"Lho Kak Bumi. Kok Kakak bisa ada di sini?" Bintang kebingungan saat melihat Bumi berdiri tepat diambang pintu rumahnya.
"Kakak mengikuti kalian semalam." Bumi menjawab singkat seraya memandangi jemuran di depan rumahnya yang membeludak. Bintang was was. Ia takut kalau Bumi menduga kebenaran yang coba ia sembunyikan rapat-rapat.
"Untuk apa Kakak mengikuti Bintang? Bukankah sandiwara satu babak Kakak telah sukses mendepak Kak Tian? Kalian menginginkan kehancuran seperti apa lagi yang menimpa kehidupan kami?" Bintang menatap Bumi tajam. Ia tidak menyangka, Bumi yang dulu pemikirannya begitu logis dan matematis, bisa termakan racun yang disemburkan oleh Clara. Kalau sudah gelap mata mungkin otak juga bisa jadi mati logika.
"Itu bukan sandiwara, Bintang. Tapi kenyataan yang berusaha di tutup-tutupi oleh Tian. Kakak melihat dengan mata kepala kakak sendiri kalau laki-laki yang menjadi suami kamu itu, masuk ke dalam hotel berdua
"Bintang mau mencuci piring-piring dulu ya, Kak? Itu masih berantakan tadi habis Kakak makan be--belum dicuci." Bintang berusaha sedaya upaya meloloskan diri dari pembicaraan yang rasa-rasanya suhunya mulai memanas ini."Piring cuma satu. Sendok juga satu. Nggak apa-apa ditinggal dulu, sayang. Sini, duduk dekat Kakak. Kamu ngapain saja seharian ini?" Bintang menarik nafas lega. Syukurlah ternyata suaminya bisa ia alihkan dari pembicaraan yang berbau-bau konten 21+. "Bintang cuma belanja, mencuci pakaian dan membereskan rumah kok, Kak. Nggak ngapa-ngapain lagi. Sekarangkan Bintang nggak perlu setiap hari ke kampus lagi. Paling kalau ada revisi atau menjumpai dosen pembimbing, baru Bintang ke sana. Kakak bagaimana? Udah dapat kerja?" Bintang melihat suaminya menggelengkan kepalanya. Saat itulah Bintang melihat wajah lelah s
"Lo bedua ngapain pagi-pagi udah nongol di mari? Emangnya kagak ada kerjain lain apa yang lebih bermanfaat selain ngeributin gue? Pagi- pagi bukannya olah raga kek, nyapu-nyapu jalan kek. Ini malah nenamu di rumah orang. Ya udah masuk deh lo pada. Gue mau mandi dulu." Mau tidak mau Bintang mempersilahkan duo perusuh itu masuk juga. Kan nggak sopan kalo mereka berdua disenderin di tembok rumah. Bisa di sangka sapu sama serokan sampah pula nanti mereka berdua."Iya mandi yang bersih sono, jangan lupa keramas juga. Eh Bi, ini rumah apa kotak korek api sih? Sempit bener. Engap gue di sini lama-lama. Mana ini rumah kayak lapangan sepak bola lagi saking kagak ada perabotannya. Eh Bi, lo ena ena apa nggak remuk semua tuh tulang-tulang lo karena eksekusinya cuma di kasur tipis begini?"Pasti Altan sudah menginspeksi kamar dan hanya menemukan kasur lipat daruratnya saja. Altan kalau sudah mengom
Sepulang dari makan siang bersama dengan dua sahabat oroknya, Bintang segera menyibukkan diri demi untuk melupakan kesedihan hatinya. Setiap ia mengingat kejadian di mana suaminya bekerja sebagai kuli bangunan bersama dengan puluhan pekerja lainnya, rasanya air matanya ingin tumpah saja. Di saat para pekerja lain mengisi perut dengan berbagai macam lauk yang di beli dari warung-warung sekitar proyek, suaminya hanya makan dengan menu seadanya yaitu omelet telur buatannya sendiri. Yang membuat Bintang makin miris adalah saat melihat Tian berusaha makan menggunakan tangannya, mencoba meniru tukang-tukang yang lainnya. Bintang tahu bahwa Tian ingin agar ia bisa diterima dan dianggap sama dengan teman-teman seperjuangannya. Semakin Bintang merasa sedih, semakin ia berusaha untuk menyemangati diri sendiri agar bisa sekuat Tian dalam menjalani setiap perubahan hidup ini.Hidup tak lepas dari masalah yang kadang membuat kita ingin menyerah. Tapi jika
Bintang sedang membersihkan piring-piring kotor, saat mendengar seperti suara ponsel yang berasal dari tas ransel Tian. Bintang heran, setaunya Tian belum mempunyai ponsel lagi setelah ponsel lamanya ia kembalikan pada ayahnya. Tidak lama kemudian ia melihat Tian meraih tas ranselnya dan mulai berbicara dengan serius dengan seseorang. Dari pembicaraan sepotong-sepotong mereka Bintang bisa menarik suatu kesimpulan kalau ada orang yang tertarik pada aplikasi web cafe self servicenya."Benar sekali Pak, di sini pelanggan tidak perlu memanggil pelayan cafe atau restoran untuk dilayani oleh waitress. Iya benar. Pokoknya pelanggan dapat memilih menu yang diinginkan melalui mesin touchscreen yang telah tersedia. Mereka juga dapat menambahkan makanan maupun minuman melalui dashboard. Oh bukan itu saja, Pak. Aplikasi cafe self service menu ini juga dapat menentukan posisi dari meja yang diinginkan, tentunya jika meja ter
