Hawa panas menyelimuti. Terik seluas hamparan lembah sejauh penjuru. Lembah tandus tampak gersang dalam kurun waktu lama. Tak satupun yang bernyawa tampak berlalu. Wajah lembah tandus membisu sepanjang siang. Tulang belulang binatang terserak, setengah terkubur di tanah.
Sepi. Sunyi. Hening.
Angin lirih menderu. Beberapa pohon raksasa menandakan sekian lama tanpa tanda kehidupan, menyisakan dedaunan kering. Saksi bisu peristiwa silam yang tragis.
Samar-samar, bayangan menerobos kesunyian lembah. Kabut tipis menyingkap sosok penunggang kuda. Terhenti sejenak, ia mencari jejak arah kemana akan dituju. Hanya kesunyian menjadi jawaban.
Seorang lelaki penunggang kuda menyingkap tudung jubah. Melawan angin seperti jarum menusuk-nusuk. Tidak cukup jelas apapun yang ada di hadapannya. Situasi tidak memungkinkan pandangannya menatap apapun di sana.
Beberapa saat kemudian, anak buahnya menyusul. Derap kuda terhenti di samping lelaki penunggang kuda yang memimpin rombongan. Ringkik kuda memecah kesunyian lembah.
"Apakah kita harus melalui jalan ini, Ketua?" tanya seorang anak buah kepada pemimpin di depannya lebih dulu berhenti.
"Benar dugaanku,” kata seorang yang memimpin rombongan berkuda, tertegun sejenak. Mengamati sekitar tempat itu.
"Ternyata kita telah memasuki jalur Lembah Arwah. Tidak cukup waktu untuk kembali."
"Sebaiknya kita jangan berlama-lama di sini," kata Ketua memimpin rombongan, lekas bergegas memacu kuda.
Kuda-kuda tunggangan, meringkik ketakutan. Namun dipaksa untuk menerobos jalan di hadapan mereka.
Pemimpin diikuti enam orang bawahannya terpaksa turun dan menuntun kuda masing-masing. Tetap waspada dan siaga sembari berjalan hati-hati.
"Sssh ...," sesekali mereka mengelus kuda agar tenang.
"Jangan menimbulkan suara gaduh, hati-hati langkah kalian," lanjut ketua yang memimpin kepada anak buahnya. Perhatiannya tetap waspada terhadap situasi sekitar.
Pasukan Bayangan. Mereka bukan sekawanan pengecut. Tak gentar menerobos lembah tandus dan panas. Debu dan kabut hampir tidak ada beda. Sesekali pekatnya kabut memudar. Tampak semakin jelas oleh rombongan itu, sebuah hamparan sangat sunyi dan mencekam. Perjalanan mereka berujung pada suatu pemandangan mengejutkan.
Di depan mereka, tampaklah pohon-pohon besar yang lapuk dan mengering. Samar-samar tampak sosok-sosok menggantung di antara dahan kering. Pasukan Bayangan mendekat, semakin tampak jelas oleh mata mereka, mayat-mayat keropos bergelantungan. Mayat-mayat itu seperti dibiarkan mengering dalam waktu lama.
"Ketua!" Seseorang memanggil pemimpin. Tampak khawatir dan cemas akan pemandangan di depan mata.
Ketua Sujinsha memberikan isyarat jemari di depan mulut. Sangat berhati-hati, ia menghampiri pepohonan besar menjulang di hadapan mereka. Kemudian Ketua Sujinsha menghunus belati dari balik sabuk, melemparkan belati itu pada sebuah tali yang menjerat leher seonggok mayat. Mayat itu pun terjatuh rapuh ke tanah. Kemudian ia bergegas memeriksanya.
"Tidak!"
Pekik Ketua Sujinsha. Tampaknya ia mengenali mayat kering di pangkuannya sekarang. Enam orang bawahannya menyusul. Mereka semua sangat terkejut.
"Ini murid kita! Praja Tanapura. Praja Emas!" kata Ketua Sujinsha di tengah keterkejutannya, semakin yakin mengenali identitas mayat kering yang sedang diperhatikan dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Tidak salah lagi!”
”Baju yang dikenakan, benar ini murid Praja Emas," beberapa anak buahnya ikut membenarkan.
"Apa yang terjadi?" nafas geram menyatu, Ketua Sujinsha menahan rasa ngeri. Raut muka para anak buahnya memperhatikan mayat itu, juga bergidik. Merasakan intuisi tidak aman, Ketua Sujinsha memerintahkan sesuatu.
