Home / Romansa / The Seductive Revenge / 15. My Lovely Jelita

Share

15. My Lovely Jelita

Author: Black Aurora
last update Last Updated: 2024-03-02 12:50:28

*Happy reading*

---

Jelita sangat bahagia. Rasanya hatinya ingin meledak menjadi serpihan-serpihan yang berkerlap-kerlip dan bercahaya di udara.

Ia masih tak percaya bahwa seorang Dexter Green ternyata akan bertunangan dengannya!

Dirinya yang hanya seorang yatim piatu, yang bahkan telah dibuang oleh pengurus panti asuhannya sendiri, yang memiliki rasa insecure parah karena merasa tidak dicintai dan diinginkan oleh siapa pun.

Namun sekarang ada seseorang yang seluarbiasa itu yang menginginkannya!

Kebahagiaan yang dirasakan Jelita terasa tumpah-ruah, terlalu besar untuk ia tanggung sendiri.

Sehingga akhirnya ia pun memutuskan untuk berbagi kebahagiaan ini dengan Kevin dan Kak Tania.

Jelita memutuskan untuk lebih dulu menelepon Kak Tania. Ia sudah tak sabar untuk bercerita!

"Halo, Kak. Ini Jelita. Apa kabar?"

"Jelita! Ya ampun, apa kabarmu? Aku baik-baik saja, cuma agak kesal aja karena sudah beberapa hari ini nggak punya teman ngobrol sejak kamu cuti kerja."

"Jangan ngambek gitu dong. Nanti cantiknya hilang, lho," goda Jelita sambil terkekeh geli.

"Biarin hilang. Habisnya kesel sih, ditinggal terus sama kamu."

"Kaaaak... maaf. Besok aku ke sana, kok. Umm... tapi bukan buat kerja sih. Aku mau resign, Kak."

"APPAAA??!"

Jelita pun otomatis menjauhkan telinga dari ponselnya mendengar teriakan bar-bar Kak Tania.

"Kok resign sih? Kenapa, kamu pasti udah ngerasa nggak level lagi ya berteman sama aku, mentang-mentang sudah pacaran sama Dexter Green yang maha tajir itu?"

Jelita berdecak. "Ih, apaan sih? Mana ada begitu, Kak! Aku sebenarnya masih ingin bekerja di Cheese & Us, tapi Kak Dexter yang keberatan. Dia mau aku hanya fokus sekolah dan belajar untuk bisa masuk universitas yang diinginkan, Kak," jelasnya.

Terdengar helaan nafas Tania di seberang sana. Jujur saja ia sebenarnya merasa bahagia untuk Jelita, setelah apa yang gadis itu derita selama ini, sekarang dia bisa mendapatkan seseorang yang mencintainya.

Tapi rasanya sedih juga karena akan kehilangan Jelita yang sudah tidak bekerja lagi di toko.

"Yah... jika Yang Mulia Tuan Dexter Green sudah bersabda, aku bisa bilang apa?" tukasnya murung. "I will be miss you, Jelita."

Jelita tertawa kecil. "Isssh! Kak Tania kayak aku mau pergi ke Timbuktu aja sih pakai kangen segala. Kan nanti kakak bisa main ke sini, atau aku yang main ke toko."

"Iya sih. Nggak jadi kangen deh."

"Hilih, dasar!"

"Hehe... by the way, gimana rasanya pacaran sama Dexter Green? Dia tipe yang romantis nggak sih?" tanya Tania kepo.

Jelita menggigit bibirnya membayangkan sosok pacarnya yang tampan itu.

Romantis?

Hmm... sampai sekarang ia saja belum tahu definisi romantis itu seperti apa.

Yang ia tahu, Dexter itu penuh gairah yang meledak-ledak. Selalu menjamah tubuhnya kapan pun ia mau, dengan durasi yang sangat panjang dan melelahkan.

Tapi nggak mungkin juga Jelita cerita segamblang itu pada Tania, kan?

"Iya dong, romantis," sahut Jelita sambil tertawa pelan.

"Iih... kamu bikin aku iri aja! Ceritain dong gimana romantisnya seorang Dexter Green itu, pleasee? Aku butuh asupan hal-hal romantis nih. Bosen baca dari novel melulu."

"Haha. Rahasia dong."

"Hem... awas ya!"

Mereka masih asik bercerita hingga beberapa menit kemudian, sebelum akhirnya Jelita mengakhiri teleponnya.

