Share

Three Sweet Dads
Three Sweet Dads
Penulis: Minminna

Suara

"Huhuhu... kamu tega banget sama aku. Kamu selingkuh dibelakang aku..." Ucap Inara air matanya mengalir membasahi kemeja yang dipakai Abimana. Saat itu ia dalam dekapan Abimana. Ia terus memukul dada bidang didepannya.

Abimana tersenyum, ia tertawa dalam hati melihat sang kekasih salah paham dengan apa yang ia lihat. Sungguh ia sama sekali tidak berkhianat dari Inara, karena hanya Inara sang pemilik hatinya. Tapi, bagaimana bisa perempuan itu berpikir ia mengkhianatinya?

"Kamu tau gak__"

"Gak tau!" Belum sempat Abi menyelesaikan kalimat yang akan ia keluarkan Inara malah memotongnya. Abi menghela napas pelan. 

"Ay, aku belom selesai ngomong loo. kamu itu salah paham. Tadi itu aku cuma nolongin Mila. Kalo aku gak nolongin dia, dia bakalan ketabrak mobil."Jelasnya.

"Tapi tadi kamu lama banget peluk dia, aku gak suka itu. Kamu beneran gak selingkuh 'kan dibelakang aku?" Tanyanya, kali ini ia mendongak melihat wajah sang kekasih

Abi tergelak sungguh lucu sekali kekasihnya ini, menuduhnya tanpa alasan yang kuat. Oh, ternyata kekasihnya ini sangat takut kehilangannya, muehehehe ia terkekeh dalam hati.

"Enggak ayang... Kamu ni loo suka banget ngambil kesimpulan sendiri. Seharusnya apa-apa yang bikin kamu resah tanyain ke aku. Minta penjelasan dari aku, jangan kayak gini tiba-tiba minta berhenti terus minta penjelasan ditempat yang gak layak kayak gini." Ucapnya, mengingat jika dua ratus meter kedepan ada kawasan pemakaman. Ia bergidik ngeri, ditambah dengan suasana sunyi ini sungguh sangat mencekam.

"Tapi aku masih marah sama kamu!" Cetus Inara.

"Ya udah deh, marah aja... tapi jangan lama- lama. Kamu gak kasihan sama aku?" Ucap Abi, dengan wajah yang dibuat memelas.

Inara mendengkus, bibirnya manyun tiga senti. Sungguh ia masih kesal dengan Abi. sudah banyak ia mengeluarkan air mata, baru Abi menjelaskan kepadanya. Buang-buang air mata saja, pikirnya. Eh, Bukannya tadi yang meminta penjelasan itu dirinya sendiri? Inara menggaruk kepalanya pelan.

Inara memang sangat takut kehilangan Abi. Hubungan yang mereka jalani baru berumur sembilan bulan sembilan hari, mampu menumbuhkan cinta yang sangat besar bagi keduanya. Abi yang mencintai Inara apa adanya, dan bukan karena ada apanya. Begitu pula sebaliknya. Mereka tulus saling mencintai dan menyayangi. Pertemuan awal mereka memang kurang baik, tapi semakin mengenal satu sama lain membuat mereka saling terikat. Ditambah dengan nasib keduanya yang hampir sama.

Keduanya masih terdiam, Inara masih dengan posisinya, melipat tanganya diantara perut dan dadanya dengan membelakangi Abi.

"Ay... kamu dengar sesuatu gak?" Tanya Abi, kali ini wajahnya gusar ada gurat ketakutan yang tercetak di wajahnya.

"Suara kayak gimana Ay?" Inara langsung membalikkan badannya, menaikan salah satu alisnya. 

Abi mendekat dan berbisik.

"Kayak suara bayi." Jawab Abi.

"Ish... Kamu jangan ngomomg kayak gitu dong aku takut nih." Ia meremas lengan Abi dengan kedua tangannya. Sungguh segala hal yang berbau mistis ia sangat takut itu.

"Coba deh kamu dengerin baik-baik!"

Mereka berdua diam, mencoba menajamkan  telinga mereka. Sunyi memang, tapi ada satu suara yang membuat bulu kuduk mereka berdirian. Kulit mereka meremang, sapuan angin sepoi-sepoi membuat mereka semakin merinding.

"I..iya kak, itu suara bayi. Aku takuuut jangan-jangan itu hantu beranak dalam kubur." Ceplos Inara.

