"Selamat Siang."
Merasa mendengar suara wanita menyapa dirinya, Siti mengangkat kepalanya, mengalihkan sejenak pandangannya dari tumpukan dokumen yang harus ia sortir hari itu juga.
"Ya? Ada yang bisa sSya bantu?" Siti berdiri dari duduknya.
"Saya ada janji bertemu dengan pimpinan perusahaan di sini, apakah bisa membantu mengantarkan Saya hingga ke ruangannya?" tanya wanita yang berparas blasteran itu.
"Oh, sebentar, Nona. Saya tanyakan dulu apakah bapak direktur sudah bisa menerima tamu atau belum." Siti menekan angka 1 yang langsung terhubung ke ponsel Rayhan. Jangan heran, semua ini hasil pekerjaan Rayhan, ia yang menyetel angka 1 pada ponsel Siti agar bisa langsung terhubung dengannya. Siti sendiri mana paham soal begituan, ia hanya tahu cara mengetik sms, pesan wa dan menelpon, fitur lain tidak pernah diingatnya, kecuali untuk ber-swa foto.
Rayhan tertawa lebar begitu melihat Siti yang melesat masuk ke ruangannya padahal dia belum sempat memulai hitungannya. Pria itu langsung masuk ke ruangannya, mengikuti Siti yang kini sudah duduk manis di sofa tamu layaknya seorang yang hendak dimintai pertanggung-jawaban atas sikapnya yang telah menyalahi peraturan perusahaan. "Kenapa tegang begitu? Aku kan belum memulai apa-apa." Rayhan mulai kumat kejahilannya. Tegang? Siapa yang tegang? Sikap begini ini memang sikap seorang karyawan yang dipanggil menghadap atasannya, gumam Siti pada dirinya sendiri, dengan mata yang wira-wiri ke sana ke mari, memandang dokumen yang berserakan di atas meja di hadapannya. Ahh, tiba-tiba perasaannya menjadi tidak enak. Lepas dari mulut buaya, masuk ke dalam mulut harimau. Sial benar nasibnya hari ini. Siti mulai menanti-nanti perintah apa yang akan diberikan Rayhan padanya setelah ini. "Apa kau ingin membuatku begadang sampai besok pagi?" tanya Rayhan pada Siti
Akhirnya Siti berhasil menyelesaikan tugas pertamanya,dan kini ia sedang bersiap untuk melanjutkan tugas tambahannya hari itu. Jam sudah menunjukkan pukul 15 lebih 40 menit, waktunya para karyawan bersiap untuk pulang 10 menit lagi. Siti yang merupakan karyawan baru, belum memiliki teman satupun melangkahkan kakinya ke lantai bawah, mencari camilan untuk menemaninya lembur 20 menit lagi. Ketika kakinya berhenti di depan lift yang akan menuju ke lantai 1, ada tangan yang tiba-tiba menepuk pundaknya dari belakang. Siti terlonjak kaget. Pikirannya yang melanglang buana membuat dirinya tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya. "Ya amplop, masih muda kok suka melamun. Bahaya! Ntar loe kesambet penunggu gedung ini baru tahu rasa..." terdengar suara cempreng di belakangnya. Siti memutar badannya menghadap asal suara. Ternyata, tepukan tadi berasal dari cewek yang tadi pagi menegurnya dan bersikap sok kenal sok akrab. "Hehehe.." Siti hanya terkekeh.
Arya terperangah tak percaya melihat sosok gadis yang ia kenal tengah berdiri berhadapan, saling lempar kata penuh emosi dengan sahabatnya. Dia berulang kali mengerjap-kerjapkan matanya, berharap gadis itu bukanlah sosok yang ia kenal namun kenyataannya tidak sesuai harapannya. "Hai!" Arya memberanikan dirinya memecah kesunyian dan mencairkan hawa panas di ruangan itu. "Apa!!!" Baik Siti maupun Rayhan menjawab sapaan Arya bersamaan. "Kenapa kau masih disini?" "Kenapa anda tidak juga pulang, Tuan?" Sekali lagi, mereka berdua mengajukan pertanyaan dalam waktu yang bersamaan sambil menatap Arya dengan penuh kekesalan. "Ah ha ha ha... Apakah ada sesuatu yang kalian sembunyikan dariku?" Arya masih berusaha meredakan hawa panas di ruangan itu. Rayhan menatap tajam Arya. Wajahnya menjadi semakin gelap. Kekesalannya semakin membuncah karena sikap Arya yang tidak tahu diri karena masih berada di ruangannya dan melihat
Arya menatap Rayhan tidak percaya. Ia lantas tertawa sumbang. Suara tawanya sama sekali tidak enak untuk didengar. "Jangan mengada-ada Ray." "Yang mengada-ada siapa? Kau bertanya kan tadi dan sudah aku jawab. Jadi mana yang salah?" tanya Rayhan sambil bersedekap, menatap lurus Arya. "Ya, jelas kau yang salah. Mana mungkin Siti memiliki perasaan pada laki-laki dingin, sombong dan kasar sepertimu, yang sama sekali tidak berpengalaman dalam menjalin hubungan dengan wanita manapun. Bagaimana mau berhubungan kalau kau saja langsung gatal-gatal dan berkeringat dingin bila berdekatan dengan seorang wanita." Arya membuka semua kelemahan Rayhan di hadapan Siti, berharap Siti akan berpikir ulang untuk meneruskan rencana pernikahan mereka. "Kau!!" Rayhan menggeram sambil mengepalkan kedua tangannya, menahan amarah terhadap laki-laki yang saat ini berdiri di hadapannya. "Apa kau juga yakin bila gadis yang ingin kau nikahi ini memiliki perasaa
