Share

Ungkapan Cinta

TS 07

Verda kembali membuka mata. Memperhatikan sekeliling dengan sedikit bingung, kemudian mengusap peluh di dahi dan lehernya dengan tangan sembari mengatur napasnya yang agak memburu. 

Hendra mengurai rangkulan dan memandangi Verda dengan lekat. Tangannya bergerak mengusap punggung gadis itu dan berharap bisa sedikit membantu agar Verda lebih tenang. 

"Neng, kamu lihat apa?" tanya Tris yang ternyata sudah berdiri di sebelah kiri Verda. 

"Biarkan Verda menenangkan diri dulu, Tris," ujar Hendra. 

"Oh iya, sorry. Aku cuma penasaran dengan apa yang dia lihat." Tris menggaruk-garuk kepala seraya tersenyum tipis. Dalam hati dia merutuki diri karena kurang pandai menahan rasa sabar. 

Ketiga pasang mata itu memperhatikan Verda yang masih menenangkan diri. Kala perempuan berparas menawan itu hendak melangkah, Hendra terus memegangi dan mengikuti arah tujuan Verda. 

Tris dan Nindy mengekor. Mereka beradu pandang saat melihat Verda jalan menuju warung di seberang jalan. Setibanya di sana, mereka mengamati tempat itu yang tampak sangat sepi karena warung tutup. 

Verda maju dan mengetuk pintu beberapa kali. Dia merasa yakin dengan kelebatan peristiwa yang menimpa Kris dan Gita bisa terkuak kebenarannya dengan bantuan pemilik warung ini. 

Bunyi kunci diputar dan disusul dengan terbukanya pintu bercat hitam itu sontak menjadi sorotan bagi keempat orang tersebut. Sudut bibir Verda naik membentuk lengkungan senyuman, kala seraut wajah pria tua muncul dari balik pintu yang hanya terbuka sedikit. 

"Assalamualaikum," sapa Verda dengan sopan. Sementara ketiga orang di belakangnya mengangguk kecil sebagai tanda penghormatan. 

"Waalaikumsalam," jawab pria tua tersebut sembari memperhatikan keempat orang di hadapan dengan sorot mata penuh tanya. 

"Maaf ganggu, Pak. Perkenalkan, nama saya Verda. Dan ini ketiga teman saya, Tris, Hendra dan Nindy." 

Pria tua itu mengangguk pelan, kemudian tatapannya mengarah pada Tris yang mengingatkannya pada sosok seseorang. Pria tua itu tercengang dan segera membuka pintu lebar-lebar, keluar dan menuruni undakan tangga. Mengulurkan tangan dan menyentuh pipi Tris, lalu mengguncangkan lengan Tris sembari menatapnya dengan takjub. 

"Aden teh udah sehat?" tanyanya sambil merangkul Tris. 

"Ehm, maaf, Pak, sepertinya Bapak salah orang," jawab Tris. 

Pria tua itu mengurai pelukan sambil mengerutkan dahi. Merasa bingung dengan perkataan Tris barusan. Sebab dia yakin bahwa pria itu adalah orang yang telah ditolongnya waktu kecelakaan beberapa waktu lalu.

"Bapak nggak bakal lupa dengan orang yang bapak seret dari mobil di tebing," ucapnya dengan sedikit ketus. Pak tua itu merasa sedikit tersinggung karena Tris melupakan jasanya. 

"Orang yang Bapak tolong itu Aa' saya, Pak. Namanya Kris Bagaskara. Sedangkan saya, Tris Bramasta," jelas Tris seraya tersenyum lebar. 

Pria tua itu kembali melipat dahi, ada rasa tidak percaya dengan penuturan Tris, tetapi setelah pria muda itu memperlihatkan foto dirinya dan Kris yang diambil beberapa bulan silam, pria tua itu terperangah, tampak sangat terkejut dengan kenyataan bahwa orang yang dibantunya saat itu ternyata memiliki saudara kembar. 

-

-

Malam makin larut. Tris memotong pembicaraan seru mereka dengan Pak Yahya, pria tua yang menjadi sosok penyelamat sang kakak. 

Dengan sangat terpaksa mereka menolak ajakan Pak Yahya untuk menginap, karena saat itu mereka tidak membawa pakaian ganti dan juga belum meminta izin pada keluarga Verda serta Nindy. 

Tris dan yang lainnya berpamitan seusai berjanji pada Pak Yahya, bahwa mereka akan kembali untuk bertemu dengan istri dan anak Pak Yahya, untuk mendengar informasi tambahan mengenai kasus kecelakaan yang dialami Kris dan Gita. 

