Share

The Story of Jawata: Pusaka Ajaib
The Story of Jawata: Pusaka Ajaib
Penulis: JWT Kingdom

1. Lembah Arwah

"Inikah Lembah Arwah? Kejahatan seperti apa, tersembunyi dari dunia luar?"

_________

Sepi. Sunyi. Hening.

Wajah lembah tandus membisu. Tulang belulang binatang terserak, setengah terkubur di tanah retak. Deru angin lirih menyapu ranting-ranting rapuh terserak. Saksi bisu peristiwa tragis masa silam.

Samar-samar, kabut tipis menyingkap sosok penunggang kuda, memimpin rombongan melintasi tempat itu.

"Benar dugaanku," katanya sembari menyingkap tudung jubah.

Para anak buah mengikutinya. Derap dan ringkik kuda berhenti serentak, memecah kesunyian.

"Kita memasuki Lembah Arwah. Tidak cukup waktu untuk kembali. Sebaiknya kita jangan berlama-lama di sini," kata pemimpin. Rombongan berkuda itu, lekas bergegas memacu kuda.

Kuda-kuda meringkik ketakutan. Dipaksa menerobos lembah. Pemimpin diikuti sembilan orang anak buahnya, terpaksa turun dan menuntun kuda masing-masing. Tetap waspada berjalan hati-hati.

"Sssh ...," mereka mengelus kuda yang gusar.

"Jangan menimbulkan suara gaduh, hati-hati langkah kalian," kata ketua kepada semua anak buahnya. Perhatiannya terus waspada terhadap situasi sekitar.

Pasukan Bayangan. Bukan sekawanan pengecut. Tak gentar menerobos lembah tandus. Debu dan kabut hampir tiada beda. Sesekali kabut memudar, semakin jelas hamparan sunyi dan mencekam. Perjalanan rombongan itu berujung pada satu pemandangan mengejutkan.

Di depan sana, tampak pohon-pohon mati. Samar-samar mayat-mayat kering bergelantungan di antara dahan. Mayat-mayat itu tampaknya dibiarkan dalam waktu lama.

"Ketua!" Pekik seseorang di belakang pemimpin.

Ketua Sujinsha, pemimpin mereka, memberikan isyarat jemari untuk menahan suara, berhati-hati menghampiri pepohonan tempat tergantung mayat-mayat kering itu. Ketua menghunus belati dari balik sabuk, lalu melemparkan belati itu ke sebuah tali yang menjerat leher sesosok mayat. Mayat itu pun terjatuh di tanah.

"Tidak!"

Pekik Ketua Sujinsha, mengenali mayat kering itu. Sembilan orang bawahannya pun terkejut.

"Ini murid Praja Tanapura," tegang Ketua Sujinsha, sangat yakin mengenali identitas mayat kering yang sedang diperiksa.

"Tidak salah lagi, baju yang dikenakan, benar ini murid Praja Emas," kata beberapa anak buahnya membenarkan.

"Apa yang terjadi?" gumam Ketua Sujinsha. Raut muka para anak buahnya bergidik ngeri. Merasa situasi tidak aman, ia memerintahkan sesuatu.

"Masukkan ke dalam karung!" perintahnya dan segera dilaksanakan oleh anak buahnya. Dengan sergap, mereka memasukkan mayat kering itu ke dalam karung.

"Cepat kembali ke kuda!" perintah Ketua Sujinsha.

Para anak buahnya mengusung karung berisi mayat ke punggung kuda. Sementara empat orang lainnya mengikuti Ketua Sujinsha bergerak.

Ketua Sujinsha mengamati mayat-mayat lainnya bergantungan di pohon. Suara Ketua Sujinsha bergetar. Nafas tertahan sembari berucap.

"Inikah Lembah Arwah? Kejahatan seperti apa, tersembunyi dari dunia luar?!"

Tiba-tiba datang pekik meraung dari angkasa, berbaur deru angin. Memekakkan telinga. Disusul penampakan makhluk-makhluk bersayap berkelebat dari segala penjuru.

"Sembunyi!"

Ketua Sujinsha dan beberapa anak buahnya bergerak cepat, menyelinap di balik pohon-pohon. Dari balik persembunyian, ia mendongak ke langit-langit.

"Kelelawar mutan!" pekik Ketua Sujinsha, menyadari jenis makhluk yang berdatangan.

"Panah!" aba-aba Ketua Sujinsha bersiaga untuk serangan penuh. Ia merapal satu kalimat sakral.

"Attamiwa ...!"

Desisnya tegas. Sepatah mantra membuat panah di kendali busurnya berkilat. Berpusat target panah ke arah angkasa. Gerak tangan membidik titik target dan melepas panah.

"Panah!"

Seru Ketua Sujinsha memberi komando. Anak buah pun meluncurkan panah-panah.

Jerit di angkasa. Tubuh makhluk bersayap jatuh terbanting ke tanah. Raungan membahana ke seluruh lembah. Satu panah terbesar tertancap persis di tubuh makhluk itu.

Tersadar, situasi lebih mengancam. Sayup-sayup bersahutan raungan semakin banyak.

"Celaka! Mereka berdatangan!"

"Mundur!"

"Kembali ke kuda!"

Perintah Ketua Sujinsha. Mereka berlarian secepat mungkin kembali ke posisi kuda, segera meninggalkan tempat itu. Beberapa saat kemudian, langkah kuda-kuda terhenti mendadak diiringi ringkik tajam.

"Kita tersesat!"

Ketua Sujinsha tersadar. Kuda yang ditunggangi ikut gusar. Ternyata mereka hanya berkeliling sekitar, melintasi jalur yang sama.

"Jalur masuk seolah menghilang!" kata seorang anak buahnya.

Ketua Sujinsha membuka gulungan peta kuno, "Aku yakin kita di luar jalur Lembah Arwah. Tetapi, peta ini tidak menunjukkan arah kemanapun," kata Ketua Sujinsha, serius memperhatikan peta.

"Lembah ini jebakan!" seorang anak buah melihat segala penjuru. Tampak kawasan belukar kering.

"Dahulu, ini kawasan hutan mati. Tersembunyi dari dunia luar," jawab Ketua Sujinsha. Semua anak buahnya semakin was-was.

"Jangan panik! Bukit-bukit sekitar, aku yakin mengenal daerah ini. Kita di kawasan perbatasan barat antara Tanapura dan Kakilangit," kata Ketua Sujinsha, meyakinkan anak buahnya.

"Ada cahaya di sana!" kata seseorang terdepan, mengawasi satu arah. Pandangan matanya menangkap sesuatu remang-remang di sana.

Senja makin gelap. Cahaya remang-remang di sana menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

"Tunggu! Jangan gegabah! Kita belum tahu pasti siapa mereka di sana?" cegah Ketua Sujinsha, tetap mengawasi dari kejauhan.

"Api unggun?!" sahut seorang bawahannya.

"Mungkinkah mereka pedagang bandit yang kebetulan berkemah?"

Saling bertanya di antara mereka, penuh heran was-was.

"Tidak ada pilihan. Setidaknya ada orang lain tidak jauh dari sini," kata seorang paling depan memantau situasi.

Ketua Sujinsha memberi satu komando.

"Ayo ke sana!"

* * *

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status