Begitu mobil Bella sudah terparkir di depan mansion Biantara. Bella langsung bergerak memasuki tempat tinggal Biantara, Kakek kebanggaannya sejak dulu kala.
Langkah terburu-buru Bella ambil setelah mengecek jam tangan yang sekarang berada tepat di posisi 7 pagi ini. Semua rencana sudah tertata rapi dalam kepala Bella setelah matanya terbuka sejak bangun pagi tadi. Bella langsung berpikir, apa yang harus Bella lakukan pagi ini sampai nanti Bella datang ke kantornya.
Seorang pelayan utama menyambut Bella begitu kakinya masuk ke dalamnya. Daniel, pelayan yang sudah lama menjabat sebagai pelayan khusus yang di tempatkan di rumah Biantara menyapa Bella saat tau Bella datang untuk bertemu dengan Biantara.
"Pagi Nona," sapanya dengan suaranya yang khas. Serak-serak basah yang sudah Bella kenal sejak dulu.
"Pagi. Kakek ada di dalam kan?"
"Tentu saja. Beliau sudah menunggu anda."
"Wow ... aku tidak terkejut jika dia selalu tahu aku akan selalu datang jika ada yang ingin aku tanyakan. Feeling yang bagus," ujar Bella disertai dengan senyuman cerah di sana.
Begitu sampai di ruang makan keluarga, Bella melihat Biantara duduk tenang di meja makan itu dengan satu meja penuh sarapan pagi. Bella tidak terkejut melihat begitu banyak makanan terhidang di atas meja. Biantara memang selalu meminta di masakan banyak makanan di mejanya karna dia tipe laki-laki yang suka pilih-pilih makanan.
"Pagi Kek," sapa Bella saat sudah dekat dengannya lalu Bella mengecup pelan pipinya untuk mengakrabkan diri dan setelahnya Bella duduk di sampingnya.
"Tumben pagi-pagi datang ke sini. Ada apa? Apa yang ingin kamu bicarakan."
"Kakek selalu begitu. Apakah aku tidak boleh main ke sini? Kenapa pertanyaan Kakek terlalu menakutkan. Aku seperti bukan cucu yang pantas untuk sering berkunjung. Masa aku tidak boleh sekalu-sekali datang untuk menengokmu."
"Tentu saja. Aku suka kamu datang untuk mengunjungiku. Aku kesepian di sini. Makanya sering-seringlah kamu datang untuk menjengukku."
"Tentu saja Bella ingin. Pengen banget malah setiap hari ketemu Kakek. Selalu mengecek kondisi Kakek dan yang terpenting Bella ingin Kakek terlihat bahagia. Itu keinginan terbesar Bella. Karna bagi Bella, Kakek adalah satu-satunya keluarga yang Bella punya saat ini. Tapi, Kakek kan tahu sendiri. Bella harus mengurus perusahaan yang udah lama Kakek rintis. Bella nggak bisa tinggalin gitu aja. Sedetik aja Bella nggak cek. Rasanya ada yang kurang sampai-sampai waktu tidur yang seharusnya buat tidur malah berkurang banyak karna itu. Bella tahu seharusnya Bella menyempatkan waktu. Setidaknya 2 kali seminggu untuk bertemu denganmu. Sayangnya Bella tidak bisa. Bella hanya bisa berkata maaf."
"Kamu itu seperti Ronald, Bella. Workaholic. Kakek hanya menekankan padamu. Jangan sampai masuk ke rumah sakit. Kamu tidak tahu kan betapa gelisahnya Kakek saat tahu kamu berbaring lemah di tempat tidur dengan selang infus yang di suntikkan di tanganmu itu. Aku merasa bersalah pada Ronald dan Gelisha kalau tahu aku tidak bisa menjaga kamu dengan baik."
