Share

Atur Saja

Bella menjatuhkan tas jinjing yang ia bawa di atas meja kerja begitu ia sampai di kantor. Firly yang melihat Bella kesal hanya bisa menyunggingkan senyumnya. Firly bisa menebak dengan pasti kalau Bella tidak bisa menyelesaikan masalahnya sehingga wajahnya terlihat kesal saat ini.

"Pagi-pagi muka lo udah di tekuk gitu. Apa masalahnya bertambah rumit makanya muka lo nggak kelihatan bahagia?"

Bella mengacak rambutnya yang sudah tertata rapi itu untuk meredakan kekecewaan ini. Namun rasanya percuma saja. Tidak cukup membantu. Semua masih tetap pada sedia kala. 

"Ly, gue tadi ke rumah Kakek. Ya lo tau kan, kali aja gue bisa nego gitu tentang kesepakatan ini. Gue pikir, jalan gue bakalan mulus-mulus aja. Tapi, ternyata hasil yang gue dapat 0. Kakek tetap pada keputusannya dan mau nggak mau gue akhirnya nikah sama dia."

"Yess ... gue pasti bakal jadi orang pertama yang akan datang ke party lo. Gue senang pada akhirnya lo nikah juga."

"Gue nggak yakin deh akan pernikahan ini." Bella duduk bersandar di kursinya dengan tidak bersemangat.

"Yakin nggak yakin ya lo harus jalanin. Nggak akan bisa berubah, kenyataannya begitu kan. Lo lihat deh secara profil apa sih yang kurang dari dia coba? Realistis lah. Dia tampan, masih muda, penampilan oke, pintar dan secara finansial. Dia bisa menjalankan bisnis. Kurang apa coba?"

"Yang perlu lo tau Ly, kita menjalankan penikahan ini karna bisnis. Lo paham artinya kan. Gue sama dia nggak ada dasar cinta sama sekali dan hanya ada unsur pemaksaan di sini. Rumah tangga tanpa itu, akan jadi apa? Hambar dan makan hati."

"Sejak kapan lo kenal kata cinta? Bukannya lo nggak pernah punya niatan nikah ya?"

"Emang. Gue nggak niat nikah."

"Nah, udah tau lo nggak ada niat nikah. Anggap aja lo nikah tapi berasa nggak nikah. Cuma bedanya lo tinggal satu atap sama dia. Beres."

"Dan kalau gue cerai status gue jadi janda gitu?"

"Ya jangan cerai lah."

"Ngomong gampang. Mau sampai kapan gue bertahan sama dia. Kalau status aja cuma nikah tapi nggak bisa jalaninnya."

"Intinya gini deh ya, lo nggak mau kan bikin Kakek lo kecewa. Anggap aja lo itu mau bikin senang Kakek lo itu dengan cara ini. Emang dampaknya sama lo sih. Lo yang berkorban semuanya. Tapi balik ke diri lo sendiri Bel, lo itu udah lama nggak dekat sama laki-laki kan. Gue rasa nggak ada salahnya lo coba jalin hubungan sama Kristan. Bermula dari nggak ada kata cinta di sana. Siapa tau lama-lama kalian bisa menjalin lebih dari yang lo bayangin. Siapa tau kan ya. Takdir lo nggak ada yang tau."

Bella mengetukkan jari jemarinya yang lentik itu di atas meja kerjanya seraya memikirkan kata-kata Firly barusan. Memang ada benarnya juga sih, ia sudah lama tidak berhubungan dengan seorang laki-laki dan siapa tau pernikahan ini bisa mengubah hatinya yang sudah beku. Nggak ada salahnya kan. Tapi melihat wajah laki-laki itu yang dingin dan tak berperasaan aa mungkin bisa ia melaluinya?

Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Bella dengan nomer baru. Bella mengecek siapa yang mengiriminya pesan. Bella baca pesan singkat itu secara cepat. Ternyata pesan yang berasal dari Kristan di dapatnya. 

"Kita bertemu di WO Gladiss luxury jam 7 malam nanti. Aku harap kamu jangan telat seperti kemarin. Jika kamu telat, kamu akan mendapatkan sebuah kejutan dariku."

Bella menghela nafas ketika membaca nama WO di sana. Secepat inikah akhir dari masa lajangnya? Umurnya masih muda, masih 28 tahun dan tahun ini sudah akan di ikat oleh pernikahan. Tidak pernah terbayang oleh Bella sebelumnya Bella akan di pinang oleh laki-laki yang selalu bikin Bella emosi. Beberapa kali punya proyek selalu gagal dan selalu di menangkan olehnya. Makanya Bella tidak percaya yang menikah dengannya adalah ia. Rasa frustasi terlihat sudah sejak kemarin. Semua yang Bella kira bisa di gagalkan. Nyatanya tidak bisa sama sekali, mau tidak mau Bella harus menjalani takdir ini. 

***

Sebuah undangan dengan nama Bella dan namanya tertera di dalam undangan yang berwarna gold bercampur coklat itu. Namanya terlihat sangat jelas dan Bella bisa merasakan betapa mirisnya namanya sudah tercantum di sana. Sebentar lagi, dunianya tidak akan sendiri. Ada orang lain yang masuk ke dalamnya. 

