Share

Era Kebangkitan

Author: Nona_El
last update Last Updated: 2022-06-16 22:04:12

"Mereka telah tidur untuk selamanya, dan tidak akan pernah merasakan sakit lagi." Aku memandang gelapnya langit seraya mengutuk diri, atas kebodohan yang kulakukan.

Empat hari sudah aku berkeliling, mencari jalan ke luar dari Hutan Ilusi. Namun, aku seakan hanya terus berputar, di antara rimbunnya pepohonan.

"Tolong! Siapa pun tolong aku di sini!"

Daun kuning keemasan yang gugur terinjak-injak, ketika aku mencari asal sumber suara itu. Sesampainya di sana, aku melihat seekor serigala tengah terhimpit pohon pinus.

Kudorong dahan besar itu dengan sekuat tenaga, lalu mengobati luka pada serigala malang itu. Pergelangan kaki hewan berbulu abu-abu itu, sepertinya mengalami cedera yang cukup serius. Ia mungkin tidak akan bisa berjalan untuk sementara waktu.

Bulir-bulir air hujan mulai turun. Awan hitam di atas sana menghasilkan kilatan cahaya, yang terlihat seperti sebuah lecutan. Aku dengan cepat menggendongnya, sebelum cuaca ekstrem semakin mengganas.

Ia berbisik, "Berjalanlah ke arah barat daya!"

Saat aku menoleh, ia telah berubah menjadi seorang wanita muda, yang sangat cantik.

Aku membatin, "Aku tidak menyangka akan bertemu dengan bangsa werewolf lagi." Rasa trauma setiap kali mengingat kejadian buruk di gua waktu itu, membuatku ragu untuk berbaik hati dengan bangsa serigala.

Atas instruksi yang ia berikan, kami akhirnya berteduh pada sebuah kerajaan yang telah runtuh. Sisi kanan istana itu penuh dengan tulang-belulang manusia. Tempat yang sangat misterius. Aku tidak tahu, jika di wilayah Autofalor ada kerajaan lain.

Dua minggu sudah kuhabiskan untuk merawat werewolf itu. Usahaku tidak sia-sia, kakinya sembuh, dan dapat berjalan seperti semula. Wanita serigala itu mengajariku kekuatan menstabilkan alam, sebagai bentuk balas budi.

Setiap malam tiba, aku selalu bermohon pada Dewa Naga—pemilik kekuatan paling tinggi yang sangat dihormati, untuk memberiku jalan ke luar dari tempat itu. Terjebak di hutan yang seakan memberikan candu untuk terus terpenjara, membuatku nekad untuk melakukan teknik peningkatan kekuatan secara paksa—menaikkan level magic dalam waktu yang sangat singkat.

Hanya itu satu-satunya jalan untuk membuka gerbang portal, yang bisa digunakan untuk bebas dengan cepat. Lagi pula, mungkin tidak ada jalan lain selain itu. Menghabiskan waktu berkeliling di tempat, yang menyesatkan juga akan membuang banyak waktu. Di samping itu, kristal phoenix harus kembali utuh, sebelum kekuatan kegelapan bangkit sepenuhnya.

Siang itu saat hujan gerimis melanda, aku datang untuk menemuinya. Dua hari sebelumnya, ia bilang ingin menyampaikan sesuatu yang sangat penting.

"Ada apa, Nona werewolf? Apa yang ingin kamu bicarakan?"

"Baiklah, aku yakin inilah saatnya kamu harus mengetahui segalanya. Ayo, ada sesuatu yang ingin kutunjukkan padamu!" Wanita berambut pirang itu menggandeng tanganku, lalu mengajakku masuk ke dalam sebuah ruangan tanpa atap—sisi kiri reruntuhan istana.

Ia membawaku melihat sebuah lukisan anggota kerajaan. Pada lukisan itu, terdapat seorang pangeran yang sangat mirip denganku: manik abu-abu pekat bak kabut asap, rambut pirang yang bergelombang di bagian samping, dan rambut bagian bawah yang dipotong pendek. Dua orang yang ada di sampingnya juga seperti familiar.

"Siapa yang ada dilukisan ini?" tanyaku penasaran.

"Merekalah 'sang penakluk kegelapan' yang mengalahkan Kaisar Harvey. Aku, Austin, dan Sean adalah pahlawan perang." Wanita itu memegang pundakku, lalu tersenyum. Ya, senyum itu terlihat tidak asing.

