Begitu MC mengucapkan namanya dan meminta untuk maju, Hana menarik napas terlebih dahulu dan mengembuskannya perlahan-lahan. Rasa gugup mendominasi dirinya seutuhnya. Telapak tangannya berkeringat dan dingin. Sementara tubuhnya bergetar hebat. Hana tak bisa tenang. Ia khawatir akan melakukan kesalahan.
Namun, ditengah kegugupannya itu, tiba-tiba muncullah wajah Axel. Bayangan saat anak itu berlari dan tersenyum kepadanya membuat hati Hana menghangat seketika. Ia memejamkan matanya sejenak, menetralkan diri karena gugup yang berlebihan.
Tenanglah Hana. Hari ini adalah awal dari segalanya. Kamu bisa melakukannya, batinnya menyemangati diri sendiri.
Hana menganggukkan kepalanya optimis dan bertekad; Baiklah, mari lakukan ini.
Saat detak jantungnya telah kembali normal, Hana segera bangkit dari kursi dan berjalan ke arah panggung dengan langkah percaya diri bak model internasional.
"Sambutlah pemimpin cabang Deloxa d
Tanpa Jonathan sadari, Catherine sedari tadi terus mengikutinya. Termasuk saat ia bertemu dengan Axel, semua itu tidak lepas dari penglihatan Catherine. Ternyata yang ingin ditemui Jonathan adalah seorang anak kecil. Dari belakang, Catherine menyaksikan keceriaan Jonathan dengan anak kecil itu. Rasa sakit menyerang ulu hatinya. Mungkin ini salahnya karena tidak bisa mempunyai keturunan. Melihat Jonathan bermain dengan anak yang bukan anak kandungnya membuat Catherine sangat merasa sedih."Hasil pemeriksaan saya menyatakan bahwa Ibu Catherine memang tidak bisa mempunyai keturunan."Terngiang ucapan dokter Rio di kepala Catherine saat secara diam-diam pergi memeriksakan dirinya di Rumah Sakit. Ia tidak bisa hamil. Apa yang harus ia lakukan?Tiba-tiba ditengah kesedihannya, suara nada dering ponselnya berbunyi membuat Catherine segera mengangangkatnya."Halo?"Kamu dimana? Ayo bertemu di Kafe langganan.""Baiklah, aku akan seg
Mereka masih bertatapan tanpa ada yang bersuara. Terutama Jonathan yang masih tak bisa menggerakkan kakinya. Tenggorokannya seperti digorok dan membuatnya kesulitan untuk berbicara. Bahkan jika bisa-pun, ia tetap tak tahu akan mengucapkan apa. Tubuhnya hanya terdiam membeku layaknya es. Pandangan Jonathan mengarah pada penampilan wanita itu dari ujung kaki hingga kepala.Napasnya terasa memendek untuk sesaat. Dia ... Dia benar-benar Hana!Wanita yang tengah berdiri di hadapannya ini adalah Hana. Sosok yang dulunya lemah dan pada akhirnya ia campakkan. Sosok polos dan lugu yang kemudian dihina-hina dan diinjak oleh ibunya dan istrinya. Dan juga Sosok yang selama ini ia rindukan dalam diam dan keheningan.Mata Jonathan kembali berkaca-kaca. Ia tersenyum haru melihat wanita yang selama enam tahun ini tak pernah ia ketahui kabarnya, kini telah kembali dan menampakkan dirinya dalam kondisi seperti ini. Wanita desa yang lemah itu telah menjelma menjadi sosok CEO yang
Setelah lama berpikir, akhirnya Hana memutuskan untuk melakukan hal yang gila. Ia akan mengikuti wanita itu. Gelagat wanita itu terlihat sangat aneh di mata Hana, seakan-akan dirinya sedang merencanakan sesuatu.Sebenarnya ini bukanlah urusan Hana, tapi dirinya mendadak resah saat melihat benda yang dibawa wanita itu. Bagaimana jika benda itu digunakan untuk kejahatan? Bagaimana jika dia sedang menjebak seseorang? Dan jika itu terjadi maka Hana telah membiarkan seorang penjahat melakukan aksinya.Maka tanpa berpikir panjang, ia segera mengikuti wanita itu dari belakang. Sambil sesekali bersembunyi dibalik tembok lorong, takut-takut kalau saja wanita itu melihatnya.***Setelah meneguk segelas anggur untuk kesekian kalinya, akhirnya Jonathan menyerah dan meletakkan gelas di atas meja. Ia lalu berdiri. "Aku pulang dulu," pamitnya pada Agung. Kepalanya sudah mulai pusing, untuk mencegah dirinya mabuk lagi, ia harus mengakhirinya sekarang."Kamu sudah
