"Anda kan bukan Maya. Jadi tidak masalah kalau saya berdekatan dengan Anda. Lain halnya kalau Anda itu Maya. Saya tidak sudi berdekatan dengan wanita bekas pakai dan menjadi tempat muntahan orang banyak itu. Apalagi saudara kembar Anda itu menjajakan diri dan berpenghasilan dari sana. Jijik saya."
Orlando menjawab dengan raut wajah yang benar-benar mencerminkan semua kata-kata yang di ucapkannya. Sepertinya dia memang begitu anti pati dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan Maya.
"Begitu? Berarti Bapak seharusnya juga jijik dong dengan saya? Saya kan juga
Gadis menaiki undakan tangga. Menuju pintu samping restaurant yang merupakan jalur khusus untuk para staff dan karyawan, saat sebuah suara bariton memanggilnya mesra."Apa kabar, Gadisku?" Gadis dan Orlando saling berpandangan. Gadis sama sekali tidak merasa mengenal sosok tinggi besar berseragam pilot ini. Laki-laki ini siapa? Gadis refleks mendesakkan tubuhnya ke arah Orlando, saat sosok gagah itu terlihat berjalan mendekatinya. Gadis merasa tidak nyaman saat ada orang asing yang mendekatinya. Sejak pria asing kemarin mencoba melukainya, Gadis trauma."Selamat pagi. Maaf Anda ini siapa?" Orlando memberi gerakan hormat sopan ala polisi pada sang pilot. Tetapi bahasa tubuhnya waspada seketika."Oh ya, Anda pasti pengawal Gadis saat ini. Bapak Orlando Atmanegara ya?" Sang pemuda berseragam pilot bermaksud menyalaminya. Namun Orlando tidak menyambut uluran tangannya. Orlando hanya mengangguk singkat. Ia menjaga sega
"Huwaaaaa... mommy datang juga akhirnya. Cinta kangeeennn banget sama mommy!" Gadis kaget saat pintu apartemen terbuka, dan seorang gadis cilik langsung saja melompat dan menggelayuti tubuhnya seperti layaknya seekor kera."Astaga, Cinta. Jangan melompat seperti itu sayang. Tuh kan jadi kaget mommynya? Untung aja mommynya nggak jatuh."Gupta menahan punggung Gadis, saat melihatnya sempoyongan menahan berat badan Cinta. Sementara Gadis sendiri terkesima ketika melihat seorang gadis cilik yang wajahnya plek ketiplek dengan wajahnya sendiri. Tetapi gadis cilik ini sepertinya sudah cukup besar. Umur berapa lah Maya mengandungnya?"Hallo, Cinta. Maafin mom-mommy ya, sayang? Mommy sibukkk... sekali akhir-akhir ini. Cinta jangan marah ya? Kan sekarang mommy sudah datang. Eh Cinta ini umurnya berapa sih?" Karena tidak kuat menahan rasa penasaran, akhirnya Gadi
"Lo itu kan cuma polisi yang kebetulan disuruh jagain ini si keset wellcome? Tapi perasaan, kenapa lo jadi berasa majikan begini sama ini si keset? Dan lo, Gadis. Jangan mau terus diinjek-injek orang kayak keset wellcome. Kalo lo ngerasa nggak nyaman sama ini polisi mulut jamban, minta ganti sama atasannya sana! Oon bener jadi orang! Kagak ada pantes-pantesnya lo ini jadi saudara kembar gue. Bikin malu gue aja!"Mendengar kata-kata Maya, air mata Gadis terbit seketika. Ia memang amnesia. Tetapi hatinya tidak. Walaupun Maya terus saja mengata-ngatainya dengan kalimat-kalimat yang memerahkan telinga, tetapi sesungguhnya kakaknya itu membelanya tanpa disadarinya. Maya marah saat melihat Orlando seolah-olah memperlakukannya kasar dan memaksanya pulang.Kakaknya mencintainya! Bagi Gadis itu saja sudah cukup."Eh keset! Kok malah lo yang mewek? Gue bukan marahin lo, Oon. Gue itu ngomelin ini si polisi
"Sebenernya lo niat nggak mau membayar utang lo? Ini udah lewat seminggu dari jadwal yang seharusnya. Kalo lo terus aja molor-molor begini cara bayarnya, yang ada malah hutang lo terus aja bunga berbunga dan nggak akan kelar-kelar sampai akhir zaman! Paham lo!""Maaf, saya tidak mengerti apa maksud Anda-Anda semua membawa saya ke sini. Lagi pula saya punya hutang apa? Saya saja tidak kenal dengan Bapak-Bapak semua.""Belagak pilon lo, May. Kalo lo masih nggak mau bayar juga, gue matiin lo! Boss udah ngasih kuasa sama gue buat nagih hutang sama lo bagaimanapun caranya. Lo mau bayar kapan sisa hutang lo? Kapan?""Saya tidak mau bayar! Saya tidak pernah punya hutang pada siapapun! Saya ti-"PLAKK! PLAKKK!"Lo nggak mau bayar? Oke! kalo gitu lo siap-siap aja sekarang untuk menemui pencipta lo lebih cepet dari jadwal takdir yang seharusnya, siala