Nindy tidur meringkuk di kursi tengah mobil. Sementara Verda berusaha untuk menguatkan diri agar bisa menemani Tris yang tengah mengemudi. Sedangkan Hendra telah melesat terlebih dahulu dengan motornya, setelah berjanji akan bertemu kembali esok hari. 

"Kalau ngantuk, tidur aja, Neng," ucap Tris dengan suara yang terdengar lembut. 

"Nggak, aku mau nemenin Aa'," sahut gadis itu. Namun, sekali lagi dia tidak bisa menahan rasa untuk menguap, dan menutup mulut untuk menyamarkan gerakannya. 

Tris menyunggingkan senyuman lebar. Pria itu mengulurkan tangan kiri dan menggenggam jemari Verda. Perempuan itu sempat tertegun sejenak, tetapi akhirnya tetap membiarkan Tris melakukan hal tersebut. 

Verda mengalihkan pandangan ke luar kaca. Gelapnya malam membuat kemampuan supranatural meningkat. Kelebatan bayangan makhluk-makhluk tak kasatmata di sekitar tempat itu sedikit mengejutkan baginya. Sebab sosok yang mereka tampilkan adalah sosok asli yang mengerikan. 

"Neng, tadi Neng lihat apa di tebing? Kayak orang ketakutan gitu. Beberapa kali ngejerit bilang, jangan!" Tris akhirnya tidak sanggup menahan diri untuk bertanya. 

"Ehm, panjang ceritanya, A'. Tapi yang pasti, kecurigaan kita bahwa kecelakaan itu adalah hasil sabotase, kemungkinannya sangat benar." Verda menghela napas berat, kemudian kembali mengarahkan pandangan ke luar kaca. 

"Emang kelihatan?" 

"Akang Kris udah tau dari waktu mobil baru jalan ke luar dari tempat parkir tempat launching itu. Tapi dia sengaja menutupinya dari Gita, supaya nggak khawatir." 

"Hmm, terus?" 

"Aku ... juga mikir, aneh banget kalau truk bisa tiba-tiba nyelonong masuk ke jalur kiri. Karena hasil laporan penyelidik, truk itu nggak ngalamin kerusakan apa-apa, sepertinya si sopir udah bohong waktu bilang rem-nya blong."

"Nah, itu dia, aa' dan Hendra juga mikir gitu."

"Kecepatan truk 50km/jam dalam posisi jalan yang agak menanjak. Logikanya, kalau rem blong saat tengah menanjak itu biasanya ngebanting setir ke kiri, bukan ke kanan." Verda menganalisa sesuai keterangan yang dia dengar dari Hendra. "Akang Kris, kondisi jalan tengah turun, kecepatan mobilnya pun nggak kencang. Dia kesulitan mengatasi rem blong karena kondisi jalan berkabut dan cukup licin," sambungnya. 

"Dari apa yang aku lihat tadi, Akang Kris sebetulnya bisa melindungi dirinya dari patahan dahan yang menembus kaca. Tapi ... dia sengaja menjadikan diri sebagai tameng, agar Gita tidak terkena benda itu." Verda menjeda ucapannya dan menoleh pada Tris. "A', apakah ... akang Kris mencintai Gita?" tanyanya. 

"Entahlah, Neng. Akang dan aa' jarang ngobrol urusan hati. Dari dulu untuk urusan itu kami memang tertutup, karena menganggap hal itu sebagai privasi masing-masing," jelas Tris. 

Verda manggut-manggut. "Feeling aku sih gitu. Dan, Gita juga menyimpan rasa yang sama pada Akang." 

"Oh ya? Kok Neng bisa nyimpulin gitu?" 

"Penglihatan aku selanjutnya yang mengungkap hal itu, A'." 

"Maksudnya?" 

"Di rumah pak Yahya. Tepatnya kasur di depan televisi itu jadi saksi ungkapan cinta Gita pada kang Kris." 

Verda kembali diam. Dia belum bisa mengungkapkan semua yang dilihatnya pada Tris. Ada beberapa hal yang ingin dipastikan Verda terlebih dahulu, baru kemudian dia akan menceritakan semuanya pada Tris dan juga ibunya. 

Tris sendiri tidak berani untuk mendesak Verda. Dia memilih untuk menunggu dan bersabar hingga tiba waktunya Verda akan menjelaskan semuanya, berdasarkan penglihatan indigonya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status