Aku mencoba yang terbaik, tapi sepertinya kamu tidak bisa mendengar dan melihatnya. Aku tidak tahu sampai mana bisa bertahan.
~ Tiara Alyana ~
***
Brak! DUAR!
Tiara dikejutkan dengan suara gebrakan meja dan ledakan dari tubuh Astro secara bersamaan. Ia sampai terbatuk-batuk dari kebulan debu yang dihasilkan, pandangan pun menjadi kabur. Tiara melihat keadaan sekitar saat kabut sudah menipis, hal pertama yang ditemukan adalah tubuh Astro menjadi sangat besar seperti raksasa. Tiara menganga dan matanya membulat, ia tahu persis jika itu adalah wujud Astro sebagai Raja Iblis.
Saat bertarung dengan Ammon di novel Theós of Authority, wujud inilah yang Astro gunakan. Sulit menenangkannya jika seperti ini, karena Astro sudah terpengaruh dengan roh jahat, hingga menutup semua perasaannya dalam dendam yang begitu besar.
Setelah mengetahui itu, Tiara tidak melarikan diri dan malah mengamati Astro dengan seksama.
“Nona, segeralah pergi! Akan bahaya jika Tuan Astro sudah seperti ini.” Omili tiba-tiba datang menarik lengan Tiara.
Namun Tiara bergeming, ia ingin menjelaskan alasan dari perbuatannya. “Astro, dengarkan aku. Cerita sebelumnya sudah selesai, sekarang kita bisa mulai lagi dari-“
“KHAAYY!!!” teriakan Astro menggoncang istana.
Astro sudah tidak peduli apa yang akan Tiara katakan, baginya itu hanyalah omong kosong belaka. Kalimat yang terus berputar di kepalanya saat ini adalah 'Tiara lah yang salah, Tiara lah yang harus disalahkan, dan Tiara lah yang harus bertanggung jawab'. Akal sehat dan hati kecil Astro tertutup oleh kegelapannya sendiri.
“Nona, ayo cepat pergi. Tidak ada waktu lagi! Istana akan runtuh.” Sekuat tenaga Omili menarik Tiara keluar dari istana. Omili teringat peristiwa saat Astro bertarung dengan Ammon, kebengisan Astro yang tidak pernah dilihatnya. Omili bahkan bisa merasakan aura membunuh yang sama saat ini, sangat mencekam hingga membuatnya sulit untuk bernapas.
Tiara kini melihat tubuh bulat Omili menjadi putih. Dengan karakternya yang pengecut, yang berani melakukan hal buruk semaunya karena mendapat perlindungan dari Astro. Omili tetap berusaha menyelamatkan Tiara, walau Astro dapat membunuhnya saat ini juga.
Seketika Tiara baru teringat hal yang dapat menaklukan Astro, yaitu perang dan dikalahkan oleh Dewa Ammon. Itu adalah akhir cerita dari novel Theós of Authority.
Puing-puing bangunan istana mulai runtuh dan hampir menimpanya, Tiara yang akhirnya memimpin pelarian menarik Omili seperti layang-layang. Sebenarnya Tiara ketakutan sampai tubuhnya menggigil, tapi langkahnya untuk berlari tidak bisa berhenti karena dihantui perasaan terus dikejar sakin ketakutannya. ‘Apa ini aura sesungguhnya dari kekuatan Astro? Ini sangat mengintimidasi.’ Ia tidak lagi berpikir kembali pulang, bertahan hidup saja sudah sangat bersyukur.
***
“Aku sedih melihatnya, padahal kalian membangunnya kembali dengan usaha yang keras. Omili, Istana sudah jadi abu, kota sudah jadi rongsokan sampah, panas kalau terus-terusan di sini. Aku menyesal memberikan kekuatan api pada Astro,” keluh Tiara, ia dapat melihat semua keadaan dari luar. “Mana sempit lagi, dietlah sebelum kamu sebesar bola basket.”