"Di mana dua saudaramu sekarang?" Aku menatapnya. "Apakah mereka tinggal di sini?"

"Austin mendiami Blood Forest, dan menjadi Raja Wolf Alpha. Sedangkan Sean, dia bunuh diri. Oh iya, aku belum pernah mengatakan siapa namaku padamu. Aku adalah Putri Helcia yang terpenjara di Hutan Ilusi ini."

"Jadi, Helcia, kamu bisa membantuku mengalahkan Kaisar Harvey?" Aku menunggu jawabannya, menaruh harapan yang besar di sana.

"Ya, tentu saja bisa. Bahkan, aku tau di mana pecahan ke-empat berada. Sebelum itu, kamu harus membuka kunci portal terlebih dahulu, untuk dapat ke luar dari sini." Helcia berkata sambil melihat ke arah lain. Tidak lama setelahnya, dia pun berjalan ke luar ruangan.

Entah apa yang dipikirkan gadis berambut pendek itu. Mata ambernya—oranye kecoklatan, sebelumnya terlihat memerah. Apakah dia sengaja mengakhiri percakapan, agar bisa menghindari pertanyaan-pertanyaan dariku?

Aku yakin, Helcia sangat terluka, karena aku bertanya tentang masa lalunya. Ya, tidak ada yang lebih menyakitkan dari rasa trauma. Berpisah dan hidup tanpa saudara memang sangat menyedihkan.

Semenjak hari itu, aku semakin giat berlatih mengasah kemampuan portal. Sebenarnya, aku tidak terlalu yakin, kekuatan magic-ku akan cukup untuk melakukan transformasi. Namun, keadaan terus mendesak.

Aku gagal, dan terus gagal. Entah mengapa portalku selalu tidak bisa diaktifkan. Padahal, aku telah berusaha cukup keras menggunakan semua kekuatanku.

Musim gugur pun akhirnya tiba. Aku telah memasuki bulan ke-dua, setelah pengakuan identitas oleh Helcia, di hari itu. Setiap hari, aku seakan hanya berlatih hal yang sia-sia.

Helcia selalu menyemangati, meski aku terus-menerus mengalami kegagalan. Akhirnya, tiga hari sebelum musim gugur berakhir, aku berhasil membuka gerbang portalku.

*

"Jangan harap kamu bisa mengalahkanku, Achilio!" Austin berubah menjadi serigala yang buas, lalu menyerang secepat kilat. Aku tak menyangka, ternyata dia adalah wolf yang kutemui di gua waktu itu.

Serangan bertubi-tubi darinya, kuhindari dengan cepat. Ketika terdapat celah untuk berbicara, aku pun bertanya, "Kenapa kamu sangat membenci Zay, Austin?"

Akan tetapi, Austin tidak menjawab pertanyaanku. Duel yang kami lakukan sepertinya tidak akan berujung damai. Ingin rasanya mengakhiri semuanya dengan sekali tebasan, tetapi aku tidak ingin mengulang kesalahan yang sama—seperti di Hutan Ilusi.

"Wah, kamu begitu peduli padanya, ya!? Sayang sekali, itu tidak akan berarti apa-apa baginya!" Austin mencengkram kuat leherku, membuat nafasku tersengal-sengal.

"Ke ... kepedulian tidak mengharapkan timbal balik!" Aku mencoba melepaskan cengkraman itu dengan sekuat tenaga.

"Dialah yang membuat ibu meninggalkan ayah! Semuanya gara-gara dia ... perang berdarah, dan terbunuhnya saudaraku. Aku sangat membencinya!" Dia membanting tubuhku ke lantai, dan berhasil membuatku meringis kesakitan.

"Jika terus seperti ini, aku bisa terbunuh. Sedangkan, jika aku melakukan perlawanan, Austin pasti akan terluka. Di lain sisi, aku tidak mungkin membunuh saudara Helcia," pikirku dalam hati.

"Kenapa kamu juga harus mewarisi sifat seperti ibu? Rela memberikan semuanya hanya untuk vampir sialan itu!" Mata tajamnya membelalak, mendelik beringas.

"Sudah cukup, Kak!" Helcia menghalangi Austin yang hendak menerkamku.