Ia tidak jadi menceritakan rencana pertunangan dengan Dexter kepada Tania, karena lebih memilih untuk menceritakan semuanya secara langsung di toko besok, sekalian untuk memberikan surat pengunduran diri.

Beberapa saat kemudian ponsel Jelita tiba-tiba berdenting pelan. Ternyata ada pesan dari Kevin.

[Kata Tania, besok kamu mau ke toko?]

Tania dan Kevin bertetangga di kompleks mereka, pasti gadis itu langsung bercerita pada Kevin tentang telepon mereka barusan.

[Iya, aku mau resign, Vin.]

[Kenapa?]

[Umm... jangan cerita ke siapa-siapa dulu ya? Aku dan Kak Dexter akan segera bertunangan.]

Jelita menunggu beberapa menit, namun belum juga ada balasan dari Kevin. Padahal pesannya sudah centang dua biru tanda sudah dibaca.

[Aku bahagia sekaligus takut, Vin. Aku takut ini hanya mimpi. Aku takut aku tidak berhak untuk kebahagiaan ini. Dan aku takut jika teman-teman sekolah mengetahui hubunganku dengan Kak Dexter. Entah apa yang mereka pikirkan nanti]

Lima menit berlalu, namun Kevin masih belum terlihat membaca pesan Jelita.

[Vin? Udah tidur ya?]

Lagi-lagi pesan dari Jelita hanya centang dua abu-abu, yang berarti Kevin belum membacanya.

[Ya udah met bobo ya. Sweet dreams, my best bestie ever]

Jelita tersenyum sendiri, merasa beruntung karena memiliki dua orang yang penting dalam hidupnya. Seandainya saja Bu Dira sudah tidak marah padanya, pasti Jelita juga akan membagikan kabar bahagia ini padanya.

Apa besok sebaiknya dia ke panti asuhan?

Jelita pun kembali meraih ponselnya.

[Vin, besok temenin aku ke panti ya? Mau sungkem sekaligus minta restu. Dexter nggak mau diajak ke sana soalnya karena kesal sama Bu Dira]

Jelita mengira Kevin tidak akan membaca pesannya seperti tadi, namun beberapa saat kemudian ponselnya tiba-tiba berdenting kembali.

[Oke]

Jelita tersenyum lega karena akhirnya Kevin membalas pesannya, meskipun hanya satu kata.

"Lagi ngapain, Babe?"

Jelita menengadah menatap Dexter yang sudah berdiri di depannya. Jelita yang sedang duduk di atas ranjang pun tersenyum dan merentangkan tangannya, bermaksud untuk memberikan Dexter sebuah pelukan hangat.

Seketika lelaki itu pun menerjang tubuh Jelita hingga mereka berdua terjatuh ke atas kasur. Sambil terkikik geli karena Dexter terus menciumi dan menggigit pelan lehernya, Jelita mengalungkan kedua tangan di leher kekasihnya.

Dexter mengangkat kepalanya untuk mengagumi sejenak tawa cantik Jelita. "Aku suka melihatmu tertawa," gumannya sambil menatap lekat gadisnya.

"Jelita, kamu bahagia kan, bersamaku?"

Jelita terdiam ketika melihat sorot mata Dexter yang terlihat serius menatapnya. Tanpa sadar tangannya pun terangkat untuk mengelus pelan rahang Dexter yang maskulin.

"Ya, tentu saja aku bahagia, Kak. Aku sangat bahagia."

Senyum kecil terlukis di bibir penuh gadis itu. Ia tidak berbohong. Mungkin pada awalnya Jelita sulit menerima Dexter yang kerapkali memperlakukannya dengan kasar saat bercinta, namun makin ke sini lelaki itu jauh lebih lembut padanya.

Hal itu membuat Jelita merasa nyaman dan dihargai.

Jadi ya, tentu saja ia bahagia.

Entah karena elusan dari jemari lembut Jelita, ataukah ucapan tulus gadis itu, yang pasti sesuatu telah membuat Dexter menahan napas tercekat.

Gairah yang selalu menyala setiap ia melihat Jelita dan tubuh indahnya itu kini pun makin berkobar hebat.

Dexter menurunkan kepalanya untuk mengecup bibir manis yang menggemaskan itu. "Aku pun sangat bahagia bisa bersamamu," bisiknya.

"Aku bersyukur bisa menemukanmu."

Detik selanjutnya wajah Dexter telah tenggelam dalam dada Jelita yang masih berlapiskan kaus pink. Jejak-jejak basah pun tercipta di sana, menciptakan sensasi yang berbeda bagi Jelita.

