Share

Bab 6

Anak lelaki itu masih saja memandangi Alzio dengan begitu lekat sambil memasang wajah polosnya. 

“Apa maksudmu? Bukannya sebaliknya, kau yang menabrakku, hm?” tanya Alzio sambil mendekatkan wajahnya dengan tatapan mengancam. 

Anak itu mulai berkeringat dingin dan wajah polosnya seketika berubah menjadi wajah panik. Namun, tiba-tiba saja, ia sengaja menjatuhkan dirinya ke tanah. Alzio yang melihat itu terdiam sejenak. 

“Ahh! Kakak ini tiba-tiba mendorongku! Huaa,” teriak anak lelaki tersebut yang seketika menarik perhatian banyak orang. 

Orang-orang yang berada di sana mulai memandangi mereka. Alzio masih bingung dengan apa yang dilakukan oleh anak ini. Sementara itu, Haniel di belakang sudah mulai panik dan merasa tidak tenang. 

“Sekarang apa sih yang kau lakukan?” tanya Alzio heran. 

Anak itu tiba-tiba menangis yang membuat semua orang semakin gaduh. Ia mengatakan kalau Alzio baru saja menatapnya dengan wajah yang sangat mengerikan. Para warga yang berada di sana langsung ribut di sana-sini. 

“Aduh, dasar anak muda jaman sekarang. Masa masih menjahati anak yang lebih muda darinya seperti itu.” 

“Padahal wajahnya terlihat seperti orang baik-baik, tapi tak disangka ternyata aslinya seperti itu.”

Suara cemoohan dari para warga terdengar dengan jelas di telinga Alzio. Ia pun mulai menyadari tujuan sebenarnya dari anak lelaki tersebut. Alzio memandangi anak lelaki itu dengan wajah kesalnya. Sementara itu, anak lelaki itu diam-diam mulai mengeluarkan senyum liciknya. 

“Dasar bocah sialan,” umpat Alzio hendak menangkap anak lelaki tersebut. 

Namun, sekejap mata anak itu langsung lari dengan begitu cepatnya. Tak mau kalah, Alzio pun mengejarnya. Aksi kejar-kejaran yang tak bisa dihindari pun dimulai. 

Haniel ikut mengejar Alzio di belakangnya karena ia takut nantinya Alzio malah membuat masalah lainnya. 

“Kemari kau, dasar bocah!” teriak Alzio.

Anak lelaki itu menoleh ke belakang dan mulai meledek Alzio. Amarah Alzio pun makin memuncak dan tercetak jelas di wajah tampannya.

Anak lelaki itu memasuki sebuah gang kecil di samping toko. Alzio mengikutinya, tetapi saat baru memasuki gang tersebut tidak terlihat ada siapa-siapa. Namun, dalam sekilas anak lelaki tadi lewat di depannya, Alzio pun mengikutinya. Kejar-kejaran ini tak kunjung berhenti juga. 

Alzio dibuat bingung oleh anak lelaki tersebut. Saat ia mengejar ke sisi satunya, tiba-tiba saja ia akan muncul lagi di sisi sebelahnya. Begitu terus yang terjadi sampai ...

Bruk!!!

Suara tabrakan terdengar di tengah-tengah lorong. Alzio pun langsung menghampirinya dan ia tidak menduga apa yang ia temukan. 

“Ah! Ostan! Kenapa kau malah menabrakku?!” 

“Osten sendiri kenapa malah lewat disini?!”

Ternyata anak lelaki itu ada dua, mereka anak kembar. Sekarang ini mereka sedang berdebat karena alasan yang tak penting. 

“Oh, begitu. Jadi ternyata kalian kembar ya,” gumam Alzio sambil mengepalkan kedua tangannya. 

Ia mendekati keduanya dengan aura yang mengintimidasi. Anak kembar itu pun mulai ketakutan. 

“Kau, kau pasti akan menyesal jika tau siapa kami!” ucap salah satu dari anak kembar itu. 

“Hah? Menyesal? Jangan bercanda. Kalian duluan 'kan yang menggangguku? Jadi, siapa tadi yang menabrakku, hm?” tanya Alzio dengan tatapan seakan-akan ingin membunuh seseorang. 

“D-Dia! Si Osten yang melakukannya!” ucap salah satu dari anak kembar itu sambil menunjuk saudara kembarnya. 

“Ah, jadi kau ya, bocah nakal,” ucap Alzio sambil menatap ke arah anak yang ditunjuk dengan senyuman liciknya. 

“Tuan.”