"Apa maksud Anda dengan kata-kata calon imam? Anda mengklaim calon istri orang lain sebagai calon makmum Anda. Anda sehat?"Adiguna berdiri dari kursinya. Bahunya tegang dan sorot matanya mulai bengis. Ia merasa harga dirinya diinjak-injak saat ini. Sedangkan Putra melangkah santai mendekati kursi yang tidak jauh dari tempat duduk adiknya dan juga dua orang pria berseragam yang saling bersitegang. Ia kini duduk santai seraya menikmati sarapan pagi berupa para lelaki yang sudah mabuk kepayang pada adik kecilnya. Kali ini si posesif gila Adiguna mendapat imbang. Bentuknya adalah seorang AKBP yang juga nekad gila karena berani mengklaim diri sebagai calon imam adiknya di depan mata calon suami dan kakaknya. Mantap jiwa. Dia ingin melihat sejauh mana ketangguhan para pria-pria ini. Karena bagaimana pun kelak adik kesayangannya akan menjadi tanggung jawab salah satu dari mereka dunia akhirat."Anda tidak tahu apa itu pengertian dari ca
BUGHHH!"Anda benar-benar telah membuat saya kehilangan muka, Pak AKBP! Kalau Anda memang sudah tidak tahan ingin melampiaskan nafsu, cari yang memang bersedia. Anda tinggal bayar lalu masalah selesai di tempat. Walaupun itu tetap salah karena telah menyalahi aturan agama dan negara, tetapi sifatnya individual. Pertanggungjawaban Anda adalah pada Allah dan diri Anda sendiri. Tidak merugikan orang lain. Tapi ini? Anda telah melemparkan setumpuk kotoran ke wajah saya!" KomJendPol Fatah Antariksa memberi beberapa bogem mentah pada anak buah kebanggaannya. Sebenarnya Fatah sangat mengagumi kepribadian anak buahnya ini. Namun entah kenapa sekali ini Orlando bisa salah langkah. Fatal lagi!"Siap, Pak KomJenPol! Saya bersalah, Pak KomJendPol!" sahut Orlando tegas.Gadis meringis. Saat ini dirinya berada di kantor polisi bersama dengan kedua orang abangnya. Setelah menghajar Orlando habis-
"Ngapain lagi lo balik lagi ke sini? Kan udah gue bilang kalo lo itu harusnya tinggal di dusun lo sana. Cocok sama kepribadian dan sifat lo. Sama-sama lemot dan belum diupgrade pemikirannya."Gadis langsung diberondong dengan omelan Maya, saat ia baru saja menginjakkan kaki di rumah orang tua kandungnya. Gadis meringis. Mulut tanpa filter Maya pasti akan mendapat reaksi sama parahnya dari Putra, kakaknya. Putra juga mempunyai mulut tanpa filter."Kenalkan, Kak Maya. Ini Mas Putra, kakak Gadis." Gadis buru-buru memperkenalkan kakaknya untuk mengalihkan pembicaraan yang mulai memanas."Anda ini dibesarkan makan apa sih oleh kedua orang tua Anda, sampai mulut Anda beraroma seperti jamban begini? Tidak diberi makan kotoran kan?" Putra berdiri santai, dengan kedua tangan yang dimasukkan pada saku celananya. Gayanya cuek dan santai. Tetapi Gadis tahu, Putra sebenarnya sedang marah sekali."Dan Anda sendiri? Anda
"Aduhhhh! Udah Kak! Bukan maksud Gadis begitu. Kakak salah pa-aduhhh!" Air mata Gadis sampai keluar saat Maya sekuat tenaga menjambak rambutnya dan menampari kembali kedua pipinya. Iya yakin sebagian rambutnya bahkan sudah tercabut sekarang. Kakaknya bahkan tidak peduli wajah ayah mereka sudah menyuruhnya untuk melepaskannya.PLAKKKK!Suara tamparan yang begitu kuat terdengar di seluruh ruangan. Tetapi anehnya Gadis sama sekali tidak merasakan sakit, bahkan gerakan aniaya kakak kembarnya pun terhenti. Waktu seperti terhenti sejenak. Suasana mendadak hening. Gadis melihat sudut bibir kakaknya robek dan mengalirkan setetes darah. Rupanya ayahnya lah yang telah menampar kakaknya!"Ayah menampar Maya? Gadis melihat kakaknya memandangi ayahnya dengan tatapan tidak percaya dan diikuti dengan butiran bening air matanya yang jatuh berderaian. Untuk pertama kalinya Gadis melihat kakaknya menangis."A