"Aku merasa sedih mendengar hal itu. Tapi, Kakek tidak perlu khawatir. Semua berjalan lancar. Kakek kan tau, setelah aku terkapar di rumah sakit. Kakek sudah memarahi Firly habis-habisan dan orang-orang yang bekerja di sekitarku karna tidak bejus menjaga Ceo-nya dan meminta secara langsung pada Firly untuk menjadwal semua kegiatanku dengan teratur dan tidak lupa juga mengatur jam makanku."
"Aku tidak mau terulang Bella. Kamu harus mengerti itu."
"Aku mengerti kok. Kakek sayang sama Bella. Dan tentu saja Bella juga sayang sama Kakek. Aku akan selalu ingat apa yang Kakek ucapkan. Jangan khawatir."
"Kamu harus makan. Kakek sudah menyiapkan semua ini untuk menyambutmu."
Bella melihat semua makanan di sana. Melihat makanan sebanyak itu membuatnya tidak berselera untuk makan. Sebelum datang ke sini. Bella sudah memakan satu buah apel merah dan itu sudah cukup membuat perutnya kenyang. Bella tidak ingin makan apa pun setelah makan apel tadi.
"Aku sudah kenyang Kek. Bella sudah makan tadi sebelum berangkat ke sini. Aku berkata jujur Kek. Bella tidak bohong."
"Setidaknya kamu harus menghargai aku yang sudah menyiapkan semua ini untukmu."
"Baiklah. Aku akan memakan roti sandwich saja," kata Bella sembari meletakkan roti itu di atas piring. "Kek ... Bella mau bertanya soal perjanjian Kakek sama Kristan. Kenapa Kakek tidak memberitahu Bella lebih dulu sebelum memutuskan Bella harus menikah sama Kristan. Bella terkejut begitu mengetahui kalau Bella di jodohkan oleh laki-laki itu. Kakek nggak bilang apa-apa dan tiba-tiba saja seseorang datang ke kantor terus bilang Bella harus menikah sama dia."
"Jadi apa kamu sudah bertemu dengannya?"
"Sudah. Aku ingin mengetahui bagaimana cerita sesungguhnya sampai aku yang di korbankan di sini."
"Bagaimana menurut pendapatmu? Dia tampan bukan."
Bella memutar otak agar percakapan ini langsung ke intinya. Bella tidak suka dengan pembicaraan yang bertele-tele ini. Meskipun Bella tahu Kakek itu ingin mengulur waktu dan dia ingin mengetahui pasti pendapatnya saat ini.
"Aku ingin jelasnya Kakek. Waktuku tidak banyak. Aku harus meeting pagi ini dan Kakek tahu sendiri kan bagaimana jalanan pagi hari. Bisa saja macet nantinya. Aku tidak suka membiarkan klien menunggu. Apalagi klien ini adalah klienpenting."
"Baiklah. Aku memang datang ke kantornya dan membicarakan masalah pernikahan ini dengan Kristan."
Bella menegakkan duduknya begitu Biantara mulai bicara. Mendengar dengan seksama agar Bella bisa menangkap semua yang dia inginkan.
"Aku memang tidak memberitahumu tentang pernikahan ini. Karna ku pikir, kamu pasti akan menolaknya. Jadi, ini memang keinginan Kakek."
"Kakek tahu siapa dia?"
"Kakek tahu siapa Kristan. Perusahaan pesaing kita dan berkali-kali selalu menang tender. Maka dari itu, Kakek ingin kamu menjadi bagian dari keluarganya dan tidak ada lagi pesaing di antara kalian. Kamu juga bisa belajar menjalankan perusahaan darinya."
Bella menaruh garpu dan pisau yang Bella pegang di meja. Rasa ingin makannya lenyap seketika mendengar kata-kata itu. Bagaimana bisa Kakek menilainya tidak becus mengolah perusahaan. Bella sudah cukup banyak berkorban demi membuat perusahaan itu tetap stabil. Tapi Kakek masih saja beranggapan Bella kurang dengan hal itu.
"Aku merasa Kakek menilaiku tidak sanggup menjalankan perusahaan Kakek. Begitu?"