"Hallo Bintang, Tian. Maaf nih, Om malem-malem ganggu. Habisnya ulernya juga keluarnya malem-malem sih. Jadi Om ikutin aja ke mana dia mau nyemburin bisanya. Eh rupanya mau ke sini. Makanya Om bawain pawang ulernya sekalian biar jinak. Iya kan, Rafka?" Walau pun kesan yang coba di tampilkan Badai itu santai, tapi auranya sangat mengancam. Belum lagi tatapan matanya. Para penegak hukum mempunyai rata-rata tatapan seperti itu. Tatapan yang seolah-olah berkata aku tahu rahasia mu.Bintang senang sekali karena omnya datang. Kalau ada Om Badai semua masalah akan dijamin beres dan tuntas sampai ke akar. Percayalah!"Ayo masuk dulu Om, semuanya. Kita bicara di dalam saja. Tidak enak sama tetangga kalau kita ribut-ribut di sini." Bintang mempersilahkan semua tamu-tamu mnya masuk. Clara dan seorang laki-laki tampan yang terus saja gelisah itu, terlihat begitu enggan masuk ke dalam rumahnya. Tian juga hanya diam seribu bah
"Mana jas-jasnya si manusia planet itu, Bi?" Bintang melihat suaminya sudah nampak rapi dan tampan warbiasyah pagi-pagi. Ia juga terlihat sibuk membongkar-bongkar kardus tempat pakaian-pakaian yang sudah ia setrika. Suaminya semalaman tidak bisa tidur. Ia terus membayangkan istrinya sampai harus menjadi buruh cuci, hanya demi memberinya makanan yang bergizi, katanya. Ia bahkan sampai berulang-ulang kali meminta maaf karena merasa sangat tidak berguna sebagai seorang suami."Hah, manusia planet? Maksud Kakak apa?" Bintang kebingungan melihat Tian pagi-pagi sudah membongkar-bongkar kardus sambil ngawadul sendiri."Ya si Jupiter songong itulah. Siapa lagi? Orang yang kamu kenal, terus namanya boleh nyomot dari nama planet kan cuma dia seorang. Makanya tingkahnya nggak ada mirip-miripnya sama manusia bumi eh manusia pada umumnya."Tian yang kepleset kata menyebutkan nama Bumi, mendadak merasa begitu nista kar
"Lho, Bunda kok bisa di sini?" Tian sedikit bingung saat melihat bundanya masuk kedalam cafe."Ya karena bunda tidak di sana lah." Seperti biasa jawaban bundanya selalu tidak pakai mikir."Maksud Tian, dari mana Bunda bisa tahu kalau Tian itu sekarang ada di sini, Bun?" Tian mengulangi pertanyaannya dengan sabar. Melihat wajah cantik-cantik naif dan cara berbicara lempeng bundanya, membuatnya sungguh merindukan orang yang sudah melahirkannya ke dunia ini."Ohhh, kalau itu sih kecik lah. Bunda 'kan ngikutin kamu dari kamu keluar rumah tadi. Ayahmu selalu bilang, jangan suka mengintervensi kehidupan kamu di rumahmu sendiri. Makanya Bunda tidak menemui kamu di rumah tadi, Nak. Karena itu kan artinya bunda sudah melanggar janji Bunda pada ayahmu. Tapi ini kan di mall, bukan di rumah kamu sendiri. Jadi Bunda boleh dong menemui kamu? Ya kan?" Tian tersenyum. Bundanya selalu mengartikan segala sesuatu s
"Maaf ya Mbak, ini barang antik. Dari cara Mbak memperhatikan setiap detail dari guci ini tadi saja, Mbak pasti sudah tahu kualitasnya. Jadi maaf sekali, Mbak harus membayar seratus lima puluh juta rupiah sekarang juga, atau dengan amat sangat terpaksa, Mbak akan kami bawa ke kantor polisi. Keputusan ada di tangan mbak sendiri." Petugas penjaga stand mengultimatum Bintang yang kini berdiri ketakutan dengan sekujur tubuh yang gemetaran."Saya--saya tidak punya uang sebanyak itu, M--Mas. Ka--kalau saya cicil saja ba--bagaimana, Mas? Lagi pula tadi Mas lihat sendiri kan kalau saya itu tidak sengaja memecahkannya? Saya didorong oleh anak-anak i-- lho anak-anak tadi pada ke mana ya?" Bintang kebingungan saat anak-anak yang menabraknya tadi sudah tidak terlihat di sana. Mungkin mereka semua ketakutan dan segera lari saat melihat apa yang terjadi padanya karena tingkah sembrono mereka. Ia semakin bingung saat mendengar nama kantor polisi dibawa-bawa. Kedua tangan