Tak biasanya Dexter mencumbu tubuhnya saat masih berpakaian lengkap. Jelita bahkan baru tahu bahwa ia juga bisa terangsang tanpa perlu menanggalkan baju.

Satu tangan Dexter mulai mengusap-usap lembut paha Jelita yang tertutup hot pants jeans. Pekikan lirih pun lolos dari mulut Jelita saat jemari Dexter menyusup masuk ke dalam lingkar celana Jelita dan mulai berkelana dengan liar di dalam lembah hangatnya.

Saat Dexter dan jemari cabulnya itu membuat otak Jelita berkabut, gadis itu pun bersiap untuk menyongsong gelombang yang datang dan menyapu segalanya.

Jelita memejamkan mata dan meneriakkan nama Dexter dengan keras, saat ia telah tenggelam dalam arus deras gelora yang membuatnya terjatuh lemas.

Dexter menyeringai melihat gadisnya yang telah mendapatkan pelepasan. Jelita benar-benar menggairahkan.

Entahlah apa ini obsesi atau cinta atau keduanya, yang pasti lelaki itu tidak dapat menahan hasratnya tiap berada di dekat Jelita. Gadis itu bagaikan matahari, dan Dexter adalah bumi yang akan terus mengelilinginya.

Kali ini Dexter perlahan membuka kaus pink yang membalut tubuh bagian atas Jelita dan melemparkannya ke lantai. Saat ia hendak menerkam kembali dada lembut gadis itu, tiba-tiba saja pintu kamarnya digedor dengan keras.

"Dexter buka pintunya!" teriak Heaven dari balik pintu.

Shit. Dexter benar-benar lupa kalau malam ini ibunya menginap di sini!!

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Seductive Revenge   154. End Of The Journey

    "Ya, aku di sana, Sayang. Saat Anaya lahir, aku memanjat dinding rumah sakit dan duduk dengan cemas di ruang sebelah. Mendengar semua rintihan kesakitanmu, dan mendengar tangisan pertama anak perempuan kita." *** Sehabis Dexter dan Jelita bertemu dan bercinta semalaman, paginya lelaki itu langsung menemui anak-anak serta seluruh keluarganya. Tentu saja mereka semua sangat kaget, namun juga terharu dan menangis penuh rasa bahagia melihat Dexter bisa kembali berkumpul bersama mereka. Bahkan sejak saat itu Axel, Aireen, Ellard dan Ellena selalu ingin tidur di kamar orang tuanya, bersempit-sempitan dalam satu ranjang master bed. Jelita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya yang seperti tidak mau berpisah lagi dengan Daddy mereka. Seperti juga malam ini. Meskipun malam ini sudah malam ke-lima kembalinya Dexter ke rumah, empat anak mereka itu masih saja rela tidur bersempit-sempit di ranjang Jelita dan Dexter. Untung saja ranjang itu

  • The Seductive Revenge   153. The Unity Of Love

    Jelita menatap dengan segenap penuh kerinduan pada manik karamel yang selalu membuatnya terbuai, tenggelam dalam kedalamannya yang seakan tak berdasar itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam hati Jelita, namun entah mengapa kali ini seolah bibirnya terkunci.Hanya desah tercekat yang lolos dari bibirnya ketika Dexter menggores bibirnya di leher Jelita yang seharum bunga. Kesepuluh jemari wanita itu telah terbenam di dalam kelebatan rambut Dexter yang sedikit lebih panjang dari biasanya, wajahnya mendongak dengan kedua mata yang terpejam rapat.Lelaki itu menyesap kuat lehernya bagaikan vampir kehausan yang membutuhkan darah segar agar ia tetap hidup. Rasa sakit itu begitu nyata, begitu nikmat dirasakan oleh Jelita. Untuk kali ini, ia benar-benar tak keberatan jika Dexter menyakitinya. Jelita justru ingin disakiti, ia bahkan tidak akan menolak jika Dexter ingin membawanya ke dalam Love Room dan membelenggunya dengan rantai besi lalu menyiksanya seperti Dexter di