"Bukan begitu. Aku tidak berpikiran semata-mata semua karna uang Bella. Kakek merasa kamu juga sudah cukup umur untuk menikah. Kamu tau, Kakek selalu menunggu setiap harinya kata menikah yang terlontar dari mulutmu itu. Tapi, apa? Tidak pernah kamu berucap kata-kata itu sekali pun. Kakek merasa bersalah pada kedua orang tuamu kalau kamu tidak memiliki keluarga padahal umurmu sudah cukup. Kakek merasa kamu itu selalu gila kerja makanya tidak pernah memikirkan kehidupanmu sendiri. Kakek berpikir, apa menjalankan perusahaan sampai sebegitunya sampai-sampai kamu tidak bisa me-manage waktu untuk hidupmu sendiri. Aku tidak mau hal itu terjadi Bella. Makanya aku ingin membuat kesepakatan pada Kristan agar dia menikahimu dan tentu saja ada perjanjian di dalamnya. Aku tidak mau cucuku terluka."
"Sebelum menikah pun aku sudah terluka Kakek. Dia salah satu laki-laki yang ku benci. Berkali-kali selalu membuatku kesal. Bagaimana bisa aku menjalani pernikahan sama dia sementara aku membencinya."
Biantara tertawa kemudian. Dia menganggap kata-kata Bella lucu. Tapi, di mana lucunya?
"Itu yang terjadi dulu antara Ronald dan Gelisha. Kamu pasti mengerti apa yang aku katakan." senyum simpul Kakek berikan di akhir kata-katanya dan itu membuat Bella tidak bisa berkata apa-apa. Kenyataannya Bella sudah kalah perang
Bella menyesap cappucino latte yang sudah Firly belikan untuknya tadi pagi saat Bella masuk ke dalam ruangannya. Firly bergegas menghampiri setelah tahu Bella datang pagi itu. Karna Bella ingin meminum cappucino itu, ia pun menyuruh Firly untuk membelikannya. Rasa pahit dan manis bercampir menjadi satu membuat kenikmatan tersendiri.Sembari meminum cappucino, matanya melihat laporan perusahaan yang sudah sedari tadi ada di depannya. Meja kerjanya sudah berantakan sejak tadi karna sudah terlalu fokus dengan laporan yang menyita waktu. Makanya ia biarkan saja semuanya berantakan. Tak peduli dengan tatapan orang lain yang melihat betapa buruknya ruang kerjanya. Laptop menyala, berkas dimana-mana dan kertas-kertas yang sudah dicoret-coret berhamburan sampai ke lantai. Ia memang gila kerja. Terserah saja orang lain bilang apa, ia tidak pernah mau peduli.
"Kita mau kemana Kristan?" tanya Bella yang saat ini matanya di tutup dengan sehelai kain. Bella jadi tidak bisa melihat kemana-mana karna matanya sudah berubah menjadi gelap. Kristan mengajaknya entah kemana tanpa memberitahu dan Bella terpaksa mengikutinya. Habisnya laki-laki itu merengek tanpa batas seperti anak kecil yang tidak mau di tolak begitu saja. Alhasil Bella harus mengalah dan menerima permintaannya. Dari mulai masuk ke dalam mobil sampai keluar mobil, matanya sudah tertutup oleh kain. Ingin sekali Bella bertanya kemana mereka akan pergi karna pikirannya selalu dihantui rasa penasaran tapi Kristan hanya bilang tunggu saja, sebentar lagi atau kita akan mendapatkan waktu yang berharga. Makanya Bella tidak tahu apa-apa sampai sekarang. "Tunggu sebentar lagi ya, kita akan tiba sesuai keinginanku." Sepulangnya dari pulau Bangka itu Kristan jadi berubah lebih romantis. Ia tidak lagi berkata ketus atau dingin kepada Bella. Malah sekarang ucapannya
