PLAK!
Sebuah tamparan mendarat di pipi Dicky. Elle merasa sangat kesal sampai tangannya gemetar dan tidak tahan untuk tidak menampar Dicky.
"Dasar BODOH!" geram Elle sambil menggertakkan gigi.
Tamparan Elle tadi cukup keras hingga mengeluarkan suara. Ternyata tamparan itu tidak hanya bentuk luapan emosi Elle tapi juga membangkitkan amarah Dicky.
Sret!
Dengan penuh amarah Dicky membalas dengan meraih rambut Elle dan menariknya hingga membuat Elle terjatuh di lantai.
Dicky juga mengepalkan tangannya melayangkan pukulan ke Elle. Gerakkan Dicky sangat tiba-tiba.
Setelah mendapatkan pukulan dari Dicky, Elle menjadi gugup sampai merasa tidak bisa bernafas, badannya menjadi kaku tidak bisa bergerak.
BUGH!
Elle sempat melihat Galant melayangkan pukulan balasan pada Dicky hingga membuat pria itu tersungkur di lantai.Namun tidak tahu set
Jangan lupa tambahkan cerita ini ke rak/library ya kakak-kakak readers tersayang. Jangan pelit bagikan gem dan bintang 5 nya hehehe. Love you all.
"Anak ini—" Galant terdiam sejenak kemudian kembali menatap Elle. "Sebaiknya dilahirkan saja." Mendengar perkataan Galant sontak Elle merasa terkejut, rasa terkejutnya melebihi saat tahu dirinya sedang hamil. Kali ini Elle merasa seperti orang bodoh. 'Galant ingin aku melahirkan anak ini? Apa aku tidak salah dengar? Apa maksudnya? Apa dia tidak takut aku akan merepotkan dia?' Elle bertanya-tanya dalam hati. "Kak Galant, apa benar kamu ingin—" kali ini Celine ikut membuka suara, dia tampak sedikit tidak percaya dengan apa yang dia dengar namun matanya berbinar sinar kebahagiaan, dia sangat bersemangat. Berbeda dengan Celine dan Elle, sikap Galant sangat tenang. "Aku membutuhkan seorang anak. Perusahaan besar D'reux group membutuhkan seorang penerus jadi kamu lahirkan saja anak ini. Semua biaya aku akan menanggungnya. Kamu juga akan aku beri kompensasi." Galant berkata sembari menatap Elle dengan alisnya yang
Tuk ... tuk ... tuk. Terdengar suara bising langkah kaki mendekat. Ceklek .... "K-kalian!" Pintu ruang perawatan Elle dibuka. Tampak Tania dan Dicky memasuki ruangan juga tampak Valerie berada di belakang mereka. "Congratulation! Kami tidak pernah menyangka kalau kamu akan menempuh hidup yang lebih baik secepat ini," ucap Tania dengan nada dan tatapan sinis. Tania tampak ingin sekali melakukan sesuatu pada Elle namun tidak dia lakukan. "Mau apalagi kalian ke sini?" tanya Celine dengan tegas. Dia berdiri di depan Elle bagai perisai yang melindungi. Valerie tertawa. "Kami bisa berbuat apalagi? Bukankah dia ingin bercerai? Jadi Elle ... cepatlah bangun! Jangan jadikan kehamilan kamu sebagai alasan agar bisa menjadi manja!" 'Bercerai? Jadi mereka sengaja datang kemari dengan marah-marah karena harus mengurus perceraianku?' kata Elle dalam hati. Elle sebenarnya masi
Dicky menatap Elle dengan tatapan tajam. "Eleonora Esmod! Mulai sekarang aku tidak akan menghiraukan dan menganggap kamu lagi." Mendengar Dicky berkata seperti itu, Elle menjadi kesal lalu dia tertawa membalas dengan berkata, "Hahaha ... lucu sekali, bukannya selama ini kamu tidak pernah menghiraukan dan menganggap aku ada." "Dasar wanita murahan!" maki Dicky. "Tidak semurah dirimu!" balas Elle dengan penuh emosi. Dicky seperti tidak menyangka kalau kata-kata seperti itu akan keluar dari mulut Elle. Dia terdiam beberapa detik kemudian bersiap akan melayangkan pukulan tapi dengan cepat Celine maju ke depan Elle untuk menghalangi Dicky. Begitu juga dengan Tania dan Valerie yang berusaha menahan Dicky agar tidak memukul Elle. "Dicky! Kamu jangan terbawa emosi! Apa kamu lupa dengan apa yang Galant katakan?" kata Valerie yang mencoba menenangkan Dicky. Elle merasa heran, dia mengernyitkan keningnya
