Share

Registrasi Ulang

Pembicaraan empat orang tersebut kini menjadi lebih intens. Jimi menduga Afif ingin mundur selangkah agar mengetahui tujuan dari pembagian pilihan yang terlalu dini dilakukan. Namun, dalam kepala Afif muncul pikiran yang lain. Ia Harus mampu mengeluarkan informasi terbaik yang dapat digunakan mereka berdua, karena pembagian dua biro dengan tugas dan fungsi yang terlalu bertolak belakang tersebut dapat menambah beban pikiran mereka nanti.

"Penyebab kematian?" tanya Afif lagi.

"Ini pertanyaanmu yang terakhir, jika tidak puas juga, gue bakal cabut dari sini" ujar Damar dengan seringai di wajahnya.

"Kematian mangata seluruhnya disebabkan luka serius karena pertarungan dengan Terak, sementara kematian penambang dikarenakan paparan radiasi yang timbul saat ekskavasi" jelas Damar lagi.

"Baiklah, kita tidak dapat membuang waktu lebih lama lagi. Anggota lain memiliki waktu hingga tujuh hari untuk memutuskan, namun tidak dengan kalian yang hanya memiliki sisa waktu enam menit sebelum jatuh tempo" timpal Yongki.

"Sebentar! kenapa jadi terburu-buru?! Gue memang sudah menentukan pilihan, tapi perasaan gundah apa ini!?" Batin Jimi terguncang ditekan dalam kondisi seperti ini.

Afif yang sepertinya sudah tahu akan kondisi Jimi, segera memukul pundak Jimi dan mengejeknya. Saat itulah, Jimi sadar jika pikirannya terlampau jauh melangkah, padahal saat mereka berdua sepakat melompati pagar sekolah, bukannya segala resiko akan mereka tanggung.

"Ayo, Hilmi sekarang giliran lo memutuskan!" Seru Afif. Jimi mengangguk seraya berkata.

"Pembasmian Terak adalah prioritas gue bang!" ujar Jimi mantap. Afif gantian melempar seringai di wajahnya ke arah Damar.

"Sori bang Damar, alasan gue ga jauh berbeda dengan Hilmi" celetuk Afif diselingi senyum tipis.

Mendengar jawaban tersebut, Damar cemberut sementara wajah Yongki justru berbinar. Yongki memastikan kembali jawaban mereka sebelum akhirnya waktu habis dan bel pintu terdengar lagi. Kali ini terdengar cukup panjang dan dibarengi dengan habisnya antrian orang-orang ke dalam ruang arsip tersebut.

"Baiklah, rugi kalian" Ucap Damar seraya bangun dari kursinya dan meminta dua bingkisan yang berada di depan Jimi dan Afif. Mereka berdua menyerahkannya tanpa beban sedikitpun.

"Terima kasih bang" ucap merek berdua bersamaan.

"Hm. Jangan lupakan perangai kalian, itu penting" Tutup Damar yang kemudian berjalan masuk ke dalam ruang arsip tersebut.

"Kalian tahu apa isi bingkisan tadi?" tanya Yongki.

"Cincin yang dipakai Soca kan? berat dan berwarna hitam pekat" jawab Jimi cepat.

"Isinya uang. 50 juta rupiah tunai. uang yang bakal Damar tawarin ke kalian jika diantara kalian masih ada yang bimbang untuk memilih pekerjaan di Agora Beak" jelas Yongki sambil menyandarkan punggungnya.

Jimi dan Afif terkejut bukan main. Baru saja mereka memegang uang sebanyak itu dan melewatkannya begitu saja. Yongki terkekeh melihat ekspresi terkejut dan lemas mereka berdua.

"Tapi ini membuktikan Biro Penambang bersungguh-sungguh merekrut anggota baru, apalagi targetnya di akhir tahun cukup berat" ujar Yongki lagi.

"Memang berapa orang angkatan kami yang direkrut Agora Beak?" tanya Jimi.

"Dari 52 orang murid baru dengan sindrom ludens, hanya 2 orang yang menolak ikut, hanya 7 orang yang mau bergabung biro mangata. Dengan adanya kalian, jumlahnya jadi 9 orang. Ini sebenarnya tidak terlalu buruk" jawab Yongki.

"Siapa 2 orang yang tidak mau ikut itu?" Afif bertanya penasaran.