Haniel baru saja tiba, ia minta agar Alzio menghentikan ini. Ia mengingatkan Alzio pada tujuan utamanya pergi ke Ibukota adalah untuk melihat-lihat pedang. Alzio masih ingat tentang hal itu dan tiba-tiba ia memperingati Haniel. 

“Kenapa kau memanggilku Tuan? Bukankah sudah kubilang panggil aku ... Bos,” tegas Alzio sambil tersenyum dengan aura mengerikan di belakangnya. 

“S-Saya masih belum terbiasa,” jawab Haniel sambil mengalihkan pandangannya. 

Alzio pun kembali menoleh ke arah anak kembar tadi. Keduanya pun menatap Alzio dengan wajah yang panik.

“Siapa nama kalian?” tanya Alzio. 

“Nama saya Osten,” jawab anak lelaki di sebelah kiri. 

“N-Nama saya Ostan,” jawab anak lelaki di sebelah kanan. 

‘Hmm, Ostan dan Osten? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu,’ pikir Alzio sambil memegang dagunya. 

“Jadi, siapa yang lebih tua? Ostan? Osten?” tanya Alzio lagi. 

“S-Saya yang lebih tua,” jawab Ostan. 

Melihat wajah Ostan yang sudah gemetaran, Alzio jadi tak tega. Ia pun menanyakan alasan kenapa mereka mengerjainya sampai seperti ini. 

“Mudah saja, karena wajah kakak menyebalkan!” jawab Osten blak-blakan. 

“Hah?” Alzio dan Haniel terkejut mendengar jawaban tersebut.

Ostan pun langsung menegur Osten dan bilang kalau itu tidak sopan. Ia meminta maaf kepada Alzio mewakili adiknya. Alzio tak suka melihat hal itu. 

“Kenapa kau yang meminta maaf?” tanya Alzio dengan wajah dinginnya. 

“Eh?” Ostan mulai kebingungan. 

“Yang salah adalah adikmu. Jadi, kenapa harus kau yang meminta maaf?” tanya Alzio dengan ketus. 

Ostan tak tahu harus menjawab apa, tiba-tiba saja ia teringat perkataan ayahnya. Sebagai seorang kakak, Ostan harus siap untuk melindungi adiknya dari apapun itu. Jika Osten salah, maka ia harus meminta maaf dan mengajarkannya hal yang benar. Namun, disini Ostan salah memilah arti dari pesan yang disampaikan oleh ayahnya. Ia mengira jika Osten berbuat salah, maka Ostan lah yang harus meminta maaf. 

“Kenapa kau diam saja? Cepat jawab aku.” Alzio saat ini benar-benar merasa kesal. 

Haniel yang menyadari jika mood Alzio sedang tidak bagus mulai merasa khawatir. 

“Haahh! Iya! Iya! Osten yang salah! Jadi, aku minta maaf!” teriak Osten menyela pembicaraan mereka. 

Alzio merasa dongkol mendengar ucapan minta maaf yang terdengar tidak tulus itu. 

“Coba katakan lagi dengan benar,” tegas Alzio sambil memberikan tatapan intimidasi kepada Osten. 

Osten pun langsung merasa panik dan takut. Ia pun mulai menundukkan kepalanya dan meminta maaf kepada Alzio dengan benar. 

“M-Maafkan saya, sepertinya tadi saya benar-benar sudah keterlaluan,” ucap Osten meminta maaf. 

Alzio merasa senang melihat Osten sudah meminta maaf dengan benar. Ia pun menoleh ke arah Ostan yang terlihat sedih. Karena tak enak hati, ia mengatakan sesuatu kepada Ostan untuk menyemangatinya. 

“Ostan, kau kan kakaknya. Jadi sesekali kau harus mengatakan kepada Osten kalau yang biasa dia lakukan itu salah, mengganggu orang lain itu tidak baik loh,” ucap Alzio sambil menepuk pundak Ostan. 

Wajah Ostan kembali bersemangat, matanya berbinar-binar mendengar ucapan yang diucapkan oleh Alzio. Osten pun memandang kagum kepada Alzio. 

“Kakak keren sekali! Aku juga mau jadi seperti kakak!” ungkap Osten dengan penuh semangat. 

“Kakak! Tolong ajari aku untuk membimbing Osten seperti tadi!” pinta Ostan dengan penuh harap. 

Mereka pun mulai berteriak-teriak di depan wajahnya. Hal itu membuat Alzio pusing. 

“Ahh! Baiklah! Aku akan mengajarimu, tapi dengan syarat, panggil aku Bos!” ucap Alzio sambil menunjuk ke arah dirinya dengan senyuman liciknya. 

