"Aku menyaksikan Taja menyentuh Pasvaati!" kata Putri Alingga."Terpaksa aku mengatakan kejadian ini pada Ketua untuk menyelamatkanmu!" lanjut Putri.Taja menggigil. Sungguh mereka tidak tahu jika Taja ketakutan bukan karena Pasvaati. Sesuatu lain mengancam keselamatan jiwanya."Dengarkan baik-baik. Paduka Raghapati sedang mengalami kambuh. Itu menjadi kesempatan untuk Abdi Kanan dan Abdi Kiri bertindak atas nama Paduka!" kata Ketua Sujinsha agar semuanya berhati-hati."Kedua Abdi Paduka, pasti merencanakan sesuatu yang membahayakan kalian!" Putri Alingga menyambung kalimat Ketua Sujinsha."Sejak awal kedatangan Taja dan Lorr En. Mereka berusaha menyingkirkan kalian berdua!""Rao, kamu juga dalam keadaan tidak aman," lanjut Ketua Sujinsha."Tuan, kami memiliki rencana. Kami akan mengendalikan Sang Gendewa dan Pasvaati bersama-sama," kata Taja, menguatkan diri dan mengatakan rencananya. Raojhin melihat ke arah Taja. Sebenarnya ia juga bingung akan rencana itu."Dua orang mengangkat Sang
"Teluh Petaka akan membunuh Paduka! Selamatkan Paduka!"__________"Masuklah!"Ketua Sujinsha mengawal Taja sampai di gerbang Istana Kitab."Terimakasih, Tuan," Taja segera bergegas masuk. Bersama Ketua Sujinsha, penjaga gerbang tidak dapat berbuat apa-apa kecuali membiarkan Taja memasuki Istana Kitab."Aku menunggu di sini. Segera kembali jika sudah selesai apa yang kau butuhkan!" seru Ketua Sujinsha sembari melihat Taja memasuki Istana Kitab. Sosoknya hilang di balik pintu.Ruangan seluas Istana Kitab terlihat sepi, apalagi kondisi saat malam. Tampak sekeliling tata letak ruangan telah berubah."Radhit!" panggil Taja kebingungan harus mencari kemana sosok Radhit biasanya mudah ditemui di Istana Kitab."Radhittama!" Taja mendadak khawatir lantaran belum terlihat penampakan sosok Radhit. Biasanya ia lebih dulu muncul secara tiba-tiba. Tetapi sekarang, kenapa sampai memanggil nama Radhit pun, sosok itu belum juga menampakkan diri. Hanya keheningan menjawab Taja."Radhit, kenapa aku tida
'Gawat!''Aroragh pasti berada di sekitar sini!' pikir Taja. Tak mau ambil resiko, ia segera sembunyi ke semak-semak dan pepohonan. Ujung Menara Tua tampak olehnya. Namun jalur menuju ke sana masih jauh.Perlahan dengan penuh waspada, sangat berhati-hati, Taja merayap dengan wujud sekujur tubuhnya berselimut akar. Sekelebat bayangan gesit tubuhnya melintasi atap-atap bangunan istana.Tampak bayang-bayang dua sosok manusia tengah bergerak sembunyi-sembunyi."Bersiap-siaplah! Fajar tidak lama lagi!" seseorang berjubah berkata pada seorang lainnya yang sibuk menggali tanah dan mengubur sesuatu.Sekelebat Taja kebetulan melintasi atap-atap di dekat mereka. Tanpa disadari kedua orang itu, Taja mencuri dengar."Inilah akhir dari Tanapura!" kata seseorang baru usai mengubur sesuatu di tanah."Akhir dari riwayat Raghapati!" kata seseorang lainnya sambil waspada ke sekeliling tempat mereka berada.Taja berlindung di kegelapan atap bangunan. Terdengar khas siapa pemiliki suara itu.'Ki Ratma dan
"Alunan seruling merasuk. Memeluk Jiwa."__________Tiga sosok manusia mengendap-endap, menuruni anak tangga tingkat demi tingkat bangunan Menara Tua. Sesampainya di tingkat paling bawah, ketiga sosok itu tidak lain Raojhin, Lorr En, dan Taja, mengintai dari sisi gelap teras, sebelum menyusup ke koridor dijaga prajurit.Para prajurit jaga malam berganti tugas dengan giliran jaga berikutnya. Rutinitas mereka berpatroli sekitar tingkat paling bawah Menara Tua. Terdapat satu ruangan penting untuk dijaga paling ketat daripada ruangan lainnya."Kita harus bagaimana?" Raojhin melirik ke arah Taja di sampingnya. Lorr En di sisi yang lain, mengawasi penjaga-penjaga itu. Taja menunggu tanda-tanda Mantera Sirep."Sebentar lagi Pukul Ayam Betina*," Raojhin mulai tidak sabar. Taja menjawab dengan telunjuk di ujung mulutnya."Apa ruangan itu penyimpanan Sang Gendewa?" tanya Taja berbisik, mengamati ke satu koridor dijaga puluhan prajurit."Tidak salah lagi," Raojhin menunjuk satu papan terukir nama