"Cepat masukkan ke dalam karung!" perintahnya dan segera dilaksanakan oleh anak bawahannya. Dengan sergap dan singkat, mereka memasukkan mayat kering itu ke dalam karung kemudian mengusungnya dan menaruhnya di punggung salah seekor kuda tunggangan mereka. Sementara empat orang anak buah mengikuti Ketua Sujinsha mendekati pepohonan besar. Mereka mengamati mayat-mayat lainnya bergelantungan di pohon itu. Tampaknya beberapa dari mayat-mayat itu mengenakan seragam yang sama.
”Mayat-mayat ini, sepertinya para praja dari sekte lain,” gumam Ketua. Amarah tertahan, suara Ketua Sujinsha bergetar. Nafasnya terasa berat.
"Lembah Arwah. Kejahatan seperti apa, tersembunyi dari dunia luar?"
Angin menjawab. Berdesir lirih kian kencang. Tiba-tiba suara raungan membahana dari angkasa yang diselimuti awan abu-abu gelap. Suara panjang seekor makhluk besar yang belum diketeahui wujudnya, menggelegar, dan menyeruak deru angin. Cukup memekakkan telinga. Penampakan bayangan makhluk bersayap, sekelebat menaungi orang-orang yang mendongakkan wajah ke langit-langit dengan tegang dan waspada.
”Sembunyi!” perintah Ketua Sujinsha, paling dulu bergerak cepat, menyelinap di antara celah akar-akar pohon. Tempat bersembunyi darurat. Empat orang bawahannya mengikuti. Celah-celah akar yang besar-besar dan bertautan.
”Makhluk apa itu?!”
Memasang waspada, mereka bersiap-siap meregangkan busur dengan panah-panahnya.
* * *
Jantungku adalah jantungmu! Jika aku menusuk jantungku. Itu pula yang terjadi pada jantungmu!" ________ "Aku menyerah!" Suara lantang memecah ketegangan. Samar-samar Ketua Sujinsha berjalan selangkah demi selangkah, memasuki area perkumpulan musuh. Jumlah mereka ratusan orang-orang pembantai, termasuk belasan pimpinan Lowak Ruyo. Senyum sungging Puan Ra menyambut lelaki itu datang. Ketua Sujinsha berhenti tepat di hadapan Puan Ra. Orang-orang pembantai mengelilingi dengan wajah-wajah beringas. Puan Ra berdiri di hadapan Ketua Sujinsha mengangkat kedua lengan pertanda menyerah. "Lepaskan praja itu! Sebagai gantinya kalian mendapatkan aku!" seru Ketua Sujinsha. Kedua tangan bersilang di belakang tengkuk. "Cuih! Akal bulus apa kiranya strategimu, Pengelana jalanan! Kau sama sekali tidak berguna!" Puan Ra menjawab sengit. "Tentu aku berguna jika menjadi tawananmu! Lepaskan praja itu!" seru Ketua Sujinsha lagi. Mata berbalas mata. Permusuhan lama antara pemimpin Para Pembant
Pagi menyingsing bersama embun menyelimuti. Sang Surya bersemu jingga, mengintip dari balik ufuk timur. Wajahnya malu-malu perlahan mulai tampak."Jangan libatkan mereka."Seseorang menyampaikan pesan itu dari mulut Lorr En, dan sekarang diucapkan kembali oleh seorang pemantau. Ia menuturkan laporannya pada Ketua Sujinsha."Dia bertekuk lutut. Kedua kaki dan tangan terikat. Kedua matanya tertutup kain. Ia mengatakan itu kepada pimpinan musuh sehingga melepaskan kami untuk menyampaikan hal ini kepada Tuan."Pemantau dari sekumpulan Pasukan Bayangan. Sekembalinya dari penyisiran sekitar perbatasan, sempat bertemu musuh. Ia ditangkap, kemudian sengaja dilepaskan untuk menyampaikan pesan itu kepada Ketua Sujinsha. Tujuannya agar Pasukan Bayangan menyerahkan diri dan mengembalikan Raojhin kepada pihak musuh.Pemantau itu melaporkan informasi sepenuhnya kepada Ketua Sujinsha tentang tertangkapnya Lorr En, tentu membuat cemas Pasukan Bayangan.Ketua Sujinsha tertegun sebentar. Tegang dalam p
