Arya menatap Rayhan tidak percaya. Ia lantas tertawa sumbang. Suara tawanya sama sekali tidak enak untuk didengar.
"Jangan mengada-ada Ray."
"Yang mengada-ada siapa? Kau bertanya kan tadi dan sudah aku jawab. Jadi mana yang salah?" tanya Rayhan sambil bersedekap, menatap lurus Arya.
"Ya, jelas kau yang salah. Mana mungkin Siti memiliki perasaan pada laki-laki dingin, sombong dan kasar sepertimu, yang sama sekali tidak berpengalaman dalam menjalin hubungan dengan wanita manapun. Bagaimana mau berhubungan kalau kau saja langsung gatal-gatal dan berkeringat dingin bila berdekatan dengan seorang wanita." Arya membuka semua kelemahan Rayhan di hadapan Siti, berharap Siti akan berpikir ulang untuk meneruskan rencana pernikahan mereka.
"Kau!!" Rayhan menggeram sambil mengepalkan kedua tangannya, menahan amarah terhadap laki-laki yang saat ini berdiri di hadapannya.
"Apa kau juga yakin bila gadis yang ingin kau nikahi ini memiliki perasaa
Arken hari ini terpaksa harus menghadiri rapat pemegang saham di kantor pusat perusahaan, menggantikan sang papa yang masih berada di luar negeri. Dirinya sudah menelpon Arya berkali-kali agar mau menggantikan dirinya namun Arya tidak juga mengangkat telponnya. Seperti biasanya, Arken akan mampir membeli beberapa roti untuknya sarapan pagi. Mobil sport putihnya ia parkir persis di depan pintu masuk MCC. Ia melangkah masuk, mengedarkan pandangannya mencari seseorang yang sudah beberapa hari ini tidak bertemu dengannya. Ia berjalan mengitari semua rak makanan yang ada di outlet itu, namun sosok yang ia cari tidak juga ia temukan. Ketika ia sampai di rak puding, tempat terakhir yang biasanya ia tuju ketika tidak juga menemukan gadis yang ia cari, ia hanya menemukan sosok gadis lain. "Selamat Pagi, Tuan.. Ada yang bisa saya bantu?" tanya gadis itu, mengucapkan sapaan khas di outlet itu. "Ehm, shift paginya ada pergantian petugas ya?" tanya Arken, jauh dari
Arken melangkah keluar dari ruangannya. Dirinya masih terngiang-ngiang dengan yang dikatakan Arya di ruang rapat tadi. Sizuka sekarang bekerja di kantor Rayhan? Setengah tidak percaya, Arken menyimak cerita Arya siang itu hingga tuntas. Melirik jam tangan yang melekat erat di tangan kanannya, Arken meninggalkan ruangannya. Ia masih ada janji untuk bertemu klien di tempat lain. Keinginannya untuk makan siang dengan Rayhan, terpaksa ia tunda dulu. Meeting kali ini memiliki arti penting untuknya. Mobilnya berhenti tepat di depan sebuah cafe. Ia keluar dari mobilnya dan melangkah masuk cafe tersebut. Seorang pramusaji menyambut kedatangannya dan mempersilahkan dirinya untuk masuk ke ruang yang ia maksud. Arken duduk di kursi yang terletak tepat di pojok ruangan itu. Sambil menunggu kliennya, Arken mencoba menghubungi nomor Rayhan. "Halo," suara Rayhan terdengar diantara suara beberapa orang di belakangnya. "Kau sedang sibuk
Arken berjalan ke luar dari kantor Rayhan. Harapannya bertemu dengan sosok yang dipanggil istri oleh Rayhan, sirna sudah. Rayhan seakan dapat membaca maksud kedatangannya, sehingga pria itu membawa Arken ke ruang rapat, bukan ruang kerjanya seperti yang selama ini ia lakukan. Arken merasa curiga. Ada yang disembunyikan Rayhan darinya. Apakah sosok sitri Rayhan itu adalah sosok yang ia kenal? Arken terus saja memikirikan hal itu, hingga tanpa terasa dirinya sudah sampai di parkiran tempat ia memarkirkan mobilnya. Ia membawa pergi mobilnya meninggalkan perkantoran elit itu, kembali ke rumah orang tuanya, membawa rasa penasaran yang besar terhadap sosok istri Rayhan, dan pertanyaan mengapa dirinya tidak diundang Rayhan jika memang lelaki itu sudah menikah. -0- Rayhan berjalan kembali menuju ruang kerjanya, setelah bayangan Arken menghilang ke dalam lift. Dirinya merasa curiga dengan kedatangan Arken kali ini. Karena tidak mau kecolongan seperti kemarin, Rayhan mem
Pagi itu Siti, sudah berjalan keluar dari rumahnya, dan mulai menunggu taksi online yang sudah ia pesan sebelumnya. Kali ini ia berangkat dengan hati riang. Semalam Mama Ray begitu memanjakannya. Mereka langsung pulang setelah kedatangan perempuan anggun itu ke kantor Rayhan. Dengan seenaknya, Mama Ray menyuruh Ray untuk mengakhiri lembur malam itu. Ia mengajak Siti berjalan-jalan sebentar dengan Rayhan sebagai sopirnya. Pria itu diam tak berkutik. Sama sekali tidak mampu melawan perintah sang mama. Dengan pasrah ia membawakan seluruh kantung belanja milik mamanya dan Siti. Siti hanya bisa tertawa dalam hati dan sesekali memandang kasihan kepada pria itu. Tanpa sepengatahuan Siti, ada seseorang yang tengah mengawasinya. Orang itu berdiri tidak jauh dari tempatnya berdiri. Dengan sesekali melempar pandangan ke sekelilingnya. Lelaki itu berjalan perlahan mendekati Siti, dan dengan sekali gerakan, lelaki itu menempelkan saputangan ke hidung Siti. Siti yang terkejut langsu