“Baik, Bos!” jawab Ostan dan Osten sambil memberi hormat kepada Alzio. 

“Sepertinya Anda sangat menikmatinya ya, Tuan,” gumam Haniel di belakang Alzio. 

Tiba-tiba saja Alzio mendengar suara bising dari pemukiman di dalam gang tersebut. Seperti suara pertengkaran antar sepasang kekasih. Ia pun mendekati asal suara tersebut. Ia melihat ada seorang pria dan wanita sedang bertengkar di dalam gang tersebut. Namun, tiba-tiba saja si wanita menampar wajah pria tersebut. Suara tamparannya begitu keras sampai-sampai membuat pipi Alzio serasa ngilu. 

“Dasar, lelaki brengsek!” maki wanita tersebut dan langsung lari pergi meninggalkan tempat tersebut. 

‘Wow, adegan ini serasa dejavu deh,’ batin Alzio. 

Alzio mulai memperhatikan pria yang baru saja ditampar tadi. Seorang pria dengan rambut hitam dan mata berwarna hijau. Padahal wajahnya begitu tampan, tetapi ia baru saja diputuskan oleh kekasihnya lewat sebuah tamparan yang Indah. 

‘Tunggu, sepertinya aku merasa tidak asing, apakah ia,’ batin Alzio. 

Sedari tadi Alzio mengintip, anak kembar tadi juga ikut mengintip begitu pula dengan Haniel. 

“Dasar perempuan sialan, kenapa dia harus sampai menampar wajahku, ini kan aset terpentingku,” umpat pria itu sambil mengelus wajahnya. 

“Hah, pantas saja dia diputusi oleh kekasihnya, ternyata sifatnya benar-benar sifat seorang sampah,” cemooh Osten secara blak-blakan. 

“Hei, Osten, jangan berbicara seperti itu,” ucap Ostan menasehati adiknya itu. 

Pria itu tak sengaja mendengar cemoohan dari Osten. Ia pun langsung marah dan mengatakan siapa yang baru saja mengatainya seperti tadi. Ia menyuruhnya agar keluar dan jangan bersembunyi. 

Namun, Alzio masih tidak mau mencari masalah dengan orang tak dikenal. Ia menyuruh anak kembar itu tetap bersembunyi dan jangan keluar sampai orang itu pergi sendiri nanti.

‘Tapi, kalau dia memang Eras, ini bisa jadi kesempatan yang bagus bagiku,’ pikir Alzio dengan tenang. 

Pria itu merasa kesal karena tidak ada yang keluar sampai sekarang. Ia pun mengumpat dengan kata-kata kasar yang bahkan tak pantas di dengar oleh anak-anak. Secara spontan, Alzio dan Haniel menutupi telinga para anak kembar itu. Namun, tiba-tiba Osten malah ikut mengumpat. 

“Dasar orang tidak tahu sopan santun, otakmu ditaruh di pantat ya!” teriak Osten yang langsung membuat Alzio panik. 

Pria itu mulai tersulut emosi, ia mulai mendekat ke arah mereka, tetapi tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya. 

“Hei, Eras!”

Mendengar nama itu tentu saja Alzio langsung terkejut. Seketika ia mulai mengeluarkan senyuman liciknya lagi. 

“Nyonya Mary memanggilmu, sebentar lagi masuk jam kerjamu 'kan?” ujar orang yang memanggil Eras tadi. 

“Ah, baiklah. Aku akan segera datang,” jawab Eras dan hendak meninggalkan tempat ini. 

Namun, tiba-tiba Alzio keluar dari persembunyiannya. Ia memanggil Eras dengan berteriak. Eras yang hendak pergi pun kembali menoleh ke belakang. 

“Hei, Kakak. Masa sudah mau pergi? Tidak jadi memarahiku, hm?” ucap Alzio memancing kemarahan Eras. 

Haniel yang melihat itu benar-benar panik dan berpikir apa yang sedang Alzio pikirkan pada saat ini. Sementara si kembar memandangi Alzio dengan penuh kekaguman dan mata yang berbinar-binar. 

“Rupanya kau yang sudah mengataiku tadi, minta maaflah. Akan kuanggap masalah ini selesai,” perintah Eras sambil tersenyum. 

“Tidak mau tuh,” jawab Alzio dengan wajah datarnya. 

“A-Apa?” Eras mulai kesal. 

“Aku bilang, aku tidak sudi untuk minta maaf padamu, Kakak,” jelas Alzio dengan tatapan mata merendahkan Eras. 

-tbc.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status