"Lalu tikus itu lepas dan berlari masuk ke dalam rumah," jelas Axel.Jonathan tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Axel. "Lalu apa yang terjadi selanjutnya?" tanyanya sambil menyeka gumpalan air mata di kelopak matanya, akibat tertawa berlebihan."Seisi rumah menjadi heboh dan berusaha menangkap tikus itu. Termasuk mama yang baru saja pulang dari kerja.""Wah, benarkah? Mamamu tidak takut terhadap tikus?"Axel menggeleng. "Mama adalah wanita terhebat di dunia. Dia tidak pernah takut dengan hal-hal yang kotor seperti tikus got."Jonathan mengangguk paham sambil tersenyum. "Ternyata sifat Axel diturunkan dari mamanya ya ..."Semua penjelasan Axel tentang ibunya itu membuat Jonathan menjadi penasaran untuk bertemu dengan wanita itu. "Papa jadi penasaran ingin bertemu dengan mamamu."Axel mengulas senyum manis, "Jika Papa ingin bertemu mama, besok papa harus datang ke acara ulang tahun Axel."Jonathan mengangguk. "Papa akan data
Flashback on Christian menatap nanar wajah istrinya yang kini sedang duduk di samping kasur tempat ia terbaring. Tangan lemahnya berusaha meraih wajah Vanesha, membelainya begitu lembut. Bahu Vanesha bergetar hebat saat jemari Christian menyentuh permukaan kulit wajahnya. Sekuat tenaga ia menahan dirinya untuk tidak menangis di hadapan suaminya. "Terima kasihV…," ucap Christian pelan. Sangat pelan bahkan seperti sedang berbisik. Vanesha berusaha mati-matian untuk tidak menangis. Karena ia tahu, jika ia menangis di depan Christian sekarang, hati suaminya itu pasti akan semakin terluka dan sedih. Vanesha ingat sekali dengan ucapan Christian saat ia pertama kali didiagnosis kanker otak. "Jangan bersedih … sertailah perjuanganku dengan doa dan senyumanmu. Aku akan semakin lemah jika kamu terus menangis seperti itu." Kalimat - kalimat itu masih terngiang di kepala Vanesha sampai sekarang. Ia berusah
Jonathan memejamkan matanya erat, mendekap tubuh mungil Axel dalam pelukannya dengan penuh kasih sayang. Selama mungkin ia ingin menikmati detik-detik bersama Axel. Mungkin tidak akan ada lagi kesempatan seperti ini lagi. Karena ia tahu, Hana tak akan membiarkannya untuk bertemu dengan anak ini lagi.Seketika rasa sesal memenuhi batin Jonathan ketika ia memutuskan untuk menjauh dari Hana dan axel dulu. Tak bisa di pungkiri bahwa itu adalah keputusan terbodoh yang pernah ia buat. Namun di satu sisi, ia merasa sangat bersyukur. Ia dapat melihat mereka lagi dalam keadaan yang baik.Biarlah ia dibenci karena sifat pengecutnya dan disebut sampah, Jonathan tidak akan peduli. Karena baginya, hanya dengan melihat Hana dan Axel masih bisa tersenyum dan menghembuskan napas di dunia ini adalah segalanya baginya."Terima kasih telah datang, Papa." Axel sambil mengikis senyum. Ia memeluk leher Jonathan erat seolah-olah tidak menginginkan Jonathan untuk pergi dari sisinya.
Mark dan Hana duduk di sofa sambil memperhatikan Axel yang sedang bermain dengan permainanlego-nya. Mereka tengah berada di ruang keluarga. Setelah bermain bersama di taman, Hana, Mark dan juga Axel langsung pulang ke rumah. Mark tersenyum menatap betapa aktifnya Axel menyusun legohingga menjadi bentuk rumah dan bangunan tiga dimensi lainnya."Sepertinya semakin hari Axel terlihat semakin pintar. Apa kamu tidak berniat untuk menyekolahkannya di sekolah internasional?" tanya Mark pada Hana di sampingnya.Hana mengangguk. "Aku akan mempertimbangkannya. Jika dia setuju untuk beradaptasi dengan lingkungan baru, maka akan ku lakukan. Tapi jika dia tidak nyaman, aku juga tidak bisa memaksakannya.""Melihat jiwa sosial dan interaksinya dengan orang lain, aku yakin dia pasti mau," ujar Mark.Hana mengulas senyum. "Kuharap juga begitu."Mark ikut tersenyum sebelum akhirnya berkata, "Aku sungguh heran. Makanan apa yang sebenarny
Mark dan Hana sama-sama terdiam di tempat duduk. Tidak ada yang membuka suara setelah kejadian tadi. Keduanya menjadi canggung dan kesulitan untuk berbicara. Mark tidak bisa berhenti memegang bibirnya sembari mengutuk dirinya sendiri karena tidak bisa menahan diri. Ia merasa seperti seorang bajingan sekarang."Aku ...""Aku ..."Keduanya mengucapkan kata yang sama dan dalam waktu bersamaan. Hal itu semakin memperparah suasana kecanggungan. Hana menggigit bibirnya dan menoleh ke arah lain. Sungguh, ia tidak tahu harus bersikap bagaimana sekarang.Mark menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. Ia lalu melirik Hana dan memberanikan diri untuk berbicara."Aku minta maaf untuk yang tadi. Aku benar-benar tidak bisa mengontrol diriku saat itu."Hana menoleh ke arah Mark. Ia masih tidak tahu harus berkata apa. Lelaki itu menatapnya dalam. "Kamu berhak untuk tidak memaafkanku," ujar Mark.Diam. Hana tak tahu harus menyahut apa. Pikiranny