Share

Bab 5

Sudah seminggu berlalu sejak Alzio meminta kepada Haniel untuk mengajarkan cara berpedang. Kemampuan Alzio semakin hari semakin meningkat. Karena latihan besar-besaran yang ia lakukan bulan lalu, hal itu membuat kekuatan fisik Alzio meningkat secara drastis. Siapa sangka tubuh lemah yang terlihat akan jatuh jika terkena sekali pukulan itu bisa menjadi tubuh yang sangat kuat seperti sekarang ini. 

Haniel yang memperhatikan perkembangan kemampuan berpedang Alzio merasa kalau ia sudah semakin hebat. Sekarang, rumor kalau Alzio adalah Pangeran Terlemah perlahan telah memudar. Bahkan, seringkali Alzio tidak sengaja mengucapkan kata-kata kasar di depan para pelayan. Hal itu membuat citranya semakin menurun. Seperti yang terjadi di bawah ini. 

“Sialan, teh ini panas sekali!” ucap Alzio yang tak sengaja mengumpat. 

Pelayan yang menyajikan teh tersebut terkejut menganga mendengar Alzio mengatakan kata-kata kasar seperti itu. 

“Ah, maksudku ... aduhh ... teh ini panas sekali,” ralat Alzio sambil tersenyum. 

Perlahan pandangan para pelayan mulai berubah terhadap Alzio. Dari pandangan seorang Pangeran muda yang polos dan baik hati menjadi Pangeran muda yang galak dan tak tahu sopan santun. Namun, hal itu tidak membuat reputasinya menurun di kalangan para pelayan wanita. Mereka merasa kalau sosok Alzio yang saat ini benar-benar suatu yang luar biasa. Pria yang tadinya selalu tersenyum ramah dan menyapa semua orang kini berubah menjadi pria dingin dan selalu memandang orang lain dengan tatapan yang seakan-akan ingin membunuh. Menurut mereka, sosok seperti itulah yang membuatnya terlihat lebih keren. 

***

Di tempat pelatihan. 

“Haniel, bagaimana perkembanganku?” tanya Alzio kepada Haniel. 

Alzio menatap ke arah Haniel dengan wajahnya yang sudah dibanjiri oleh keringat karena sudah berlatih dengan keras akhir-akhir ini. 

“Menurut saya, kemampuan Anda sudah meningkat dengan cepat. Anda sekarang sudah bisa dibilang mahir dalam menggunakan pedang. Apakah Anda ingin menjadi seorang kesatria seperti kakak Anda?” tanya Haniel penasaran. 

‘Ah, kesatria ya ... aku 'kan berlatih pedang hanya karena ingin bertahan hidup dan menghindari kematian dari si keparat Aesar itu,’ batin Alzio. 

“Aku cuma ingin jadi seorang pangeran,” jawab Alzio dengan tatapan datar. 

Haniel sedikit terkejut dengan alasan yang baru saja dikatakan oleh Alzio. Alzio pun menghentikan pelatihannya dan ia ingin segera kembali ke Istana. 

“Karena sekarang aku sudah mahir dalam berpedang, besok ada tempat yang ingin kukunjungi,” ungkap Alzio sambil tersenyum. 

“Tempat yang ingin Anda kunjungi?” Haniel bertanya-tanya. 

“Besok kau akan tau, aku capek, mau istirahat,” sahut Alzio sambil meninggalkan area pelatihan. 

***

Di kamar, Alzio sedang berbaring di kasurnya sambil memikirkan tentang rencana-rencana ia yang selanjutnya. 

‘Untuk saat ini aku sudah merubah sebagian kecil dari alurnya, 'kan? Alzio yang dikenal sebagai Pangeran Terlemah sekarang sudah tidak ada, kemampuan fisikku pun sudah meningkat,’ batin Alzio. 

Ia memikirkan cara untuk meyakinkan Eras besok agar ia mau jadi bawahannya. Sebelum Aesar menemukannya, Alzio lebih dulu akan menemukan Eras dan menjadikannya sebagai kesatrianya sendiri. 

Tok! Tok! 

Suara ketukan dari luar terdengar, Alzio langsung menoleh ke arah pintu. Sepertinya Haniel hendak menyampaikan kalau ada seseorang yang berkunjung. 

“Yang Mulia, Ratu Adelaide datang untuk bertemu dengan Anda,” ucap Haniel. 

‘Hah? Ibu? Kenapa ia tiba-tiba ingin bertemu?’ batin Alzio bertanya-tanya. 

“Aku akan bersiap terlebih dahulu, sampaikan kepada beliau untuk menunggu,” jawab Alzio.