Satu orang kembali. Justru satu lagi menghilang. Seakan hanya bertukar saja.________"Jaga gudang mayat!"Teriakan penjaga menjadi petunjuk tempat Raojhin disembunyikan. Orang-orang saling melempar tugas. Hiruk pikuk situasi di kawasan pangkalan Pasukan Pembantai. Masing-masing pemimpin sibuk mengumpulkan sejumlah pasukan untuk dikerahkan ke luar pangkalan.Sesosok makhluk dari tanah, tersembul ke permukaan dan meluncur dalam pusaran pasir. Kemudian gesit wujudnya menjelma gumpalan tanah pasir menggelinding."Hup!" tubuh itu menggelinding sampai ke sisi bayang-bayang tenda dan terhenti.Rupanya manusia yang meringkuk dari gumpalan tanah pasir. Tak lain adalah Taja. Selimut tanah pasir, luruh dari tubuhnya. Sembari kebas seluruh baju, Taja memasang waspada, tatap matanya sekeliling arah. Tampak lenggang keadaan sekitar.Di tengah-tengah situasi tak menentu, akibat makhluk pasir bekerja secara efektif. Berhasil mengalihkan seisi pangkalan pembantai dan mengacaukan suasana. Taja berhasi
Hantu Pasir. Penghuni gaib Perbatasan Tengkorak. Makhluk penghisap siapapun yang hidup di permukaan tanah.________Deru pasir debu menyatu.Langit malam kian larut. Kantuk mengendap dalam penat orang-orang sedang berjaga-jaga di setiap titik kawasan pangkalan. Sejengkal pun tidak ada yang luput dari pengawasan mata regu pemantau, sibuk mengawasi penjuru arah dari tiang-tiang tinggi.Pangkalan pembantai tak pernah mengenal tidur. Kawasan merah dengan rona kobaran api. Sejauh mata menangkap kegelapan, titik-titik bara bersumber api unggun. Udara menerbangkan abu pijar dari bara meredup.Barisan regu giliran jaga malam bertukar tugas. Pasukan Pembantai dalam naungan gelap malam, tampak lebih waspada dan sangar wajah mereka.Pemimpin-pemimpinnya memasang erat penutup kepala bertanduk. Gading-gading gajah dipasang tegak lurus ujung lancipnya menghadap ke atas. Pertanda pemimpin baling berkuasa sedang berada di antara pasukan berkumpul.Beberapa orang tampak lalu lalang, tergesa-gesa dalam
Makhluk pasir dan tanah? Apa sungguhan itu makhluk yang terbentuk dari pasir dan tanah?________"Lorr."Taja menepuk pundak Lorr En. Ia pun siap menyambut Taja memberikan perintah."Kerahkan Pasukan Tawon! Alihkan musuh!" Taja berapi-api, tersulut ambisi bersiap-siap penuh."Aku akan mengobrak-abrik sarang pembantai," kata Taja sembari bangkit tegap, menyingsingkan kepalan tangan erat-erat.Ketua Sujinsha ternganga. Kiranya manusia seperti apa yang memiliki keyakinan sebesar itu untuk menyerbu pangkalan musuh sekelas Pasukan Pembantai. Ia sendiri bahkan tidak terpikir strategi sejauh itu. Butuh keberanian dan kekuatan pasukan besar dan persiapan matang."Tuan, serahkan padaku! Malam ini, aku akan menyerbu Pangkalan Pasukan Pembantai," tegas dan penuh percaya diri, Taja mengatakannya."Malam ini?!" ujar Ketua Sujinsha terkaget-kaget. Tak segera mengambil keputusan. Ia dan semua orang bawahannya banyak terluka dan belum pulih dari letih kesakitan. Pertarungan sebelumnya, melawan Pasuka
"Tempat ini seperti tersembunyi? Seolah musuh tidak menyadari keberadaan kita?"________Malam berlarut.Tampak langit gelap dari celah-celah rongga bebatuan tempat persembunyian. Pertahanan magis energi Taja dan Lorr En bersatu, diperkirakan dapat bertahan sampai fajar menyingsing untuk melindungi diri bersama Pasukan Bayangan.Sementara itu, terdengar suara-suara meraung dari luar, pertanda banyak sekali orang-orang pembantai berdatangan sekitar tempat itu, melalui udara dan darat. Gonggongan anjing-anjing pelacak, menelusuri jalur lereng dan rongga-rongga sekitar. Kuat tajam penciuman anjing-anjing itu mengendus-endus setiap jengkal permukaan tanah dan batu. Mencari jejak Pasukan Bayangan yang sedang bersembunyi bersama Taja. Untuk sementara, mereka aman dari deteksi musuh."Perisai Alhirri hanya bertahan sebelum pagi menyingsing," kata Taja meresahkan hal itu. Kiranya sampai fajar, tetapi musuh masih patroli sekitar lokasi persembunyian."Aku akan mengalihkan perhatian mereka," uj