"Stop. Peraturan tidak tertulis di Agora Beak. Jangan pernah penasaran dengan urusan orang lain, termasuk jika hal itu sudah berada di ujung lidah kalian. Pendam dan diam saja. Masing-masing punya masa lalu kelam dan memilih mencari uang di sini, bagi mereka juga bukan pilihan yang baik, namun hanya penderita sindrom ludens yang dapat mengguanakan bahan Sovanite. Kita semua tidak benar-benar menghadapi kenyataan, hanya kabur dari masyarakat.." tiba-tiba ucapan Yongki dipotong Jimi.

"Itu keterlaluan" ucap Jimi singkat dengan tatapan tajam ke arah Yongki.

"Mungkin kalian bisa menyangkalnya, tapi apa kalian ingin kembali ke dunia luar? Mereka yang menjadi mangata hanya berlagak seperti pahlawan, padahal dirinya dipenuhi dendam dan pengakuan. Sedangkan menjadi penambang, artinya kalian menjual nyawa dengan mendulang uang selama kalian sekolah" Yongki menceramahi mereka berdua.

Afif berusaha menahan emosi Yongki, meski ia menyangkal melibatkan emosinya dalam ucapannya barusan. Jimi merasa ucapan Yongki ada benarnya, karena ia lebih lama menghabiskan waktunya di sini, daripada di dunia luar. Muncul keinginan Jimi untuk mencari tahu.

"Lantas, bagaimana dengan lo bang Yongki, apa motivasi lo bergabung dengan Agora Beak?" akhirnya Jimi mengeluarkan pertanyaannya.

"Mencari lawan sepadan" ujarnya singkat.

Percakapan itu tidak lama berlangsung, Yongki segera meminta mereka berdua untuk masuk ke dalam ruang arsip, karena masa absensi penampang sudah selesai. ia juga menjelaskan di dalam ada beberapa pintu, ambil pintu ke dua menuju ruang ganti dan loker, ada loker dengan nama mereka di sana. Jimi dan Afif lantas meninggalkan seniornya itu dalam kesendirian di ruangan depan tersebut.

Saat memasuki pintu dengan papan penanda bertuliskan arsip di atasnya, mereka berdua menemui sebuah lorong luas, dengan beberapa pintu di bagian kanan, sedangkan bagian kiri kosong dipenuhi lukisan.

Sesuai arahan, mereka tiba di pintu ke dua, mengetuk dan membukanya. Tidak ada siapa-siapa di sana, kecuali deretan loker berwarna putih susu dengan nama dan nomor di depannya. mereka mencari nama mereka dan menemukannya di bagian tengah dengan kolom nomor yang masih kosong.

"Yang lain punya nomor, hanya punya kita yang tidak" celetuk Afif.

"Sudah, namanya juga anak baru, lo mengharapkan apa?" balas Jimi seraya membuka loker miliknya, didalamnya hanya ada beberapa rak dan laci dengan kunci.

"Hilmi, buka laci paling besar, ada paket buat kita!" seru Afif seraya membuka paket tersebut dan berlari ke kamar ganti.

Perlengkapan mereka berdua sudah disiapkan, dintaranya pakaian dan beberapa botol minuman, entah apa isinya. Pakaian yang mereka kenakan sama persis dengan pakaian Yongki, setelan hitam dengan pelindung dada dan sepatu kerja berwarna hitam.

Begitu mereka selesai berpakaian, dalam ruangan itu ada sebuah ruangan di ujung deretan loker, ruang yang cukup besar dengan banyak kursi dan beberapa meja. Di dalam ruangan tersebut duduk seseorang memperhatikan mereka berdua, sambil sesekali mencatat di sebuah buku.

"Mi, lo liat sesuatu ga di ujung lorong ini? kayak ada orang" ucap Afif setengah berbisik.

"Oh ya, mana.." belum sempat Jimi melirik, Afif menahan pundaknya untuk tidak segera melengos.

"Tapi tolong lihat dulu di pundak gue ada sesuatu.. ga?" ucapan Afif lama-lama menjadi pelan.

Jimi melihat pundaknya dan secara ajaib melihat tangan mencengkram. Tangan dengan jari lentik dan kuku berwarna hitam. Sekilas ia ingat film-film horor jepang yang belum lama ini ia lihat. Afif menatap Jimi, seolah bertanya apa yang mencengkram pundaknya. Jimi pelan dan kaku menarik bibirnya untuk tersenyum, untuk meyakinkan ia menambahkan jempol.

"Ga, Ga ada apa-apa kok b,b,bro" kata Jimi berusaha menenangkan Afif.

