Kata-kata ibu barusan tidak bisa kumengerti sepenuhnya. Apa maksudnya saatnya aku kembali mengenal siapa diriku sebenarnya? Aku bertanya-tanya sendiri dalam hati. Pria blasteran di hadapanku hanya duduk diam seribu bahasa. Raut wajahnya angkuh dan dingin. Rahangnya seperti dipahat menjadi bentuk paling kaku yang pernah aku temui. Aku terus menelusuri semua yang ada pada dirinya. Wajah blasteran, bentuk wajah kaku, aura dingin dari dirinya berusaha mengintimidasiku. Jas yang ia pakai tampak bukan sembarang jas. Sangat jelas terlihat bila itu buatan penjahit profesional.
Lama ku berdiam diri. Bermain dengan pikiran dan imajinasiku sendiri tentang pria dingin yang ada di depanku. Kupikir, dengan diamku yang begitu lama, ia akan mengajukan keberatan dan memecah kesunyian diantara kami dengan perintah atau petuah khas seorang asisten yang mengingatkan tuannya akan jadwal atau kegiatan apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Asisten? Sebut saja pria yang bernama Erick
Tanpa terasa, setahun telah berlalu. Aku tetap berangkat sekolah seperti biasa, hanya saja kini aku diantar dan dijemput oleh Erick, asisten pribadiku. Latihan basketpun berjalan seperti biasanya, namun pada akhirnya, aku pun harus mengundurkan diri dari tim. Aku tidak lagi mengayuh sepeda sehingga tidak lagi bisa mengawasi Hira dari kejauhan, seperti yang biasa aku lakukan dulu. Kini, aku mengawasinya dari balik jendela mobil yang mengantar dan menjemputku. Ketika Hira sudah dijemput atau sudah tiba di rumahnya, barulah aku akan meminta Erick untuk melesat meninggalkan tempat itu Erick terus memberiku berbagai macam hal yang baru untukku. Aku tidak mengerti. Namun, aku mencoba memahami semampu yang aku bisa. Perlombaan basket yang seharusnya kuikuti, kubatalkan. Untuk sementara, aku mengundurkan diri dari tim. Keinginan untuk mengetahui kejadian sebenarnya yang menimpa ayah, membuatku menghentikan semua kegiatan yang biasa aku lakukan. Tapi, khusus untuk Hira, a
Aku masih duduk di ruang tunggu tepat di depan ruang ICU, ruang dimana Ivan sedang mendapat penanganan serius. Roy, salah satu kaki kananku yang membawa Ivan ke rumah sakit ini, duduk di sampingku dan melaporkan kondisi Ivan saat ditemukan dan dibawa ke rumah sakit. Ivan mengalami 2 luka tusukan di bagian perut, kaki kanan patah, pelipis sobek, dan sedikit pendarahan di hidung. Kuremas kesal botol air mineral yang ada dalam genggaman tanganku, mendengar laporan dari Roy. Dasar bajingan-bajingan tak berguna! Umpatku kesal. Untung aku memilih melewati jalan yang merupakan tembusan dari jalan pintas itu, lokasi penganiayaanku dulu. Kalau tidak, entah apa yang terjadi dengan Ivan. Melihat kondisinya dari jauh saat aku masih berada di dalam mobil, Ivan sudah terlihat kepayahan. Kulirik jam tanganku, jam 9. Aku beranjak berdiri dan melambaikan tanganku ke Andrew, yang baru saja datang, meminta ia untuk datang mendekat. "Erick, cari tahu identitas
Aku berjalan mengikuti Erick yang berjalan di depanku, sedangkan Andrew dan Roy mengiringiku dari belakang. Menggunakan lift, aku turun ke lantai 1, ingin mengetahui kondisi terakhir para preman-preman itu. Aku melihat satu ruangan yang dijaga orang-orangku. Bukan karena mereka termasuk orang-orang penting tapi lebih karena mereka adalah saksi kunci yang aku perlukan untuk menyelidiki jaringan mereka berhulu kemana. Terutama yang memiliki tato pegasus di punggungnya. Keberadaannya sungguh menarik perhatianku. Orangtuanya dulu sangat dekat dengan mendiang ayah, setahuku, mereka termasuk salah satu keluarga terpandang yang sangat terkenal dengan gaya hidup mereka yang glamour. Tapi itu seingatku. Hal yang sebenarnya, aku tidak tahu. Aku melangkahkan kakiku memasuki ruangan tempat mereka dirawat. Ada yang sedang tidur, yang tiduran dan ada juga yang sadar. Yang terakhir ini, adalah ketuanya. Ia yang memberi aba-aba untuk memukuli, menenda