Bella membuka mata begitu terasa hari sudah pagi. Seperti biasanya, jika hari sudah menjelang pagi tanpa pemberitahuan apa pun, mata Bella pasti langsung terbuka. Instingnya mengatakan begitu, begitu mata itu terbuka, matanya menatap satu arah yang ia lihat pertama kali adalah seorang laki-laki tampan yang Bella ketahui adalah suaminya yaitu Kristan yang saat ini sedang tertidur di hadapannya. Matanya terpejam dengan hembusan nafas yang teratur. Bella ingin bergerak bangun namun saat mengetahui tempat yang Bella tempati saat itu begitu sempit. Hal itu tidak akan mudah untuknya bisa melewati hal itu. Ia harus bergerak lebih keras agar ia bisa keluar dari sova ini. Apalagi sekarang Kristan sedang memeluknya. Jadi ia tidak akan bisa melewati dengan tenang. Bella heran, kenapa ia bisa tertidur dengan Kristan di sova sesempit ini dan itu berlangsung sampai pagi. Keinginan untuk pergi cepat-cepat dari pelukan Kristan lebih dari apa yang ia pikirkan. Tak ingin
Kebersamaan Bella bersama Xavier di pantai itu tidak berlangsung lama karna sebuah panggilan nama Bella yang terdengar begitu lantang. Suara khas dari seseorang membuat keduanya serempak untuk melihat laki-laki yang Bella tau bahwa dia adalah suami sahnya.Bella bertanya dalam hati mengapa dia mendatangi Bella sampai ke sini, apakah tidak cukup puas kemarin sudah menyakitinya sampai begitu dalam. Tidak cukupkah surat gugatan cerai yang di berikan padanya. Dia hanya cukup menunggu dan semuanya selesai. Kenapa harus melihatnya di sini?Kristan mendekat lalu menggenggam tangan Bella untuk pergi dari sana. Ketidaksukaan Kristan terlihat begitu jelas ketika melihat Bella bersama dengan laki-laki lain di sini. Namun tidak bisa menyurutkan tekad Bella untuk menepis tangan itu dan memberikan peringatan bahwa Bella memang istrinya tapi bukan begini perlakuannya pada seorang istri dan mungkin sebentar lagi mereka akan berpisah."Ikut aku!" bentak Kristan pada Bella. Sorot
Bella menyusuri pantai yang dibilang banyak orang sangatlah indah. Kaki telanjangnya melangkah di atas pasir selangkah demi selangkah sampai Bella merasa lelah lalu Bella memilih untuk duduk di tepi pantai yang kering tanpa alas apa-apa. Matanya memandang ke lautan lepas dengan angin sepoi-sepoi yang berhembus saat itu. Membuat rambut yang tergerai itu berterbangan dan gaun pantai yang dia gunakan juga bergerak terkena angin pantai. Betapa Bella merindukan saat ini dimana tidak ada orang mengganggu dan juga hanya di temani sepi yang bisa membuat Bella lebih tenang dan damai. Tak lama kemudian seseorang mendekati Bella dan duduk di sampingnya tanpa menghiraukan keterkejutan Bella. Dia terlihat santai dan menikmati suasana yang terasa saat itu. "Kamu tau sulit sekali mencari jadwal penerbangan supaya bisa bertemu kamu di sini." "Kamu kenapa ke sini? Bukannya kamu masih bekerja di perusahaanku dan juga mengurus gugatan ceraiku?" "Aku sudah di putus kerja
"Nggak! Dia udah kabur.""Apa?! Wah serius kamu? Demi apa? Jangan bercanda Kristan? Dia kabur kemana? Jangan bilang sama laki-laki brengsek itu."Sialan.Kristan akui saat ini dia merasa sedang patah hati dan hal itu membuat sisi kewarasannya hilang untuk sementara. Otaknya tidak bisa berpikir dan mencerna dengan baik. Semuanya blank begitu saja. Terasa begitu buntu. Biasanya Kristan bisa langsung bertindak secepat mungkin jika ada suatu masalah yang sedang terjadi. Ini malah tidak bisa bertindak sama sekali yang membuat emosi memenuhi hati dan kepalanya.Seharusnya Kristan mencari Bella dan bicara berdua layaknya orang dewasa lalu menemukan solusi terbaik agar pernikahan mereka baik-baik saja dan kembali berjalan normal tapi mengapa dia hanya berdiri di dalam ruangannya tanpa bergerak mencari Bella saat ini?ini sangatlah aneh.Kristan memandang pemandangan kota pagi itu dengan tatapan kosong. Matanya melihat ke depan namun bayang-bayang akan Bella