  • The Seductive Revenge   152. The Beloved Returns

    Kedua lelaki itu masih terus melakukan baku hantam, tak berhenti saling melancarkan serangan serta pukulan yang mematikan untuk membuat lawannya tak berkutik. Ruangan besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan para anggota Black Wolf itu pun kini tak berbentuk lagi. Meja lonjong panjang dari kayu jati itu telah terbelah, setelah Dexter melemparkan tubuh Kairo ke atasnya. Potongan-potongan kayu itu pun mereka jadikan senjata yang cukup berbahaya karena ujung-ujung patahannya yang runcing.Dexter telah merasakannya, karenq Kairo menusuk kakinya dengan kayu runcing iti ketika ia lengah.Dua puluh kursi yang berada di sana pun menjadi sasaran untuk dijadikan senjata. Pertempuran itu benar-benar sengit. Kairo melemparkan kursi terakhir yang masih utuh kepada Dexter yang sedang terjengkang setelah sebelumnya terkena tendangan, namun untung saja di detik terakhir dia masih sempat menghindar.Dengan sisa-sisa tenaganya, Dexter menerjang tubuh Kairo dan menjatuhkannya ke lantai, lalu b

  • The Seductive Revenge   151. The Sight of You

    Rasanya setiap sendi di kaki Jelita mau lepas dari engselnya, tapi ia abaikan semua rasa sakit itu dan terus saja berlari, untuk mengejar sesosok tinggi yang ia rindukan dan telah berada jauh di depannya.Aaahhh, sial... sekarang lelaki itu malah menghilang!!Dengan napas yang tersengal, Jelita berhenti di depan pintu sebuah cafe untuk bersandar sejenak di tiang putih besarnya. Berlari dengan heels 5 senti sambil membawa tas dan dokumen tebal benar-benar sebuah perjuangan.Ditambah lagi sudah sebulan terakhir ini dia juga jarang berolahraga. Lengkaplah sudah.Sambil mengatur napasnya yang berantakan, Jelita mengamati spot terakhir dimana Dexter terakhir terlihat. Atau mungkin, orang yang sangat mirip dengan Dexter Green, suaminya yang telah meninggal dua tahun yang lalu. Tidak, itu pasti Dexter. Jelita sangat yakin lelaki yang barusan ia lihat adalah Dexter!Jelita tak tahu apa yang ia rasakan saat ini, karena hatinya serasa ditumbuhi bunga yang bermekaran namun juga sekaligus dina

  • The Seductive Revenge   150. The Unhealed Wounds

    Cuma ngingetin, ini novel yang 100% happy ending ya. Jadi... jangan kaget baca bab ini. Peace.***Tubuh Jelita membeku dengan tatapan kosongnya yang lurus terarah pada pusara penuh bunga di hadapannya. Tak ada satu pun isak tangis yang keluar dari bibir pucat itu, karena airmatanya telah mengering.Tubuh dan hatinya kini telah kebas, menebal dan mati rasa.Ini terjadi lagi. Untuk yang kedua kalinya.Apakah dirinya pembawa sial? Apakah dirinya memang tidak ditakdirkan untuk bahagia?Apakah dia tidak layak untuk mendapatkan cinta yang begitu besar dari seseorang yang luar biasa? Dulu Zikri, dan sekarang...Sekarang...Jelita mengangkat wajahnya yang pucat dan melihat Heaven yang berada di seberangnya. Wanita itu tengah tersedu dengan sangat pilu, sementara William terus memeluk dan berusaha menenangkan istrinya.Seketika Jelita pun merasa iba. Heaven telah kehilangan putrinya, dan kini kejadian itu pun terulang kembali. Dia kehilangan putranya.'Maafkan aku, Mom.' 'Putra tercinta

  • The Seductive Revenge   149. The Alpha Of Black Wolf

    Jelita menatap lelaki paruh baya yang sedang terbaring diam itu dengan tatapan sendu. Matanya terpejam rapat, alat bantu napas menutup sebagian wajahnya dan beberapa infus terlihat menancap di tubuhnya. Ayahnya berada dalam kondisi koma. Pukulan keras yang beberapa kali menghantam kepalanya membuat otaknya mengalami trauma. Wajahnya penuh lebam dan luka, begitu pun sekujur tubuhnya. Robekan di sepanjang lengannya bahkan harus dioperasi karena merusak banyak syaraf-syaraf penting.Wanita itu pun kembali terisak pelan ketika mengingat penyiksaan keji kepada ayahnya itu. Seorang ayah yang baru ditemuinya setelah tiga puluh satu tahun hidupnya. Seorang ayah yang sempat ia benci ketika mengetahui kisahnya di masa lalu."Ayah, maafkan aku..." lirih Jelita sambil terus terisak. Ia mengunjungi Allan menggunakan kursi roda dengan diantarkan oleh suster jaga. Heaven pulang sebentar untuk melihat anak-anak Jelita di rumah, sekaligus membawa barang-barang yang diperlukan untuk rawat inap me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status