Sebelumnya mereka kabur tanpa arah. Sampai pada kawasan pembuangan sampah di istana, dengan logika pendek dan resiko yang besar. Tiara mengusulkan untuk bersembunyi di dalam kotak kardus bekas yang hanya buat saat ia merungkup dengan tambahan tubuh kecil Omili.
Omili memutar matanya malas. Terlihat jelas Tiara sedang ketakutan, tapi bisa-bisanya membicarakan hal yang tidak berguna. “Yang dengan bodohnya membawa saya ke kotak kertas ini siapa? Berhentilah mengeluh, ubah saja kekuatan Tuan Astro menjadi kekuatan es sekarang juga, tapi Nona bahkan tidak tahu cara menggunakan kekuatan.”
“Benar juga ya! Tapi ... kalau dipikir, es jauh lebih berbahaya. Aku tidak mau mati membeku.”
Omili hanya bisa menahan dirinya menanggapi ide tidak bermanfaat Tiara.
“Lalu sampai kapan kita bersembunyi di sini?”
“Sampai para dewa datang,” jawab Omili tak minat.
“Maksudnya karena aku Dewi, aku harus menghadapinya?”
Omili semakin kesal dengan Tiara di saat seperti ini, ia sendiri pun tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti Tiara sebagai pelindungnya. Belum sempat Omili melayangkan protesnya, sekarang kardus yang digunakan untuk tempat persembunyian sudah terangkat. Terpaan angin begitu kencang menghantam kedua makhluk itu. Betapa terkejutnya mereka melihat Astro raksasa terlihat seperti seorang psikopat yang sedang mencari mainannya.
Omili yang ketakutan langsung terbang terbirit-birit entah kemana. Berbeda dengan Tiara yang malah menampilkan cengiran bodoh khasnya. Itu adalah reaksi tidak wajar yang Tiara berikan, karena sudah tidak tahu harus melakukan apa. Kakinya keram dan sulit digerakkan karena terlalu lama bersembunyi di tempat yang sempit, ditambah ia takut setengah mati.
“Tempat persembunyian yang bodoh! Tidak ada gunanya Nona kabur, tidak ada tempat untuk Nona melarikan diri tanpa seizin saya. Tentu saya akan memberikan izin, tapi setelah Nona bertanggung jawab. Gunakan kekuatan Nona untuk membuat cerita yang adil! Kenapa diam saja?! Ah ... Atau Nona ingin mati dan dunia imajinasimu ini juga ikut musnah? Itu lebih baik dari pada hidup dengan tidak ada keadilan seperti ini.”
Deg! Tiara merasa tidak asing dengan dialog itu. “Aku akan hancurkan kalian semua! Lebih baik dunia Suku Dewa musnah dari pada hidup dengan tidak adil seperti ini.” Benar, itu dialog yang serupa saat Tiara ingin memunculkan kekuatan Ammon pertama kalinya. Itu adalah adegan Astro di masa kecilnya yang akan menghancurkan dunia Suku Dewa. Astro yang iri dengan Ammon selalu mendapatkan lebih banyak perhatian daripadanya, padahal Astro selalu lebih unggul dari pada Ammon dalam bidang apapun.
Tiara membulatkan matanya melihat bola asap berwarna hitam keluar dari tangan kiri Astro mengarah padanya. Ia menggeleng tidak percaya jika akhir hidupnya akan secepat ini di dunia antah-berantah.
‘Jika saja gue punya payung anti kekuatan Astro, seenggaknya gue bisa bertahan hidup sampai para Dewa datang’. Tiara hanya bisa mengesot sebisanya untuk menjauhkan diri dari kekuatan yang akan menyerangnya.