"Dia tau Sean akan bereinkarnasi, karena dia bisa melihat masa depan. Sekarang sudah terlambat, Naga Matahari telah terbunuh. Dunia telah kehilangan cahaya ... para vampir kini bebas dari segelnya." Austin kembali berubah menjadi wujud manusia. Air mata tampak mengalir deras di pipinya.

"Belum sepenuhnya terlambat ... masih ada harapan. Kita bertiga akan mendapatkan semua pecahan itu sebelum mereka." Helcia membantuku berdiri. "Ini adalah era kebangkitan kita. Ayo, kita ulangi masa kejayaan seperti di masa lalu!"

Aku mengangguk pelan. "Austin, aku mohon, beri aku satu kesempatan lagi untuk merubah sejarah kelam ini. Aku bukanlah apa-apa, tanpa adanya kalian."

Pria itu mematung. Tampaknya dia sedang berpikir keras, untuk mencari keputusan yang tepat untuknya.

"Kak, dia berhak untuk mendapatkan kesempatan kedua darimu." Helcia sepertinya mencoba untuk melelehkan kerasnya hati Austin. "Kepercayaan yang kita acuhkan selama ini, harus kita bayar, kan?"

Austin menghela napas panjang, sebelum akhirnya berkata, "Achilio, aku memaafkan kesalahanmu, baik di masa kini maupun di masa depan. Bergegaslah, karena kita akan segera menoreh tinta baru, di dalam sejarah revolusi!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Seven Phoenix Shards    Semoga Bahagia!

    Aku tersenyum manis, terpesona pada keahlian memasaknya. "Bagaimana kalo kita jalan-jalan minggu depan?" tawarku pada wanita yang sibuk menghitung takaran gula, di depan sana."Tumben ngajak jalan." Eunoia–yang mengenakan daster merah muda, tampak sibuk menyiapkan secangkir kopi hangat untukku. Toples kopi terlihat berantakan karenanya. Ya, namanya juga baru belajar masak, makanya seperti itu. Aku cukup memaklumi kondisinya–latar belakang sebagai orang kaya membuatnya manja.Kami berada di dapur berukuran luas, berdesain ala-ala restoran mahal. Sepertinya arsitek yang kurental tidak lagi memikirkan desainnya. Mereka selalu membuat ruangan luas di rumahku, dan itu bukan yang pertama kalinya. Untunglah, aku hanya perlu membayar, dan menikmati hasilnya. Lagian, menasehati mereka hanya membuang tenaga."Kamu nggak sibuk, kan? Lagian, jalan-jalannya di hari Minggu kok. Apa iya, kamu nggak bisa juga?" Aku menghentikan suapan nasi ke mulut. "Refreshing dong sekali-sekali juga." "Iya, boleh

  • The Seven Phoenix Shards    Reuni Para Pahlawan

    Sebuah meja makan yang di atasnya terdapat berbagai macam hidangan, tampak menggiurkan perut kosongku. Aku berdiri di antara orang-orang yang sibuk dengan santapannya. Memperhatikan mereka dengan tajam, sepertinya membuat Degree meningkatkan kewaspadaannya.Lampu kristal yang tergantung, di atas langit-langit ruangan interior klasik, terlihat begitu indah. Ada dua jenis kursi, yaitu sofa dengan bantalan empuk, dan kursi kayu berdesain batik. Lantai yang terbuat dari keramik mahal, membuat bibirku tak berhenti mengucapkan ketakjuban.Pandanganku berpindah ke sana kemari. Ya, ada seseorang yang ingin sekali kutemui. Sudah lama rasanya, semenjak peristiwa kehancuran alter ego. Rasa rindu ingin bertemu, dan bercengkerama memang ingin kulakukan, setelah lepas dari kesibukan menjadi seorang kepala negara.Masa jabatan yang baru setahun kujalani, dan masih terlalu cepat untuk lengser. Lagi pula, penduduk sudah memilih, dan mengembankan tugas penting itu padaku. Suatu amanah harus dilakukan,