Arken hari ini terpaksa harus menghadiri rapat pemegang saham di kantor pusat perusahaan, menggantikan sang papa yang masih berada di luar negeri. Dirinya sudah menelpon Arya berkali-kali agar mau menggantikan dirinya namun Arya tidak juga mengangkat telponnya. Seperti biasanya, Arken akan mampir membeli beberapa roti untuknya sarapan pagi. Mobil sport putihnya ia parkir persis di depan pintu masuk MCC. Ia melangkah masuk, mengedarkan pandangannya mencari seseorang yang sudah beberapa hari ini tidak bertemu dengannya. Ia berjalan mengitari semua rak makanan yang ada di outlet itu, namun sosok yang ia cari tidak juga ia temukan. Ketika ia sampai di rak puding, tempat terakhir yang biasanya ia tuju ketika tidak juga menemukan gadis yang ia cari, ia hanya menemukan sosok gadis lain. "Selamat Pagi, Tuan.. Ada yang bisa saya bantu?" tanya gadis itu, mengucapkan sapaan khas di outlet itu. "Ehm, shift paginya ada pergantian petugas ya?" tanya Arken, jauh dari
Arken melangkah keluar dari ruangannya. Dirinya masih terngiang-ngiang dengan yang dikatakan Arya di ruang rapat tadi. Sizuka sekarang bekerja di kantor Rayhan? Setengah tidak percaya, Arken menyimak cerita Arya siang itu hingga tuntas. Melirik jam tangan yang melekat erat di tangan kanannya, Arken meninggalkan ruangannya. Ia masih ada janji untuk bertemu klien di tempat lain. Keinginannya untuk makan siang dengan Rayhan, terpaksa ia tunda dulu. Meeting kali ini memiliki arti penting untuknya. Mobilnya berhenti tepat di depan sebuah cafe. Ia keluar dari mobilnya dan melangkah masuk cafe tersebut. Seorang pramusaji menyambut kedatangannya dan mempersilahkan dirinya untuk masuk ke ruang yang ia maksud. Arken duduk di kursi yang terletak tepat di pojok ruangan itu. Sambil menunggu kliennya, Arken mencoba menghubungi nomor Rayhan. "Halo," suara Rayhan terdengar diantara suara beberapa orang di belakangnya. "Kau sedang sibuk
Arken berjalan ke luar dari kantor Rayhan. Harapannya bertemu dengan sosok yang dipanggil istri oleh Rayhan, sirna sudah. Rayhan seakan dapat membaca maksud kedatangannya, sehingga pria itu membawa Arken ke ruang rapat, bukan ruang kerjanya seperti yang selama ini ia lakukan. Arken merasa curiga. Ada yang disembunyikan Rayhan darinya. Apakah sosok sitri Rayhan itu adalah sosok yang ia kenal? Arken terus saja memikirikan hal itu, hingga tanpa terasa dirinya sudah sampai di parkiran tempat ia memarkirkan mobilnya. Ia membawa pergi mobilnya meninggalkan perkantoran elit itu, kembali ke rumah orang tuanya, membawa rasa penasaran yang besar terhadap sosok istri Rayhan, dan pertanyaan mengapa dirinya tidak diundang Rayhan jika memang lelaki itu sudah menikah. -0- Rayhan berjalan kembali menuju ruang kerjanya, setelah bayangan Arken menghilang ke dalam lift. Dirinya merasa curiga dengan kedatangan Arken kali ini. Karena tidak mau kecolongan seperti kemarin, Rayhan mem
Pagi itu Siti, sudah berjalan keluar dari rumahnya, dan mulai menunggu taksi online yang sudah ia pesan sebelumnya. Kali ini ia berangkat dengan hati riang. Semalam Mama Ray begitu memanjakannya. Mereka langsung pulang setelah kedatangan perempuan anggun itu ke kantor Rayhan. Dengan seenaknya, Mama Ray menyuruh Ray untuk mengakhiri lembur malam itu. Ia mengajak Siti berjalan-jalan sebentar dengan Rayhan sebagai sopirnya. Pria itu diam tak berkutik. Sama sekali tidak mampu melawan perintah sang mama. Dengan pasrah ia membawakan seluruh kantung belanja milik mamanya dan Siti. Siti hanya bisa tertawa dalam hati dan sesekali memandang kasihan kepada pria itu. Tanpa sepengatahuan Siti, ada seseorang yang tengah mengawasinya. Orang itu berdiri tidak jauh dari tempatnya berdiri. Dengan sesekali melempar pandangan ke sekelilingnya. Lelaki itu berjalan perlahan mendekati Siti, dan dengan sekali gerakan, lelaki itu menempelkan saputangan ke hidung Siti. Siti yang terkejut langsu