Aku menghempaskan diriku di kursi penumpang, setelah Erick berhasil meminta bantuan polisi untuk menghadang mobil penculik Hira. Beni mengikuti petunjuk Erick untuk mengantarkanku ke kantor polisi tersebut. Kuhela nafas panjang. Pikiranku sungguh kacau. Memikirkan Ivan yang masih terbaring koma di rumah sakit, dan kini Hira menjadi korban penculikan. Aku tak habis pikir. Semua ini terjadi saat aku kebetulan berada di sekitar tempat kejadian. Andai aku tidak berada di sana, apa yang terjadi pada Ivan dan Hira? Aku kemudian mengirim pesan kepada Erick untuk menelpon keluarga Hira tentang kejadian ini. Aku sudah berjanji pada ibu, tidak akan menunjukkan keberadaanku pada orang-orang di lingkunganku yang lalu. Aku telah berjanji kepada ibu, untuk menghilang sementara waktu. Aku yang sekarang berbeda dengan aku yang dulu. Dulu aku begitu mudah menyerah. Aku sangat lemah, tidak percaya diri, lebih memilih diam da
Beberapa hari setelah aku mengikuti Erick, ia menceritakan bagaimana usaha ayahku dulu dalam memulai bisnisnya. Ayah memulai bisnisnya dengan berjualan di pinggir jalan selama 4 bulan. Tiap hari barang yanga dijual ayah berganti-ganti. Kadang pakaian, sepatu dan sandal, aneka perhiasan imitasi, tas dan lain sebagainya. Seiring waktu berjalan, ada seseorang yang menitipkan pakaian hasil produksinya untuk dijualkan ayah, sehingga ayah membuat gerobak yang bisa untuk menaruh dagangannya. Lambat laun usaha ayah semakin lancar. Ayah memberanikan diri untuk menyewa sebuah tempat untuk dijadikan toko guna memajang lebih banyak pakaian untuk dijual, karena nama Ayah semakin dikenal oleh produsen baju sebagai tempat menitip dagangan yang amanah. Hari demi hari, minggu demi minggu, hingga bulan berganti tahun, hidup ayah dan ibu mulai mengalami perubahan. Dua tahun kemudian, hadirlah aku menjadi pelengkap kebahagian ayah dan ibu. Aku menjadi penyemangat ayah u
Pertemuanku dengan Mr. Smith berlangsung hingga larut malam. Erick mencatat hal-hal yang penting dari pertemuan itu. Malam itu Mr. Smith menginap di kastilku dan lusa baru akan kembali ke Inggris. Esok pagi dirinya akan bertemu dengan ibu. Ntah apa yang hendak ia bicarakan dan laporkan pada ibu. Keesokan paginya, kami bertiga menikmati sarapan bersama sebelum masing-masing dari kami berangkat dengan kesibukan kami sendiri. Erick ia akan tetap bersamaku, sedang Beni kutugaskan untuk mencari lokasi untuk dijadikan markas besar, tempat semua kegiatan mulai dari latihan fisik, ruang rapat, dan mess untuk anggota, berpusat. Roy masih memimpin beberapa orang untuk melakukan penjagaan di ruang tempat Ivan dirawat, sedangkan Andrew kusuruh untuk mengawasi rumah ibu, rumah Om Gunawan dan komplek perumahan di sekitar sana, dan melaporkan keadaannya pada Erick bila ada sesuatu yang mencurigakan. Tiba-tiba aku teringat dengan keadaan Hira pasca tragedi penculik
Aku mendengarkan cerita Ivan dengan seksama. "Hingga akhirnya..." tiba-tiba cerita Ivan terputus. Sosok Beni masuk setelah sebelumnya mengetuk pintu yang sama sekali tidak terdengar olehku karena begitu seriusnya mendengar cerita Ivan. "Maaf Tuan, saya sudah mengetuk sebanyak lima kali tapi Tuan tidak kunjung menjawab," ujar Beni menundukkan kepalanya. "Sebaiknya berita penting yang akan kau sampaikan kepadaku," ujarku kesal. Beni melangkah mendekat ke arahku, lalu berbicara dengan berbisik. Aku terhenyak mendengar apa yang dikatakan Beni barusan. Aku kemudian beranjak berdiri dan berpamitan pada Ivan untuk menghubungi seseorang sebentar. Setelah sampai di luar kamar Ivan, aku langsung menghubungi Mr. Smith, menanyakan kebenaran informasi yang disampaikan Beni tadi. Jawaban yang kudengar dari Mr. Smith membuatku tercengang. Hira menjadi sasaran pembunuhan setelah rencana penculikannya beberapa waktu lalu gagal.
Aku meletakkan tas ransel yang kosong di atas tempat tidurku. Kemudian, aku mulai memilih beberapa potong pakaian, kaus t-hirt, kemeja, dan baju koko serta beberapa celana panjang dan pendek, untuk kubawa ke rumah Ibu. Ya, beberapa hari kedepan aku akan kembali tinggal bersama Ibu. Ketika kemarin sore aku singgah sebentar di rumah Ibu, Ibu memberiku ijin untuk tinggal di sana tapi hanya untuk beberapa hari karena masih banyak hal yang harus aku pelajari dan kerjakan bersama Erick. Ibu sangat tegas untuk hal itu, karena beliau menaruh harapan yang begitu besar agar aku dapat membongkar semua permainan busuk musuh-musuh mendiang ayah. Akupun tidak dapat membantahnya, karena di dalam diriku sendiri, terselip keinginan dan dendam yang harus bisa aku wujud dan balaskan kepada mereka yang sudah bermain kotor di belakang punggung ayahku. Erick datang mengetuk pintu kamarku, lalu masuk dengan membawa beberapa map yang harus aku baca saat itu juga. Aku mengh