Biantara duduk di kursi ruangan Bella dengan pandangan mata lurus ke depan dimana Kristan berdiri di depannya. Mereka sama-sama memandang dengan pemikiran masing-masing tapi Kristan tidak setajam Biantara, Kristan memilih untuk memandang biasa saja dan terlihat acuh. Kristan tidak ingin menguasai pembicaraan ini karna Kristan tau bahwa dia yang salah.Biantara belum mau mengatakan apa-apa sebelum Kristan berkata lebih dahulu sampai Kristan akhirnya menyerah dengan situasi kikuk yang terjadi. Kristan memulai percakapan lebih dulu dengan memandang datar Biantara lalu memulai dengan sebuah senyum kaku. Ini dia lakukan agar Biantara tidak terlalu cemas. Tanpa sadar Biantara sebenarnya terlihat begitu cemas. Ketara sekali dari guratan di dahi laki-laki tua itu namun Biantara samarkan dengan mata tajam yang tidak beralih pada Kristan."Maaf Kakek, permasalahan rumah tanggaku tidak seharusnya membuat Kakek terbebani, aku sudah meminimalisir supaya permasalahan ini tidak
Dengan kaki jenjangnya Bella melangkah ke pintu jendela lalu menyibak tirai yang menutupi kamar dimana nanti Bella akan tinggali untuk sementara waktu sampai perceraian yang diinginkan Bella tiba. Bella sudah memberitahu Xavier untuk segera mengurus perceraiannya. Semoga kasus perceraian ini tidak memakan proses yang lama.Ponselnya tak lama berdering kemudian, Bella merogoh ke dalam saku jas yang Bella pakai hari itu supaya Bella merasa hangat setelah berpergian kurang lebih beberapa jam yang lalu.Setelah berhubungan suami istri dengan Kristan, Bella sudah merasa yakin untuk meninggalkan Kristan detik itu juga. Bella memutuskan untuk menghindarinya dan menjauh untuk beberapa waktu sembari menunggu keputusan persidangan cerai nantinya."Lo udah sampai belum? Gimana perjalanan lo? Lo nggak apa-apa kan?" Firly bertanya dengan suara berbisik supaya ucapannya tidak terdengar oleh orang lain."Gue udah sampai tujuan Ly, lo tenang aja. Vila yang lo maksu
Tepat di bulan Mei dan saat ini pukul 7 malam. Bella mencatat dengan jelas waktu terpahit dimana kehidupannya akan berubah. Jelas saja statusnya akan berubah sebentar lagi jika Kristan menyetujui permintaannya. Permintaan yang tidak pernah Bella bayangkan sebelumnya. Bella akan berakhir dengan status janda.Bella berdiri di tengah-tengah kamar untuk menjelaskan maksud yang Bella rasakan pada Kristan. Kristan yang sudah berdiri tak jauh di depannya sedang menunggu apa yang akan Bella katakan malam ini. Tidak pernah Bella merasakan kesulitan untuk memulai pembicaraan, entah apa yang akan dikatakan Kristan nanti. Meskipun sulit untuk Bella tapi mau tidak mau Bella harus melakukannya."Aku mau bercerai," ucap Bella dengan tegas.Kristan tidak menjawab, mungkin belum, Kristan masih menunggu ucapan Bella yang lainnya sebelum dia menjawab ucapannya dengan tegas. Kristan menyipitkan matanya memperlihatkan betapa aura menakutkan begitu terpancar dari wajah Kristan saat i