"Huff ...!"Lorr En dan Raojhin bahu membahu untuk menyingkirkan mereka dari hadapan pintu."Berat sekali badan orang-orang ini!" Raojhin menggerutu ringan sambil menggeser tubuh dua penjaga itu."Terkunci!" pekik Raojhin menyadari bahwa pintu itu terpasang palang kayu selebar ukuran pintu. Palang tersebut terlilit rantai besi dan terkunci gembok-gembok besar."Penjaga-penjaga ini tidak memiliki kuncinya," Raojhin memeriksa sebentar kalau-kalau kunci terselinap di pakaian mereka. Tetapi hasilnya nihil. Tidak ada kunci sama sekali ditemukan."Tidak banyak waktu untuk mencari kuncinya!" Lorr En juga tidak mendapatkan kunci yang diharapkan."Apa yang terjadi ketika terbangun nanti, mereka semua melihat pintu besar ini sudah dalam keadaan hancur?" Lorr En mengepalkan kedua tangannya sembari berancang-ancang. Ia mengumpulkan nafas dalam-dalam, memusatkan energi ke satu titik pada kepalan tangannya di bersilang di dada."Raojhin, menjauhlah!" kata Lorr En memperingatkan Raojhin sebelum berak
Wajah sama hitam dengan selimut asap tebal di sekujur tubuh kekar. Sebelah tangan menggenggam cemeti api, sebelah lainnya mengayunkan cemeti kilat.__________"Satukan energi!"Raojhin memberi komando pada Lorr En. Keduanya berdampingan, memusatkan pikiran dalam meditasi, lalu mengerahkan kedua tapak bersamaan ke jeruji segel kerangkeng. Tanpa terduga, energi malah berbalik menggeser mundur tubuh mereka."Aagh!"Pekik Raojhin dan Lorr En masing-masing. Beruntung seperempat tenaga saja dikerahkan. Jika tidak, tenaga penuh akan membuat dada sesak, terpental kekuatan mereka sendiri.Lorr En kembali mengambil posisi meditasi. Raojhin menyerap kekuatan dari alam. Kali ini memasang sebelah tapak sebagai tameng diri. Sebelah tapak lainnya bersatu dengan Lorr En. Kemudian sekali lagi mengguncang permukaan kerangkeng besi baja berkekuatan magis. Cahaya kilat memantul dalam sekejap. Tubuh kedua pemuda itu tersambar hingga terpental."Aaagh!"Raojhin terjungkal ke lantai. Sementara Lorr En masih
"Aku Raojhin!!!"Teriak lantang Raojhin. Makhluk buto sejenis, bermunculan lagi dan lagi. Hingga jumlahnya tiga sampai lima makhluk buto muncul secara gaib dari inti kerangkeng."Kalian lihat ini apa?!!!" seru Raojhin, menampakkan Lencana Emas tertanda segel berukir nama Paduka Raghapati."Jika kalian benar-benar pengikut Paduka Raghapati, maka kalian tidak bisa membantah!" teriak Raojhin lebih keras lagi.Makhluk-makhluk buto melihat ke ujung tangan Raojhin, sebuah Lencana Emas menggantung, berkilatan dan memancar energi."Kalian pasti tahu darah siapa yang pernah mengalir di lencana sakral ini!" seru Raojhin, kemudian bergerak maju, sementara makhluk-makhluk buto mundur ketakutan."Kalian memilih menjadi batu?!" seru Raojhin menggertak.Sementara itu, Lorr En sibuk menghadapi buto dengan cemeti besar api dan kilat. Mendadak si Buto berhenti menyerang Lorr En. Sebentar ia menoleh ke arah Raojhin. Berubah arah gerak larinya cepat menuju posisi Raojhin.Goaaaarrrgh ...!!!Tanah bergunca
"Sang Gendewa bermula dari Legenda Sembilan Guru, menjadi milik Tanapura sejak tujuh generasi sebelumnya."________Mengangkat Sang Gendewa bukan hal yang mudah. Menahan beban dan rasa sakit secara bersamaan. Itu resikonya. Sang Gendewa memilih pewaris yang pantas untuk mengangkatnya. Siapa yang mampu mengangkatnya bukan dengan kekuatan, melainkan keberanian dan keteguhan jiwa.Raojhin menggenggam gagang Sang Gendewa dengan kedua tangan. Kulit tangannya berubah sedingin Sang Gendewa yang sudah lama tersimpan dalam kesunyian.Kembali ia menghela nafas dalam-dalam."Sang Gendewa, ikutlah bersamaku!" seru Raojhin, "Anak panah yang setara untukmu telah dipersiapkan!" ujarnya berbicara dengan Sang Gendewa.Lorr En mengikuti Raojhin berjalan keluar ruangan yang berantakan."Butuh bantuan?" Lorr En jadi kikuk, tak tahu harus bagaimana. Tenaganya seolah sudah tidak dibutuhkan lagi.Raojhin menggeleng, "Simpan tenagamu!" dengan tenaga penuh, Raojhin mengangkat Sang Gendewa di pundaknya. Langkah