Menatap horror bola hitam yang seakan sudah di depan mata. Dengan kedua tangan menyilang di depan wajah, Tiara memejamkan matanya. Ia menyerah dengan apa yang terjadi selanjutnya. ‘Astro sudah sepenuhnya dikendalikan roh jahat. Aku tidak ingin mati konyol seperti ini’. Air matanya mengalir mengingat kembali kehidupannya di dunia nyata, orang tua yang ia tinggal, fans yang menunggu, dan cintanya yang masih belum terbalas.
DUAR!
Setelah membawa Tiara pergi dari perkenalan resmi, Astro memerintahkan Omili untuk melayani dan mengawasinya gadis itu. Astro yakin kerubutan tidak hanya pada Bangsawan Suku Iblis, Dewa Petinggi pun pasti tidak akan tinggal diam. Hingga situasinya saat ini Tiara menjadi tidak aman karena dianggap sebagai objek yang tidak biasa. “Hormat saya Tuan Astro.” Ograien datang ke kamar Astro, namun ia tidak sendiri. Sosok dengan energi Dewa ikut hadir. “Salam hormat kepada Dewa kami, Dewa Kematian.” “Golden?” Sosok yang sudah lama tidak Astro temui. Bukannya tidak sama sekali, dalam beberapa kesempatan Dewa Golden memang hadir saat lima Dewa Petinggi berkumpul, namun itu hanyalah bayangannya. Bayangan adalah salah satu kekuatan Dewa Golden yang dapat memecah diri dalam bentuk bayangan. Dan setiap bayangan dengan memiliki sekian persen dari kesadaran aslinya. Dewa Golden yang disapa santai oleh Astro tersenyum. “Saya pikir Anda tidak menyadarinya, terima kasih sudah mengenali saya.” Astro
“Ini bukan pertemuan pertama kami dengan Sang Dewi. Salam hormat dan kemuliaan tertinggi untuk Dewi Pencipta Tiran. Saya Dewa Hati, Gefsi, salah satu Dewa Petinggi. Senang dapat memperkenalkan diri secara resmi kepada Dewi Pencipta Tiran dengan keadaan sehat.” Sebenarnya Tiara gugup dengan penghormatan seperti itu. Masih terasa tidak nyata, apa lagi dirinya menjadi orang yang tidak biasa menyandang peran Dewi Pencipta. “Okey, terima kasih Dewa Gefsi. Salam kenal.” Astro bernapas lega dengan Tiara yang tidak mengacau dan hanya menjawab seadanya saat diberikan salam penghormatan. Untuk penilaian awal, jawaban seperlunya menunjukkan dominasi dan harga diri dalam posisi yang tinggi. Walau Astro tahu jika Tiara menjawab seperti itu pun, karena tidak tahu harus menjawab seperti apa. Dan alasan itu tidak penting saat ini. Sedangkan Ammon, tubuhnya gemetar berusaha keras menahan tawa. Kegugupan Tiara sangat terlihat dari ekspresinya, ya ... tidak ada bawahan yang berani memandang ke atas,
Ukh, Tiara benci pakaian formal dunia Suku Iblis. Harus seberapa terbuka lagi untuk mengekspos bagian tubuhnya? “Ini namanya pelecehan, bagaimana caranya gue minta pertanggung jawaban Astro sialan!” Tidak henti-hentinya Tiara menggerutu sebelum ada yang menjemput. Kerudung yang katanya sebagai penutup diri jika Tiara malu, tidak membantu sama sekali karena transparan. Kini gadis itu hanya memeluk dirinya sendiri berjaga-jaga siapapun yang masuk ke kamarnya nanti. Tolong jangan tanyakan kenapa Tiara mau saja menggunakan pakaian seperti itu, hal itu bisa terjadi jika memang ia bisa menolak. Apa lagi pakaiannya yang dari rumah sudah dibuang. “Tiara! Tidakkah ini keterlaluan jika membuat semua menunggu-“ “KYAAAA!” Tiara tidak merasakan kehadiran seseorang, kemunculan Astro yang tiba-tiba membuatnya terkejut. Apa lagi suara dalam Astro yang terdengar halus hingga pikiran horor tidak dapat dihindari. Mendengar teriakan Astro langsung bersiaga. “Ada masalah?” “Aish~” Tiara bangkit dar