Dengan berpakaian rapi seadanya, Alzio mulai berjalan untuk menemui sang Ibunda. Sembari menunggu Alzio, Adelaide menyeruput secangkir teh yang sudah disediakan oleh para pelayan di ruang utama Istana Pangeran. 

“Lama tak berjumpa, Ibu,” ucap Alzio yang menyambut kedatangan Ibunya tersebut. 

Adelaide yang sedang menyeruput teh seketika terkejut begitu melihat sosok Alzio saat ini. Mungkin ia merasa kalau Alzio bertambah tinggi dan aura di sekitarnya mulai berbeda. 

“Kau sudah tumbuh dengan baik, anakku,” ucap Adelaide kepada Alzio. 

“Ha-ha-ha, Ibu juga semakin hari semakin cantik ketika kulihat,” puji Alzio menggoda Ibunya. 

“Ohohoho kau bisa saja,” tanggap Adelaide sambil tertawa. 

Alzio pun menanyakan apa alasan Ibunya datang kemari. Adelaide menjawab kalau alasan ia datang kemari adalah karena ingin menanyakan kapan Alzio akan mulai belajar sihir. Ellio selalu menanyakan hal itu padanya dan membuatnya merasa resah karena selalu menghubunginya setiap saat. 

‘Sihir ya, rencanaku sih setelah membawa Eras dan Rona kemari baru aku akan serius untuk belajar sihir,’ pikir Alzio di dalam hati. 

“Ibu tau kan saat ini aku masih berlatih pedang bersama Haniel, jadi bisakah Ibu bilang kepada Paman aku membutuhkan waktu sedikit lagi, aku tidak ingin berhenti melakukan hal yang sedang kulakukan di tengah-tengah,” jelas Alzio berusaha meyakinkan Adelaide. 

“Ah, Ibu tau ... tapi, yang terpenting, kau akan mempelajarinya kan? Sihir,” tanya Adelaide memastikan. 

“Tentu saja!” jawab Alzio dengan antusias. 

‘Tentu saja akan kupelajari dengan sungguh-sungguh karena bisa saja itu akan menjadi satu-satunya petunjuk agar aku bisa kembali ke dunia nyata,’ batin Alzio. 

Mendengar jawaban itu, wajah Adelaide kembali segar. Ia sangat menantikan saat-saat ketika Alzio akan dinobatkan sebagai penyihir agung selanjutnya. Ia berharap banyak kepada anak lelakinya itu. 

Karena pembicaraan mereka sudah selesai, Adelaide langsung segera pamit dan hendak meninggalkan Istana Pangeran. 

“Ibu sudah mau pergi? Padahal baru berapa menit yang lalu Ibu datang, tapi sudah mau pergi," gerutu Alzio. 

“Ah, Ibu juga punya banyak urusan yang harus diselesaikan, kau harus ingat kalau Ibu juga adalah seorang Ratu,” sahut Adelaide sambil tersenyum. 

“Ah benar, Ibu adalah seorang Ratu,” seloroh Alzio sambil tertawa kecil. 

Ratu Adelaide pun pergi meninggalkan Istana Pangeran dengan para pelayannya. Alzio pun mulai kembali ke kamarnya dan kembali merencanakan hal yang akan ia lakukan besok. 

Besok Alzio berencana untuk pergi ke Ibukota dengan menyamar menjadi orang biasa. Ia tidak ingin terlalu menarik perhatian di sana, ia hanya ingin memastikan keberadaan Eras terlebih dahulu. Setelah itu ia akan mengamatinya dalam beberapa hari dan baru mengajaknya bertemu. Itulah hal yang ia rencanakan untuk saat ini. 

***

Keesokan harinya, Haniel sudah terkejut karena permintaan tak masuk akal dari Alzio di pagi hari. Ia meminta pada Haniel agar ia bisa pergi ke Ibukota untuk melihat-lihat pedang karena ia ingin sekali membeli pedang. 

“Y-Yang Mulia, kalau hanya ingin membeli pedang, Anda bisa memintakan itu kepada Yang Mulia Raja. Karena pedang milik keluarga kerajaan itu biasanya hanya dibuat oleh seorang pemahat khusus. Di pedangnya, biasanya akan ada lambang Kerajaan Mamertino. Jadi–” terang Haniel bertele-tele dan dipotong begitu saja oleh Alzio. 

“Pokoknya aku mau pergi ke Ibukota,” pinta Alzio ngotot. 

Haniel mulai mengeluarkan kerut di wajahnya. Tampaknya ia mulai kesal dengan tingkah laku Pangeran yang satu ini.

