Sejak hari pernikahan mereka, kehidupan Ryuu dan Elle dipenuhi oleh kebahagiaan sederhana yang sulit dijelaskan oleh kata-kata. Rumah mereka tak pernah terasa kosong karena tawa anak-anak, obrolan hangat, serta… keluhan manja Elle yang tengah mengandung. Namun belakangan ini Ryuu mulai merasa ada sesuatu yang sangat mengganggunya. Bukan soal kehamilan Elle, bukan soal pekerjaan yang menumpuk, dan tentu bukan soal anak-anak. Tapi soal tatapan para pria di sekeliling mereka yang semakin hari terasa semakin lekat. Terlalu banyak lirikan. Terlalu banyak senyuman basa-basi. Dan semuanya, ditujukan kepada istrinya. Padahal Elle hanya memakai dress hamil berwarna pastel dengan pita besar di pinggang dan cardigan ringan. Wajahnya minim riasan, tapi tetap penuh bersinar. Terutama dengan pipinya yang sedikit membulat, dan aura keibuan yang entah kenapa justru membuatnya tampak luar biasa menawan. Ryuu menghela napas untuk ketujuh kalinya pagi itu, saat mereka tengah berada di se
Tok. Tok. Suara ketukan lembut itu terdengar di pintu kamar Elle. Ia yang tengah duduk di ujung ranjang, memandangi layar ponselnya yang kosong dari pesan Ryuu, segera bangkit dan membuka pintu. Di balik pintu, tampak Akio berdiri dengan ekspresi tenang, namun bola matanya yang gelap menyiratkan sesuatu yang dalam. Elle pun tersenyum, meski di dalam hatinya masih bergemuruh. "Ada apa, Akio?" tanyanya lembut, mengelus kepala anak itu seperti biasa. Akio diam sejenak, lalu menunduk. Sebelum kemudian mengangkat wajahnya perlahan dan berkata, "Daddy sudah menemukan Ayaka." Elle tertegun. "Benarkah?" Akio mengangguk. "Ayaka ada bersama Mommy kami, Haruka." Elle terdiam. Kalimat terakhir itu menusuknya seperti jarum halus yang tak terlihat. Ayaka, ternyata berada bersama ibu kandungnya... Ada sesuatu di dalam dirinya yang seakan runtuh dengan perlahan, namun ia menahan diri dan masih tersenyum. "Syukurlah kalau Ayaka sudah ditemukan," ucapnya pelan. Tangan kecil Akio
"Renjin!" Pria yang dipanggil Renjin itu pun menoleh, dan matanya segera bertemu pandang dengan sosok pria yang melangkah dengan langkah tegas ke arahnya. Seketika Renjin pun membungkukkan tubuhnya dengan penuh hormat. "Ryuu-sama," ucap Renjin. "Syukurlah Anda sudah tiba." Ryuu dan Renjin bertemu di area parkir hotel dimana Haruka berada, sosok yang diduga membawa Ayaka. "Bagaimana dengan Haruka?" tanya Ryuu langsung tanpa tedeng aling-aling. "Dia masih ada di dalam kamar," sahut Renjin. "Dan kami sudah meretas CCTV hotel ini, Ryuu-sama. Ayaka-san ada bersama Haruka-san," lapor Renjin. Helaan napas penuh kelegaan pun menguar dari Ryuu. Setidaknya, Ayaka akan terjamin keselamatannya jika dibawa oleh Haruka dibanding jika Ayaka berada di tangan penjahat yang ingin menjatuhkan perusahaan Ryuu seperti waktu itu. "Kalau begitu, aku akan segera masuk ke dalam kamarnya," putus Ryuu, yang segera dibalas oleh anggukan persetujuan dari Renjin. "Haruka-san berada di kamar J
"Ryuu, tunggu!" Langkah panjang pria bersurai legam itu sontak terhenti begitu suara yang begitu dikenalnya menerobos keheningan lorong depan. Ia berbalik cepat, dan sepasang manik gelapnya langsung menangkap sosok wanita yang tengah berlari kecil ke arahnya. Nafasnya tersengal, bahunya naik-turun, dan wajah cantiknya terlihat begitu cemas. Elle. Rambut cokelat ikal wanita itu tampak sedikit kusut, seolah ia baru saja bangkit dari tempat tidur tanpa sempat merapikan diri. Namun yang paling mencuri perhatian Ryuu adalah sepasang mata hazel-nya yang mulai berkaca-kaca, digenangi rasa sesal dan kecemasan yang mendalam. "Aku ikut," ucap Elle dengan suara bergetar. Wajahnya dipenuhi kesungguhan yang menyayat hati. Suaranya lirih namun penuh tekad. "Ini... ini salahku," lanjutnya dengan suara parau dan tangannya yang mengepal di sisi tubuhnya. "Seharusnya akulah yang menjemput Ayaka di studio balet, Ryuu. Maaf. Dan sekarang tolong biarkan aku ikut denganmu untuk menemuka
"Natsumi?" Ayaka tampak heran ketika alih-alih Elle, ternyata malah salah satu pengasuhnya yang berdiri menunggunya. Hari ini adalah jadwal Ayaka les balet yang bertempat di sebuah studio tari di pusat kota, sepulangnya dari sekolah. Wanita muda itu tersenyum kepada Ayaka. "Elle-san kelelahan setelah membuat kue coklat yang enak untukmu, Ayaka-san. Jadi aku tak berani membangunkan saat tiba waktunya untuk menjemputmu," sahut Natsumi. Wajah bingung Ayaka pun seketika sumringah. "Jadi Elle membuatkanku kue coklat?" cetusnya gembira, membayangkan makanan kesukaannya. Akhir-akhir ini pipi Ayaka semakin tampak gembil karena Elle selalu memasak yang enak-enak untuknya dan Akio. Semenjak Elle tinggal bersama mereka, Ayaka dan Akio hanya mau memakan masakannya, padahal Ryuu telah memperkerjakan koki handal di Mansion. Tapi entah kenapa anak-anaknya justru lebih cocok dengan masakan Elle yang jauh lebih sederhana tapi tak kalah lezatnya. "Hm... Natsumi?" panggil Ayaka, setelah dir