"Syuut gak ada yang kayak gitu..." Walaupun Abimana ketakutan tapi ia harus tampak bagai pahlawan didepan Inara. Bisa jatuh harga dirinya sebagai lelaki jika ia ikut ketakutan.

"Ayo Ay, kita pulang aja yuk aku takuuut" Tangannya makin erat meremas lengan Abi. Kakinya bergetar.

"Sebentar dulu, aku takut yang kita denger ini memang suara bayi beneran." Rasa takut yang mendalam tak melupakan rasa empatinya. 

"Loh memang kenapa kalo bayi beneran?" Tanyanya. Kepalanya celingukan memastikan keadaan disekitarnya. Entah dimana saat ini pikiran jernih Nara, semua telah hilang karena rasa ketakutannya.

"Aku kasihan banget, rintik hujan aja masih ada. kita yang gede aja kedinginan apalagi itu bayi loh, pasti kedinginan banget." Jelas Abi.

Seketika rasa takut yang menghantamnya menguap. Mengingat betapa mirisnya bayi itu. Ia jadi teringat nasib dirinya sendiri yang juga dibuang oleh kedua orang tuanya. Untung saja ia dibuang dipanti asuhan. Tapi jika bayi ini dibuang dipinggir jalan sepi seperti ini siapa yang akan menyelamatkannya? Bisa mati bayi itu kedinginan dan kelaparan. 

"Ayok kita cari dia!" Inara langsung menarik tangan Abi menyusuri pinggir jalan berpohon jati itu. Ia harus menemukan bayi itu. Harus! 

Abi tak membiarkan Inara didepannya, ia pun langsung melepaskan tangannya yang ditarik Inara dan menggantikannya dengan menggenggam tangan Inara. Mereka berjalan saling beriringan dengan Abi didepan dan Inara dibelakangnya.

Tak puas dengan penerangan lampu jalan membuat mereka menyalakan blitz diponsel mereka. Rumput-rumput tipis mereka susuri. Dengan suara yang mereka dengar sebagai alat penunjuk jalan bagi mereka. Masa bodohlah jika nanti mereka tidak bertemu bayi dan malah bertemu dengan hantu, yang penting mereka telah menuntaskan rasa penasaran mereka. Mereka terus mendekat ke arah suara. 

Dari kejauhan mereka melihat sebuah keranjang persegi, tak sabar mereka pun berlari dan benar saja dugaan mereka. Mereka melihat bayi mungil dengan pipi chubby itu menangis. Balutan kain bayi membalut tubuh bayi itu, cukup tebal dan di bagian atas keranjang itu ada seperti kain kasa sebagai penutup bayi itu agar tak digigit nyamuk. 

Abi langsung membuka kain itu dan langsung mendekap bayi mungil itu dan menenangkannya. Mereka kembali kepinggir jalan tempat Abi memarkirkan motornya.

"Dia kasihan banget." Inara mengelus wajah dingin bayi yang digendong Abi. Matanya berkaca-kaca. 

Abi langsung mengelus punggung Inara. Mencoba menenangkan kekasihnya itu.

"Ayok kita bawa dia pulang!" 

"Tapi dia ikut siapa? Aku gak bisa bawa dia pulang, kamu tau sendirikan?" 

Inara adalah anak adopsi dari kedua orang tua angkatnya. Ia tak bisa merepotkan kedua orang tuanya dengan membawa bayi kerumahnya. Dan bisa-bisa ia menjadi santapan ghibah para ibu-ibu komplek perumahannya yang mulutnya lemes tak ada akhlak itu.

"Kamu tenang saja aku akan merawatnya bersama Kendy dan Lasa."

"Kamu yakin mereka akan menerima bayi ini? Aku takut mereka gak mau ngerawat dia." 

"kamu tenang saja Ay, kami memang perkumpulan pemuda tak tersentuh dengan kasih sayang orang tua. Tapi kami tahu cara menyayangi bayi ini, kami adalah orang-orang tulus Ay. Kami belajar dari sikap orang tua kami. Pasti kami tidak ingin mengikuti jejak mereka." Jelasnya panjang lebar. Membuat Inara mengangguk paham.

"Ayok kita pulang kasihan debaynya." Ajak Abi yang dijawab anggukan oleh Inara.

.

.

.

.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status