  • The Seven Phoenix Shards    Kembalinya Kedamaian

    Apa yang telah berlalu, dijadikan sebagai pelajaran berharga. Aku menghirup udara segar Kota Scramble. Seluruh penduduk telah dibuat amnesia tentang kejadian di masa lalu. Biarlah, apa yang menjadi rahasia dunia, tetap seperti itu.Aku melepaskan jas hitam formal. Kemudian, meletakkannya di dekat meja kerja. Dokumen yang telah menumpuk seperti gunung kecil, kubiarkan saja. Menjadi pekerja keras, dan pemimpin Negara Erreala sungguh berat.Secangkir teh hangat dengan daun pandan yang dibentuk segi empat, kuminum perlahan. Menyeruput segelas teh adalah ketenangan yang sangat kurindukan. Di balik kaca, para karyawan muda tampak berlalu-lalang. Beberapa di antaranya saling bertegur sapa. Menu sarapan di pagi hari itu adalah telur dadar buatan Eunoia. Makanan yang dia buat sudah mampu menyaingi chef ternama, tetapi tidak dengan Sera.Hidup dengan bayangan masa lalu tidak akan habisnya. Aku mencoba untuk menjalani semuanya, tanpa adanya Aoi lagi. Kebisingan di istana kepresidenan sudah menj

  • The Seven Phoenix Shards    Menghancurkan Alter Ego

    "ini demi kebaikan semua orang, dan untuk dunia yang akan kembali utuh. Tolong aku, Saudaraku! Aku berjanji akan memberikan peluang padamu." Aku berlari cepat ke arah Dewa Naga berkepala tujuh. "Tidak. Jangan lakukan hal sebodoh itu, Yang Mulia!"Pantulan bayangan hitam yang menyerupai Naga Neraka–dalam sejarah Sorcgard disebut alter ego negatif (kepribadian ganda bersifat jahat), mendekat, lalu melahap Dewa Ergonza. Aku gemetar, tetapi tetap melangkah maju.Pedang di tangan kanan, dan tameng pelindung di tangan kiri. Aku menendang cermin perjanjian itu dengan tendangan maut. Berharap akan menjadi lebih baik. Namun, malah sebaliknya. Ya, semuanya telah terlambat.Dinding kebaikan antara jiwa-jiwa orang hidup, dan mati tengah mengalami kehancuran. Semua catatan batas kematian berterbangan ke mana-mana. Bola-bola kristal kematian pecah. Kekacauan di ruangan tanpa atap itu membuat telingaku berdenging. Berisik sekali. Gendang telingaku rasanya ingin pecah. Di hadapan, Dewa Naga telah b

  • The Seven Phoenix Shards    Sebelas VS Satu Kekuatan OP

    Sebuah kerajaan yang dibangun bertingkat-tingkat tampak berantakan. Semua pasukan Aksa–para ksatria titisan anak Dewa, berkumpul memadati api pengorbanan. Kejadian serupa pernah terjadi juga di masa lalu. Entah apa yang membuat mereka se-naif itu.Aku memerintahkan Nona Filia, untuk mendaratkan pesawat lima belas meter dari pusat istana. Mengingat kegentingan tengah terjadi, aku membagi tim menjadi dua kelompok.Satu kelompok terbagi menjadi lima anggota, kecuali tim dua. Ya, Harvey tidak mungkin berpisah denganku. Mereka–anggota Tim D yang lainnya, takut Harvey malah berkhianat di tengah jalan. Oleh karena itulah, aku selaku kapten memutuskan sendiri pembagian tim.Benteng besar dengan tumpukan bebatuan dari permata, menjulang tinggi bak gunung terbesar di Scramble–Gunung Zu. Pintu gerbang yang telah terbuka, memungkinkan kami masuk, tanpa harus memecahkan sandi.Peradaban kuno masih terikat dengan dinding-dinding Kerajaan Aksa. Tiga patung besar di masa Azo telah dihancurkan. Dulu,

  • The Seven Phoenix Shards    Setelah Kepergiannya

    "Ya, bisa dibilang, aku dapat berubah wujud menjadi apa saja, dan menyamarkan identitasku sebagai Dewi Phoenix."Kalimat itu memenuhi alam pikiranku. Setelah Degree memberitahukan segalanya padaku, barulah kesadaran mencintai dengan tulus itu timbul. Penyesalan memang selalu di akhir, itulah yang mereka katakan padaku.Dia yang sudah pergi meninggalkan, mungkinkah 'kan kembali? Dewi Phoenix ingin mewujudkan dunia yang adil, dan penuh dengan kebahagiaan. Namun, akulah yang menghanguskan segala asanya itu.Abu yang sudah tertiup angin, melayang entah ke mana. Aku kehilangan belahan jiwa, yang selama ini tidak pernah mengecap kata, "dihargai". Mencintainya adalah keterlambatan yang paling disesalkan.Kusandarkan kepala ke sebuah dinding beton–penghalang antara daratan dan lautan, yang ada di dekat tempat terakhir kepergiannya. Aku lelah menghadapi segala hal, yang sebenarnya tidak ingin kulakukan. Kewajiban yang telah kuambil, terucap sumpah, hingga jiwa menjadi saksinya, berat. Kejadia

