Beberapa hari setelah aku mengikuti Erick, ia menceritakan bagaimana usaha ayahku dulu dalam memulai bisnisnya. Ayah memulai bisnisnya dengan berjualan di pinggir jalan selama 4 bulan. Tiap hari barang yanga dijual ayah berganti-ganti. Kadang pakaian, sepatu dan sandal, aneka perhiasan imitasi, tas dan lain sebagainya. Seiring waktu berjalan, ada seseorang yang menitipkan pakaian hasil produksinya untuk dijualkan ayah, sehingga ayah membuat gerobak yang bisa untuk menaruh dagangannya. Lambat laun usaha ayah semakin lancar. Ayah memberanikan diri untuk menyewa sebuah tempat untuk dijadikan toko guna memajang lebih banyak pakaian untuk dijual, karena nama Ayah semakin dikenal oleh produsen baju sebagai tempat menitip dagangan yang amanah.
Hari demi hari, minggu demi minggu, hingga bulan berganti tahun, hidup ayah dan ibu mulai mengalami perubahan. Dua tahun kemudian, hadirlah aku menjadi pelengkap kebahagian ayah dan ibu. Aku menjadi penyemangat ayah u
Pertemuanku dengan Mr. Smith berlangsung hingga larut malam. Erick mencatat hal-hal yang penting dari pertemuan itu. Malam itu Mr. Smith menginap di kastilku dan lusa baru akan kembali ke Inggris. Esok pagi dirinya akan bertemu dengan ibu. Ntah apa yang hendak ia bicarakan dan laporkan pada ibu. Keesokan paginya, kami bertiga menikmati sarapan bersama sebelum masing-masing dari kami berangkat dengan kesibukan kami sendiri. Erick ia akan tetap bersamaku, sedang Beni kutugaskan untuk mencari lokasi untuk dijadikan markas besar, tempat semua kegiatan mulai dari latihan fisik, ruang rapat, dan mess untuk anggota, berpusat. Roy masih memimpin beberapa orang untuk melakukan penjagaan di ruang tempat Ivan dirawat, sedangkan Andrew kusuruh untuk mengawasi rumah ibu, rumah Om Gunawan dan komplek perumahan di sekitar sana, dan melaporkan keadaannya pada Erick bila ada sesuatu yang mencurigakan. Tiba-tiba aku teringat dengan keadaan Hira pasca tragedi penculik
Aku mendengarkan cerita Ivan dengan seksama. "Hingga akhirnya..." tiba-tiba cerita Ivan terputus. Sosok Beni masuk setelah sebelumnya mengetuk pintu yang sama sekali tidak terdengar olehku karena begitu seriusnya mendengar cerita Ivan. "Maaf Tuan, saya sudah mengetuk sebanyak lima kali tapi Tuan tidak kunjung menjawab," ujar Beni menundukkan kepalanya. "Sebaiknya berita penting yang akan kau sampaikan kepadaku," ujarku kesal. Beni melangkah mendekat ke arahku, lalu berbicara dengan berbisik. Aku terhenyak mendengar apa yang dikatakan Beni barusan. Aku kemudian beranjak berdiri dan berpamitan pada Ivan untuk menghubungi seseorang sebentar. Setelah sampai di luar kamar Ivan, aku langsung menghubungi Mr. Smith, menanyakan kebenaran informasi yang disampaikan Beni tadi. Jawaban yang kudengar dari Mr. Smith membuatku tercengang. Hira menjadi sasaran pembunuhan setelah rencana penculikannya beberapa waktu lalu gagal.
Aku meletakkan tas ransel yang kosong di atas tempat tidurku. Kemudian, aku mulai memilih beberapa potong pakaian, kaus t-hirt, kemeja, dan baju koko serta beberapa celana panjang dan pendek, untuk kubawa ke rumah Ibu. Ya, beberapa hari kedepan aku akan kembali tinggal bersama Ibu. Ketika kemarin sore aku singgah sebentar di rumah Ibu, Ibu memberiku ijin untuk tinggal di sana tapi hanya untuk beberapa hari karena masih banyak hal yang harus aku pelajari dan kerjakan bersama Erick. Ibu sangat tegas untuk hal itu, karena beliau menaruh harapan yang begitu besar agar aku dapat membongkar semua permainan busuk musuh-musuh mendiang ayah. Akupun tidak dapat membantahnya, karena di dalam diriku sendiri, terselip keinginan dan dendam yang harus bisa aku wujud dan balaskan kepada mereka yang sudah bermain kotor di belakang punggung ayahku. Erick datang mengetuk pintu kamarku, lalu masuk dengan membawa beberapa map yang harus aku baca saat itu juga. Aku mengh
Tahun ini adalah tahun terakhirku di sekolah abu-abu. Tahun ini pun menjadi awal diriku akan menginjakkan kaki bukan lagi di gedung sekolah melainkan gedung kampus, yang di dalamnya akan ada banyak orang-orang dengan pakaian bebas berkerah menuntut ilmu sesuai dengan minat mereka masing-masing. Sama halnya dengan Hira. Ini adalah tahun terakhirnya di sekolah menengah pertama sekaligus tahun awal menyandang identitas sebagai pelajar sekolah menengah atas. Ia mengikuti jejak diriku dengan meneruskan di sekolah yang satu yayasan dengan yang dulu, meneruskan jenjang menengah pertamanya di tempatku dulu. Aku masih asyik membolak balikkan beberapa pamflet yang diberikan seseorang saat mobilku berhenti di perempatan tak jauh dari komplek perumahan Ibu. Aku teringat sesuatu hal. Bukankah Hira hari ini sedang menjalani MOS? gumamku dalam hati. Terbersit keinginan untuk melihatnya mengikuti ospek hari ini. Kulihat anak-a