Ternyata tidak butuh berjalan lebih lama, Ograien dengan kereta kadal yang dibawanya datang sengaja menjemput Tiara. Banar, kadal bukan kuda sebagai kendaraan pengangkut barang. Terlihat seperti buaya dengan sisik yang tajam, tetapi sebesar Komodo. Apapun itu sekarang Tiara sudah berada di kamar Astro dan berguling-guling ria diawasi oleh Omili. Tiara disuruh istirahat dan itulah yang dilakukan, entah sudah berapa lama ia terjebak di lapang rumput tanpa batas itu hingga membuatnya begitu lelah. “Hormat Yang Mulia Raja Iblis Astro.” Salam Omili dengan suara kecil, agar Tiara tidak terbangun. Namun Tiara langsung duduk memperlihatkan dirinya sudah tidak tidur lagi. Ia melihat kedatangan Astro bersama Ograien di belakangnya membawa sesuatu. “Kamu tidak tidur?” tanya Astro yang mengira Tiara sedang tidur. “Aku sudah bangun.” Mungkin sudah terbiasa berbagi kamar dengan Astro sampai Tiara tidak memperdulikan penampilannya yang berantakan saat ini. “Aku akan memanggilkan pelayan untuk
Angin bertiup bagai badai bersama cahaya kehidupan yang menyoroti Tiara, dua kekuatan bertolak belakang yang saling berpadu tanpa perlawanan. Dua Dewa yang menjegal Tiara seketika menegang tak dapat berkutik pada tekanan intimidasi yang dahsyat dari kedua kekuatan besar tersebut. Senjata mereka jatuh, kaki mereka menjadi lemas, sampai bersujud tanpa mampu mengangkat kepala. Ammon yang merasa bertanggung jawab menghampiri Tiara lebih dulu untuk melihat bawahannya lebih dekat. Ia tidak percaya jika para Dewa bisa se-tidak sopan itu bahkan dalam menghakimi seseorang dengan kecurigaan semata. “Huaaa Ammon!” Tiara yang ketakutan menerjang sang Dewa Agung, memeluknya. Tangisannya pecah setelah merasa lega, akibat terguncang dengan apa yang dialaminya saat ini. Ammon mengerti lemahnya Dewi Pencipta Tiran sebagai manusia. Selain itu ia mengernyitkan kening, saat merasakan presensi besar dalam diri Tiara. Sesuatu yang tidak ia rasakan di pertemuan terakhir mereka. “Tidak apa Dewi, mereka b
Tiara menganga melihat gerbang besar entah dari mana. Dua jam yang lalu, Tiara sudah putus asa berjalan tanpa ujung dan tidak menemukan apapun. Hanya hamparan rumput yang luas dan awan kelabu yang tinggi dengan kilat sesekali membelah langit. Perutnya sudah lapar, tidak tahu berapa lama ia berjalan tapi cahaya sekitar masih sama. Tidak lebih terang bertanda siang, ataupun lebih gelap waktunya malam. Dengan ingatan yang penuh Tiara tahu jika tidak memiliki makanan, tapi ia tetap merogoh saku berharap masih ada sesuatu yang bisa ia kunyah. Nyatanya tetap memang tidak ada, hanya sisa uang dari pemberian Ovid saja. Bisa dibilang kaki Tiara yang terus berjalan sudah mati rasa, karena rasa sakit telah ia abaikan. Pikirannya membayangkan jika berhenti sejenak mungkin tidak masalah, tapi Tiara takut. Kecemasan menyusup hatinya. Jika Tiara berhenti berjalan, maka semakin lama ia bertemu dengan Astro dan semakin lama untuknya pulang. Tiara ingin pulang. Keberadaanya di dunia asing itu, se