Siti mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia berusaha menyesuaikan penglihatannya yang sebelumnya tertutup sehelai kain hitam dengan pencahayaan ruangan itu. Aroma alkohol membuatnya merasa mual. Ia memandang sosok yang tengah berjongkok di hadapannya dengan wajah tertutup topeng kain berwarna hitam. "Siapa kau?" Siti memandang tajam sosok di depannya dengan rasa takut. Ia merasa hawa jahat sedang menyelimuti laki-laki di depannya. Laki-laki itu justru menyeringai di balik topengnya. Ia menikmati setiap perubahan yang terjadi di wajah Siti. Ia lantas tertawa, yang membuat Siti semakin merasa terancam. Setiap suara yang terdengar dari laki-laki itu, membuat bulu kuduk Siti berdiri. Seluruh tubuhnya terasa lemas tak bertulang. Gadis itu tidak berani membayangkan dirinya akan menjadi mangsa lelaki gila ini. "Tidakkah kau hafal dengan suaraku, Cantik?" Siti meneguk air liurnya sendiri, berusaha mengingat pemilik suara. Lelaki itu kemudian menghela na
"Kauuuu!" seru Rayhan dengan suara penuh emosi dan bercampur amarah yang kembali meluap. Kakinya kembali menendang tubuh yang sudah tidak lagi bergerak. Yuda buru-buru menarik tubuh Rayhan dari sana. Jangan sampai atasannya itu kalap dan berubah menjadi pembunuh. "Bos, cukup. Sekarang lihatlah Nona," ujar Yuda menyadarkan Rayhan. Mendengar perkataan Yuda, Rayhan segera menghampiri Siti yang kini tubuhnya sudah ditutupi dengan jas milik Yuda. Rayhan mengganti jas Yuda dengan jas miliknya yang tentu saja ukurannya lebih besar sehingga lebih bisa menutupi semua bagian tubuh Siti yang sempat terekpos. Siti memejamkan matanya, merasa malu karena kondisinya yang begitu mengenaskan. Ia tidak berani menatap Rayhan. Tangisan lirihnya membuat Rayhan merasa tersayat hatinya. Berulang kali ia memaki-maki pria itu. Ingin rasanya ia kembali menghajar pria itu hingga tidak lagi bernyawa. Tanpa pikir panjang Rayhan menggendong Siti, membawa gadis itu menuju mobilnya. Yuda justru sed
Rayhan segera menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Apa yang ia dengar dari mamanya tentang Sizuka baru saja, membuatnya merasa cemas. Trauma. Tampaknya gadis itu trauma untuk disentuh oleh orang lain. Tidak sampai dua puluh menit, mobilnya sudah masuk kembali terparkir dalam garasi luas rumah orang tuanya. Ia keluar dengan langkah lebar dan cepat, seakan berburu dengan waktu, hanya demi bisa melihat dan mengetahui keadaan Siti sesegera mungkin. Langkahnya kian mendekati kamarnya, ketika terdengar lagi tangisan histeris Siti. Rayhan membuka pintu kamarnya dengan segera, namun ia tidak mendapati seseorangpun disana melainkan isakan tangis yang berasal dari kamar mandinya. Tanpa pikir panjang, Ia membuka pintu kamar mandi itu yang ternyata tidak terkunci dan mendapati Siti dan sang mama di dalamnya. Siti jatuh terduduk di depan cermin toilet kamar mandi mewah itu. Dirinya mengosokkan kedua tangannya ke tubuhnya yang terdapat luka bekas gigitan yang kini mulai membiru,
"Menikahlah denganku," ucap Rayhan mengulangi permintaannya, sambil menatap Siti lembut. Siti membisu. Lidahnya kembali kelu dan tidak mampu mengucap sepatah kata pun. Ia terpaku pada suara Rayhan yang begitu lembut menyapa telinganya. Ingin ia memberi jawaban saat ini juga, akan tetapi rasa malu lebih menguasai dirinya. Ia hanya mampu menundukkan kepala, tidak mampu berkata apa pun. Rayhan tersenyum tipis. Melihat rona merah di wajah Siti, dirinya maklum, mungkin ia juga terlalu dini mengungkapkan keinginan yang sudah begitu lama ia tahan. Kejadian hari ini, juga menjadi salah satu alasan mengapa dirinya begitu ingin segera menikahi Siti. Ponselnya berdering, dari Yuda. "Halo." *Bos, Saya sekarang dalam perjalanan menjemput orang tua Nona. "Oke. Hati-hati. Laporanmu aku tunggu di ruang kerjaku nanti." *Siap, Bos. Rayhan kembali mengantongi ponselnya, dan kini hendak beranjak keluar dari kamarnya.