"Elle, lihat! Aku jago kan berkuda?!" Gadis cantik bersurai ikal coklat kemerahan itu tersenyum sambil mengacungkan kedua ibu jarinya, kepada seorang anak perempuan yang sedang berada di atas kuda dan melambaikan tangan dengan penuh semangat ke arahnya. "Kamu hebat, Ayaka!" sahut Elle, yang diam-diam merasa sangat lega karena Ayaka yang kini kembali ceria seperti biasanya, setelah seharian kemarin anak itu tiba-tiba saja menjadi pendiam. Saat ini Elle sedang menemani Ayaka dan Akio yang sedang les berkuda di istal peternakan kuda milik Keluarga Takahashi. Ayaka masih memamerkan ketrampilannya di atas kuda, ketika Akio dan kudanya lewat dengan gesit di sampingnya. Gaya anak lelaki itu keren sekali, dan membuat Elle takjub dengan kemahirannya mengendalikan tali kekang kuda, serta gerakannya yang sangat luwes seolah ia terlahir untuk hal ini. Elle tersenyum, membayangkan Akio yang sebenarnya sangat mirip dengan Ryuu, meskipun sama sekali bukan darah dagingnya. "Kamu lambat s
Langkah kaki Ryuu bergema pelan di koridor marmer yang sepi namun elegan, menuju pintu kamar Penthouse di lantai paling atas hotel bintang lima di pusat kota New York. Dua pria berpakaian hitam berdiri tegak di depan pintu besar berlapis kayu mahoni. Mereka tidak mengatakan apa-apa, hanya membungkukkan tubuhnya sedikit saat mengenali siapa yang datang. “Silakan masuk, Tuan Takahashi. Nyonya sudah menunggu,” ucap salah satu dari mereka dengan nada sopan. Ryuu hanya mengangguk, lalu mendorong pintu yang langsung terbuka otomatis ke dalam. Penthouse itu terlihat sangat mewah, seperti yang sudah dapat ditebak sebelumnya. Langit-langit tinggi dengan lampu gantung kristal, jendela kaca besar yang menghadap panorama kota New York, serta karpet merah muda pucat yang terlihat empuk. Di tengah ruangan berdiri seorang wanita dalam balutan gaun sutra putih gading, rambutnya digelung rapi, bibirnya merah merekah. “Ryuu,” sapa Haruka dengan senyum hangat, seolah pertemuan ini adal
Ryuu Takahashi menatap layar ponselnya. Pria bersurai hitam itu membaca pesan dari Akio berulang-ulang seolah masih tidak percaya. (Daddy, ada masalah di sini... Mommy telah kembali menemui kami, dan tampaknya Ayaka mulai terpengaruh) Lalu hanya dalam hitungan detik, Ryuu pun segera bergerak cepat. Tangannya sigap menekan nomor kepala sekolah yang ada di dalam kontak ponselnya. "Halo, Principal (Kepala Sekolah) Levison? Ya, ini Ryuu Takahashi, orang tua murid dari Akio dan Ayaka Takahashi," ucapnya dengan suara berat menahan ledakan emosi yang serasa menggelegak di dada, saat seseorang di seberang sana mengangkat sambungan teleponnya. "Tolong dengarkan saya baik-baik," ucapnya tegas. "Mulai sekarang, tidak ada seorang pun kecuali Elle Harper dan saya, yang diizinkan untuk menemui Ayaka dan Akio Takahashi tanpa persetujuan dari saya. Tidak peduli siapapun itu, bahkan jika orang itu mengaku sebagai ibu kandung mereka." "Baiklah, saya mengerti," sahut suara yang terdengar d
Seorang wanita datang tergopoh-gopoh, setelah mendapat laporan dari beberapa murid yang menyaksikan Akio hampir memukul Shiro. Dia adalah wali kelas yang bernama Miss Michelle "Akio! Shiro! Apa yang terjadi di sini?!" serunya keras, menoleh ke kiri dan kanan mencari sumber kekacauan. Namun saat matanya menyapu kerumunan, ia tidak menemukan adanya perkelahian. Yang ia lihat justru sebuah pemandangan tak terduga, yaitu seorang wanita dewasa, berambut hitam panjang, tengah berlutut sambil memeluk erat Ayaka yang menangis tersedu-sedu. Michelle pun mengerutkan keningnya bingung, lalu segera melangkah cepat ke arah mereka. "Maaf, siapa Anda?" tanyanya sopan namun tegas, tetap menjaga sikap sebagai guru di lingkungan sekolah. Wanita itu melepaskan pelukannya perlahan, kemudian berdiri sambil merapikan rambutnya. "Nama saya Haruka," jawabnya. "Saya adalah ibu kandung Ayaka dan Akio." Lanjut Haruka dengan senyumnya yang hangat serta suaranya yang lembut. Michelle mengerjap m