"Bagaimana dengan undangannya Kak? Apakah sudah oke?" tanya pemilik WO itu. Wanita yang mempunyai wajah oriental itu bertanya tentang pendapatnya. Saat ini wajahnya bisa terlihat sangat gugup dan takut apakah undangannya bisa memuaskan Bella atau tidak.

"Siapa yang menginginkan undangan seperti ini?"

"Tuan Kristan sendiri, Kak."

Bella tidak mengerti. Kenapa harus kembali bertanya padanya lagi. Kalau kenyataannya undangannya pun sudah jadi. Tinggal di perbanyak dan selesai. Buat apa bertanya padanya lagi kalau hanya formalitas saja. Lucu. Masalahnya juga Bella tidak bisa meminta secara eksklusif Bella menolak dan tidak suka dengan warnanya atau bentuk dari undangan itu.

Bella akui memang warna dari undangan ini memang terkesan wah. Apalagi mengingat Kristan merupakan salah satu orang terpandang di Negeri ini. Jadi ia menginginkan yang mewah dan mahal juga setara dengan statusnya.

Namun, sebenarnya Bella kurang suka dengan bentuknya. Bella hanya ingin yang simple saja. Tapi, melihat tanggalnya yang tertera di sana dan itu berarti tinggal sebentar lagi pernikahan itu akan di langsungkan. Bella rasa itu tidak perlu. Buang-buang uang saja. Lagipula Kristan sendiri yang menginginkannya. Lebih baik Bella mengalah dan menuruti permintaannya. Toh hanya sekedar undangan.

Namun, lagi-lagi apa yang aku pikirkan, menikah adalah satu kali seumur hidup. Kenapa aku harus mengalah? 

"Sudah bagus. Tidak perlu di ganti," ucap Bella dengan datar padahal dalam hati kesal. Padahal Bella ingin menolak. Namun, lagi-lagi Bella menyingkirkannya. Untuk kali ini saja. Bella akan mengalah. Tapi, tidak lain waktu. 

Pintu kaca WO ini terbuka. Memperlihatkan seorang laki-laki yang datang tak lama kemudian. Bella mendecak kesal begitu ia datang dan duduk di sampingnya tanpa ada rasa berdosa sama sekali. Kristan masih kelihatan segar meskipun sudah malam begini. Berbeda dengan Bella yang terlihat kusam setelah seharian bekerja. Bella jadi heran sendiri apa yang ia kerjakan di kantor, kenapa masih bisa segar seperti sehabis bangun pagi. Mungkin habis bertemu pacarnya makanya kelihatan segar begitu. Bisa jadi.

"Hufh ... ia sendiri yang bilang tidak boleh telat malah ia yang telat, dasar laki-laki tak tau diri," gerutu Bella dalam hati. 

"Bagaimana dengan pakaiannya. Apakah sudah di buat?" tanya Kristan tanpa menoleh sedikit pun pada Bella. Bella pun juga menyibukkan diri dengan melihat kukunya yang sudah tidak terawat lama karna kesibukkannya.

"Sudah Tuan. Mari ikut saya."

"Aku kira kita akan fitting baju pengantin. Kenapa sudah selesai saja. Memangnya kamu sudah tahu ukuran tubuhku."

"Kamu cukup ramping Bella dan aku tahu itu. Kita akan coba. Kalau nanti ada yang kurang, kita bisa ganti ukuran."

"Dan kamu belum tanya gaun apa yang aku suka? Memangnya yang menikah hanya kamu saja?"

"Aku sudah tahu."

"Darimana kamu tahu? Kita memang sudah sering bertemu. Tapi, itu bukan menjamin semuanya kamu bisa tahu bukan?" kukunya tidak tampak menarik lagi. Bella langsung memincingkan mata dan menggertaknya. Kristan sudah membuat dadanya bergemuruh kesal.

Kita memang sering bertemu. Namun berakhir dengan pertengkaran dan pertengkaran. Itu semua karna bisnis. Dan sekarang kembali terjadi. Namun, dalam urusan yang berbeda.

Kristan mendecak dan Bella sangat benci itu. Setiap kali bertengkar setiap kali juga ada decakan yang terdengar dari mulutnya. Apa maksudnya itu? Ia merasa kesal begitu? Kalau ya, akhiri saja kan. Beres. 

"Aku nggak suka ya sama tingkah kamu."

"Perlukah kita bertengkar di sini. Cukup ikuti dan semuanya beres."

Bella bertolak pinggang mendengarnya. Ia bilang apa tadi? Bella makin tidak suka dengannya. Belum juga menikah ia sudah terlalu dominan dengan hubungan ini. Ia sudah mengatur ini dan itu. 

"Cukup ikuti dan semuanya beres." 

Memangnya aku ini siapa? Wanita yang selalu patuh dan nurut ini dan itu. Haish ... yang benar saja. Aku bukan pacarnya dan ia harus tau siapa aku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status