Elle meminta Celine untuk pulang terlebih dahulu agar Celine bisa beristirahat setelah menemani dirinya semalaman. Sedangkan Elle memutuskan untuk menjaga sendiri ibunya di luar ruangan. Melihat ibunya yang belum juga sadar hati Elle terasa pilu. "Bagaimana ini, melihat kondisi yang ada sekarang apakah aku harus mensetujui perkataan Galant," ucap Elle lirih. Sebelumnya Elle juga menggunakan asuransi kesehatan untuk pengobatan Aida—ibunya, tetapi asuransi kesehatan juga ada batasannya. Meski semalam Galant telah mendepositkan uang sebesar 100 juta CAD untuk biaya perawatan Aida namun Elle merasa uang tersebut masih belum bisa mencukupi biaya Aida selama dirawat di ruang perawatan pasca operasi selama seminggu. "Aku masih membutuhkan banyak uang, ya ... uang yang sangat banyak," ucap Elle yang kemudian dia memejamkan matanya dan menyandarkan diri di tembok ruang perawatan yang dingin. Elle merasa tubuhnya tidak berten
"Ini, di mana?" Saat rasa pusing yang menyerang kepalanya mulai mereda. Berangsur-angsur Elle kembali mengingat akan kejadian sebelumnya dimana Edo membekapnya dengan sapu tangan yang telah di beri obat bius hingga membuat dirinya tak sadarkan diri. "Edo dan ayah menculikku. Apa maksud mereka melakukan semua ini kepadaku?" ucap Elle lirih. Elle berusaha untuk bangun dan turun dari tempat tidur, namun dia mendapati tubuhnya tidak bisa bergerak. "Sudah sadar?" seseorang berkata dengan suara dingin dan mengintimidasi. Seketika itu Elle merasa dingin menusuk jantungnya. "I-itu ... suara Dicky!" Cahaya di ruangan itu dinyalakan secara tiba-tiba sesaat setelah terdengarnya suara dingin Dicky. Sangat menyilaukan. Mata Elle menyipit, mencoba untuk melihat sekeliling. Terlihat samar langit-langit dimana tergantung lampu kristal yang indah dan terdapat kaca besar. Dari kaca be
"You will know." Dicky menarik dagu Elle dan menatap wanita itu dengan tatapan dingin. "Dicky, lepaskan aku!" bentak Elle seraya memberontak. Meski itu hanya percuma, berontak dengan tangannya yang kini sedang terikat. Dicky tidak menjawab. Dia langsung naik ke tubuh Elle. Mencium dan melumat kasar bibir Elle. "Lepaskan aku! Lepaskan!" Elle terus berteriak dan bergerak liar agar bisa terlepas dari Dicky. "Kamu tidak akan bisa menolakku." Dicky menekan tubuh Elle di atas tempat tidur. Tangannya dengan kasar membelai tubuh Elle hingga membuat merinding, semua terasa menjijikkan bagi Elle. "Apakah dress ini pemberian dari Galant? Tetap terlihat berkelas meski sederhana, rupanya dia bersedia mengeluarkan banyak uang untukmu ya," Dicky berkata dengan sarkastik. "Lepaskan aku!" Elle berteriak namun tetap tidak bisa menghentikan gerakan Dicky. "Tolong ... tolong, aah—"
Dicky menatap dingin Elle, ujung bibirnya terangkat. "1 ... 2 ..." "3 ...." BRAK! Suara yang sangat keras terdengar bersamaan dengan hitungan ke tiga Dicky. Elle berteriak karena terkejut dan ketakutan. Begitu juga dengan Dicky yang juga terlihat terkejut. "BASTARD!" "BUGH!" Galant maju beberapa langkah, memberikan satu pukulan ke wajah Dicky, meraih kerah bajunya dan menarik paksa turun dari tempat tidur kemudian menghempaskannya ke lantai. "Shit!" Pandangan Galant beralih ke Elle. Dia meraih selimut kemudian menutupi tubuh Elle. Dia membungkuk berusaha melepaskan satu persatu ikatan di tangan dan kaki Elle. "It's okey, dont be afraid." (tidak apa-apa, jangan takut). Lima kata sederhana yang terlontar dari bibir Galant tersebut membuat Elle ingin menangis tetapi Elle mencoba menahannya dengan menggigit bibirnya, dia mengangguk. Namu
"D-di mana ini?" suaranya terdengar bergetar karena takut. Setelah mengalami hal mengerikan sebelumnya di tempat asing, wajar jika kini Elle merasa sedikit ketakutan saat kembali berada di tempat yang asing. Sebuah kamar yang besar dengan design minimalis. Meski kamar itu tidak semegah kamar di rumah Dicky, tetapi terasa sangat nyaman. Galant yang melirik Elle tengah mengedarkan pandangannya ke sekeliling dengan raut wajah cemas, berkata dengan lembut, "Kamu tidak perlu takut. Ini rumahku, kamu akan baik-baik saja di sini." "R-rumahmu?" Elle berkata dengan gugup. "Kenapa kamu membawaku ke rumahmu?" "Apakah kamu masih ingin aku memelukmu?" Galant menatap Elle dengan senyuman yang terbit di bibirnya. Bukannya menjawab pertanyaan Elle tersebut, Galant malah melontarkan kata-kata lain yang membuat Elle semakin gugup. Elle yang tidak menyadari jika sedari tadi tangannya masih mengait di leher Galant dengan cepat