitahu produksi wine.”“Apakah akan diproduksi dalam jumlah banyak?”“Iya. Aku juga mau tahu reaksi masyarakat. Kita bisa ambil kembali produksi yang lama. Lalu untuk kemasan bisa bedakan sedikit atau diberi pemberitahuan. Kalau sudah memiliki rasa yang enak.”“Iya, Mas Aga. Aku akan mengatakan pada departemen desain.”“Beritahu aku dahulu. Setelah jadi desainnya.”“Iya, Mas Aga.”“Masih sore, aku mau lihat ke sana dahulu.”“Apakah aku harus ikut?”“Tentu saja, Ben.”“Iya, Mas Aga.” Mereka berdua berjalan ke tempat pemilihan anggur. Terdapat banyak pekerja baru di sana. Mereka terlihat akrab, beberapa dari mereka sudah me

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status