"Bohong!" Hardik Afif yang ketakutan setengah mati. Dari pantulan bayangan loker Afif sendiri dapat melihat sebuah kepala muncul dari pundaknya yang lain.

"Hei, Jimi si Mata Setan dan Afif. em, pengabdi setan. Bang Herman sudah menunggu kalian." suara wanita yang halus terdengar di dekat telinga Afif.

Seketika Afif terperanjat dan berpindah ke sisi Jimi. Mereka berdua kemudian mendapati seorang perempuan berdiri di belakang tempat Afif tadi. Perempuan dengan rambut panjang, sepanjang pinggang, lebat dan salah satu matanya tertutup rambut tersebut. Berdiri setengah membungkuk, namun dari posisi tersebut ia mampu menyamai tinggi Afif. Ia kemudian melambaikan tangan melihat mereka berdua yang telah memergoki leluconnya.

"Lo, lo siapa?" tanya Afif gemetar.

"He he, Gue orang kok, sayang. Gue seangkatan kalian, nama gue Bonora Daniarti, panggil gue Nora" ucapnya. Matanya sayu dan senyum kecilnya membuat image gothic yang melekat pada dirinya begitu terasa.

"Salam kenal Nora, Kalau lo memang suka Afif, silahkan diambil" balas Jimi sembari menarik lengan Afif.

"Sialan lo, mi!. Nora ya? Nama lo Nora kan? sa, salam kenal juga. Tadi Bang Herman Siapa?".

"Ah. itu, Bang Herman, Kepala Bagian Litbang dan Keamanan" Jawab Nora sambil menunjuk ke arah ruang kaca yang berada di ujung ruangan.

Dari kejauhan Afif dan Jimi melihat seseorang yang sudah berdiri dan menyandarkan kedua tangannya di dinding kaca tersebut. Kepalanya menunduk sehingga wajahnya tidak terlihat. Afif segera memberi tanda kepada Jimi untuk segera beranjak mendekati orang tersebut, khawatir ada tahapan yang mungkin saja dapat mereka lewati.

Mereka segera berlari menghampiri orang itu, meninggalkan Nora yang masih melambaikan tangan. Setibanya di pintu ruangan tersebut mereka berusaha menegur orang tersebut, awalnya tidak berhasil. Namun di panggilannya yang kedua ia akhirnya menoleh dan kemudian duduk di sebuah kursi yang membelakangi dinding kaca tersebut.

"Haaahhhh... Silahkan duduk!" sosok itu seorang laki-laki dengan postur tinggi tegap. Rambutnya cepak dengan motif pusaran di tepi kiri dan kanan rambutnya. Suara helaan nafasnya yang panjang seperti tanda kegusarannya terhadap kehadiran Jimi dan Afif.

"Gi, gimana bang?" tanya Afif.

"Mari kita selesaikan. Di depan kalian adalah perlengkapan pertarungan individu, 8 cincin shrapnel[1]. Gaji diberikan setelah masa purnama dan biaya pengobatan ditanggung masing-masing. Ada yang belum kalian pahami?" Herman menjelaskan seperti dalam satu tarikan, tanpa koma dan jeda. Jimi dan Afif termangu mendengarnya, seolah salah dengar.

"Bang! jadi bisa gue buka ya?! iya! Makasih bang! langsung gue coba sekalian ya,bang?! iya! Terima kasih lagi bang!" Jimi melakukan Monolog agar tidak memperpanjang percakapan dengan Herman.

Afif terkejut melihat tindkan Jimi, namun reaksi yang berkebalikan ditunjukkan Herman. Bukannya naik pitam, malah ia melipat tangannya di depan dada dan mengangguk-angguk.

"Bagus, memang laki-laki seharusnya lebih mudah paham dan siap mengambil resiko" ujar Herman sambil melihat Jimi yang mulai mengenakan cincin shrapnel tersebut satu-persatu.

"Arghh.. sialaaann! kenapa organisasi ini isinya orang aneh semuaa!!" Afif menjerit dalam namun akhirnya membuka kotak di depannya dan mengikuti Jimi.

---

Glosarium

[1] Shrapnel; ditemukan oleh Henry Shrapnel dan efektif digunakan pada perang waterloo (1815). Prinsipnya, peluru ditembakkan dari meriam dan ledakkannya akan melemparkan puluhan peluru yang lebih kecil sehingga menjangkau area yang luas.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status