“Tapi, Yang Mulia, kita memerlukan izin untuk pergi keluar Istana,” ucap Haniel berusaha meyakinkan Alzio. 

“Kalau begitu kita bisa keluar secara diam-diam, 'kan? Aku juga tidak berniat keluar sebagai seorang pangeran karena itu akan merepotkan,” jawab Alzio sambil menggaruk-garuk leher belakangnya. 

Di situasi ini, tiba-tiba Haniel merasakan sesuatu. Ia merasa sangat yakin kalau tidak akan bisa menang dari orang ini. Secara terpaksa, Haniel harus menuruti kemauan tuannya tersebut. 

“Kalau begitu, silahkan bersiap, Yang Mulia. Berpakaianlah secara sederhana,” ucap Haniel dengan tatapan dinginnya. 

“Uh, iya ... baiklah,” jawab Alzio sedikit terkejut. 

***

Alzio sudah siap dengan pakaiannya yang sederhana dan penampilan yang sederhana. Sekarang ini, ia sudah serba sederhana kecuali wajahnya yang tidak sederhana itu. 

‘Kalau seperti ini pun, sepertinya ia tetap akan dikira sebagai seorang bangsawan,’ batin Haniel yang prihatin. 

“Kalau begitu, mari kita pergi, Yang Mulia,” ajak Haniel sambil menundukkan kepalanya. 

“Tunggu.” Namun, tiba-tiba saja Alzio menahannya. 

‘Ada apa? Apa ia sudah berubah pikiran dan tak akan jadi pergi?’ batin Haniel berharap. 

Alzio tiba-tiba mendekat ke arah Haniel yang sontak membuat Haniel sedikit terkejut. Lalu ia pun mengucapkan kata-kata ini tepat di hadapannya. 

“Kebiasaanmu itu ... harus segera diganti. Saat tiba di luar nanti, jangan panggil aku Yang Mulia, tapi panggil aku Bos, mengerti?” perintah Alzio. 

“B-Bos? Kenapa seperti itu?” tanya Haniel sedikit heran. 

“Yah, karena aku adalah atasanmu?” jawab Alzio sambil menaikkan kedua alisnya. 

Haniel pun mengiyakan hal tersebut dan mereka pun segera bersiap untuk pergi ke Ibukota. Tentu saja, mereka sudah mendapat izin dari Sang Raja, karena biasanya juga Alzio sering keluar istana untuk berinteraksi dengan para masyarakat di sana. 

Namun, sebenarnya Haniel masih tidak sanggup untuk memanggil Alzio sebagai Bos. 

***

Saat tiba di Ibukota, Alzio benar-benar merasa takjub begitu melihatnya secara langsung. Untuk pertama kali dalam hidupnya ia melihat pemandangan sebuah Ibukota di pada zaman kerajaan. 

Aktivitas di Ibukota terlihat sangat padat. Banyak sekali orang yang sibuk di sana-sini melakukan aktivitasnya masing-masing. Namun, yang ia cari hanyalah satu, yaitu tempat Eras bekerja.

Eras pria yang memiliki wajah tampan sejak lahir selalu mempunyai rasa percaya diri yang tinggi. Ibunya adalah seorang pelacur, ia tidak pernah tahu siapa ayahnya. Saat di usianya yang ke lima tahun, Eras dibuang oleh ibunya dan ditelantarkan begitu saja. Ia menjadi gelandangan di masa itu, tetapi karena wajahnya yang tampan ia cukup menarik perhatian orang banyak. Akhirnya, seorang dari pemilik bar menemukannya dan mulai merawatnya sejak saat itu.

Bar itu bukanlah bar biasa, tetapi itu adalah sebuah bar di mana kita bisa minum bersama dengan para wanita atau pria yang kita inginkan. Tentu saja kita harus membayar sesuai dengan harga dari setiap orangnya. Harga sewa Eras sangatlah mahal karena ia adalah orang paling terkenal di sana. 

‘Pada akhirnya, aku akan pergi ke tempat dewasa seperti itu?’ batin Alzio merasa geli. 

Namun, tiba-tiba saja dari belakangnya ada sesuatu yang menabraknya begitu keras. Ia adalah seorang anak lelaki dengan rambut berwarna putih keperakan dengan bola mata berwarna biru seperti kristal. Terlihat sepertinya ia berumur sekitar lima belas tahunan. 

“Kenapa kakak menabrakku?" tanya anak lelaki itu dengan suara yang imut. 

‘Bukannya dia sendiri yang menabrakku?’ batin Alzio bertanya-tanya. 

Sebenarnya siapakah anak lelaki tersebut? 

-tbc.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status