Sebuah ide yang kurasa bisa aku gunakan untuk membantu Hira terlintas dalam benakku. Aku menatap sosok Ivan yang duduk di hadapanku, yang masih asyik mengunyah roti bakar untuk kedua kalinya. Ivan menghentikan gerakan mengunyahnya karena merasakan pandanganku mengarah kepadanya cukup lama. "Ya...ya...ya... as you wish my friend," jawabnya tanpa bertanya apa yang aku minta. Aku tersenyum, tidak salah aku menempatkannya bersama Andrew dan Roy di tim Rajawali. Ivan bisa memahami perintah dan apa yang harus ia lakukan hanya dengan melihat mimik wajahku menyesuaikan dengan situasi yang sedang berlangsung di sekitarku. "Berpura-puralah sebagai mahasiswa yang akan kerja praktek lapangan di sini," ujarku. Ivan mengangguk, berdiri dan berjalan meninggalkanku. Tampak dari jauh Ivan terlibat percakapan singkat dengan Hira. Hira menunjuk-nunjuk wajahnya. Aku mengernyitkan keningku berusaha menebak apa maksud Hira. Lalu, Hira terlihat menganggukkan kepala sambil
Hari ini aku bangun lebih pagi. Bukan karena hari ini aku akan mulai profesi baruku sebagai pelatih basket, tapi karena aku harus menghadiri kuliah umum perdanaku sebagai mahasiswa baru. Erick kemarin sempat mengusulkan aku untuk tidak perlu mengikuti kuliah umum yang tampaknya akan memakan waktu lama dan juga membosankan. Ide Erick itu sempat terlintas di benakku, tapi, sebagai mahasiswa yang baik aku harus mengikuti semua rangkaian acara yang sudah dipersiapkan untuk menyambut mahasiswa baru. Bukankah bila kita ingin dihormati, maka kita harus mulai menghormati orang lain terlebih dulu? Bila kita ingin seseorang menjadi baik, maka kita harus memulai dari diri kita sendiri?Aku melangkahkan kakiku memasuki kamar mandi, dan mulai membersihkan tubuhku dengan air dingin. Lima belas menit kemudian aku sudah selesai memakai kemejaku dan bersiap mengenakan sepatu kets ku. Ibu sudah menyiapkan sarapan di meja makan dibantu bik Sum. Aku duduk berhadap
Kami memulai sesi pertemuan hari ni dengan bermain basket sebagai salam perkenalan kami. Ada sekitar sepuluh siswa yang datang hari ini. Menurut pak Yuda yang sempat mampir sebelum permainan perkenalan ini dimulai, yang datang adalah siswa kelas 11, pemain inti tapi itu belum semua hadir, ada beberapa yang belum datang. Untuk jadwal kelas 8 baru akan dimulai besok. Pengaturan jadwal setelah ini kedepannya akan mengikuti jadwalku.Dari kesepuluh yang hadir ditambah dengan diriku dan Ivan, maka dibentuk dua kelompok. Aku berada di grup Ring dan Ivan memimpin grup Basket. Kejar-kejaran angkapun terjadi. Yang awalnya gedung olahrga hanya berisi kami, 12 orang, tanpa disadari sudah dipenuhi banyak penonton. Teriakan - teriakan memberi semangat terdengar saling bersahutan. Keringat menetes di keningku, kaos oblongku basah kuyup. Tidak berbeda dengan yang lain. Kami terus menggenjot adrenalin penonton lewat atraksi jump shoot yang memang menjadi keahlianku dan atraksi long
Pertemuan di markas bersama para pengawalku memberikan banyak informasi untukku. Gerombolan preman yang dulu menghajarku dan Ivan ternyata direkrut menjadi pengawal Oom Johan, saudara sepupu ayah, tak terkecuali pemuda dengan tato pegasus di punggungnya. Aku tidak tahu ada kesalahan apa yang sudah dilakukan ayah hingga oom Johan begitu dendam pada ayah. Dendam? Aku menyangsikan bila rasa itu adalah rasa dendam, karena setahuku ayah tidak pernah berkhianat terhadap siapapun. Justru ayahlah yang dikhianati saudara-saudarannya tak terkecuali, oom Johan. Mungkin, rasa itu bukan dendam tapi lebih ke rasa iri dan dengki.Tentang pemuda bertato pegasus. Seingatku ia adalah keponakan dari oom Johan. Jadi bila dikatakan aku dan dia ada hubungan saudara, jawabnya tidak. Itu seingatku tapi entah Ibu. Yang lebih tahu soal ini Ibu.Erick melaporkan bahwa mereka merekrut preman-preman itu dengan iming-iming selain gaji besar juga dijanjikan kesempatan untuk m