  • The Seven Phoenix Shards    Permintaan Terakhir Aoi

    Perjuanganku selama ini tidak ada gunanya lagi. Aku menghancurkan semua benda yang ada di sekitar sana. Kemarahanku sudah tak bisa ditampung. Dalam satu kali semburan api, aku membakar seluruh sisi lapangan.Harvey mencoba menghentikan, tetapi kekuatanku jauh lebih besar. Hanya menggunakan satu persen magis, anak Dewa Naga itu tak kuasa menahannya. Portal pelindung tingkat tinggi yang dia bangun, kuhancurkan dengan satu kali pukulan.Magis sempurnaku telah bangkit kembali. Kekuatan keseimbangan alam yang bercampur, dengan kristal phoenix telah menguasai seluruh universe. Jentikan jariku bisa mengalahkan siapa pun. Aku tidak takut tewas, karena keabadian telah menjadi milik.Kehancuran akibat magis tingkat tinggiku, menghantarkan Tim Treize ke lokasi. Aku menerbangkan diri menggunakan sayap guardian. Kemudian, memasang garis pembatas, agar mereka tidak terlibat.Degree bersama Bibi Naya mencoba untuk menghancurkan dinding tebal itu. Namun, tentu saja tidak akan bisa. Kekuatan rendahan

  • The Seven Phoenix Shards    Kristal Phoenix

    Kristal phoenix berhasil ditemukan. Nenek itu sangat baik hati, karena menyerahkan benda itu padaku. Aku bersama dengan Calvin berhasil mempersingkat kultivasi sempurna, hanya dalam dua hari. Kemajuan yang sangat luar biasa, bukan?Keberangkatan kami menuju Kota Linear membutuhkan waktu sekitar lima jam. Perjalanan termakan lama, lantaran macet di ibu kota. Setelah diceramahi oleh Calvin, aku kembali sadar tentang satu hal, yaitu bukan tentang bagaimana menjadi seorang guardian sejati, tetapi proses perjuangan selama ini.Aku membuka layar ponsel. Pesan di SC tampak menumpuk. Ada sekitar lima ribu chat dari gabungan grub, dan chatting personal. Tidak. Bukan itu yang kucari. Beberapa hari sebelumnya, sebuah nomor yang tidak dikenal memberikanku pesan bertuliskan,"Temui aku sendirian, Azo. Mari selesaikan ini tanpa menggunakan kekuatan sedikit pun. Aku berjanji tidak akan bertarung dengan curang. Kali ini, jika aku menang, maka kau harus bersumpah untuk membunuh dirimu sendiri. Tapi ji

  • The Seven Phoenix Shards    Salah Orang

    Sudah tiga hari aku gelisah. Tubuhku panas dingin. Kepalaku ingin pecah dari tempurung tengkorak. Sebuah pedang yang menancap di atas televisi, tidak bisa ditarik. Berat."Sebenarnya, apa sih, isi kotak kayu itu? Kok pedangku nggak bisa menembusnya, ya?" gumamku seorang diri, sambil memutari televisi yang sudah gosong itu. Di malam sebelum kejadian itu, aku sibuk menonton acara kesayangan—film romantis. Film yang berjudul, "Onze hope for your enemy", karya sutradara terkenal di Linear, memang patut diberi rate seribu dari per sepuluh. Film yang bercerita tentang kehidupan asmara Ceyda–seorang gadis remaja broken home, menuai banyak respon positif dari fansnya. Pertemuan Ceyda dengan seorang pria dingin–Atan, adalah kisah paling unik sepanjang sejarah. Tisuku habis hanya untuk menyeka air mata yang jatuh, ketika menyaksikan film itu di layar televisi.Dua jam setelahnya, aku memutuskan untuk tidur. Lamaran pekerjaanku menjadi asisten lab telah disetujui Tuan Clay—kepala laboratorium

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status