Share

Weekend

Cahaya matahari sudah memasuki celah-celah candela rumah Lasa. Cuitan burung terdengar merdu pagi itu. Namun pagi yang indah tidak disadari ketiga pemuda itu. Sayang sekali bukan? Semoga hanya indahnya pagi yang mereka lewati, jangan sampai rezeki mereka juga lewat karena di patok ayam.

Matahari mulai meninggi, namun tak ada tanda dari ketiga pemuda itu untuk membuka mata mereka. Wajar saja, karena mereka tidur sekitar jam dua dini hari. Setelah berhasil menidurkan bayi mungil itu mereka langsung tidur. Mereka hanya terbangun ketika sholat subuh dan memutuskan untuk tidur kembali.

Inara menginap dirumah Mila, untung saja ia telah mengabari kedua orang tuanya. Jika tidak, berbahaya bagi hubungannya dengan Abi.

Sekitar jam sembilan Kendy, dan Abi terbangun, mereka langsung masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Untung saja bayi mungil itu dibawa Mila dan Inara tadi malam setelah bayi itu tertidur kerumah sebelah jadi mereka bisa menikmati waktu mereka sebelum menjadi ayah. Iya, ayah bagi bayi perempuan mungil itu. Semoga saja ketiga pemuda itu menerimanya.

Setelah membersihkan diri ketiga calon ayah beranjak menuju meja makan.

Kendy lebih dulu beranjak menuju meja makan. Karena ia yang pertama ia menyiapkan roti beserta aneka macam selai di atas meja.

"Morning bro" Sapa Abi. wajahnya tampak ceria karena asupan tidurnya terpenuhi.

"Morning." Jawab Kendy. Setelah selesai menyiapkan semuanya ia menarik kursi dan menjatuhkan pantatnya. 

Abi mengambil beberapa lembar roti dan mulai mengoleskan selai dengan rasa pandan kesukaannya.

"Eh, si pohon pinang mana?" Tanya Kendy. Ia juga mengolesi roti dengan selai rasa coklat dan kacang.

"Gak tau juga gue, tadi lewat doang didepan kamarnya gak gue panggil." Jelas Abi.

"Panggil gih!" Kendy memerintahkan Abi. Abi hanya menurut, ia meletakkan rotinya yang sudah menggantung didepan mulutnya. 

Baru mau nyuap...ngab huh...

Kendy kembali mengolesi rotinya. Sedangkan Abi berjalan menuju kamar Lasa. Ia heran, tumben sekali si pohon pinang tak ke meja makan untuk sarapan. Abi mengetuk pintu kamar Lasa. 

"Sa... Satya Lasa..." Panggil Abi. Namun tak ada jawaban dari Lasa.

"Sa, sara__"

Ceklek

Pintu terbuka, menampakkan seorang laki-laki dengan wajah datar. Ia menatap kearah Abi. Untung saja seisi rumah sudah tahu bagaimana si Lasa, jadi mereka sudah terbiasa.

"Morning Sa, ayo sarapan!" Ajak Abi.

"Oke." Hanya itu jawaban Lasa.

Mereka berdua langsung menuju meja makan. setelah sampai mereka mendapati Kendy yang sudah mengoleskan selai blueberry kesukaan Lasa. Ia juga belum memulai sarapannya, ia setia menunggu ketiga sahabatnya. Manis bukan? Begitulah Kendy dibalik sikap brengsek dan tengilnya ia juga mempunyai sikap yang manis.

"Udah bangun juga lo, tumben kesiangan pak direktur." Ledek Kendy diiringi senyum jenakanya.

Alis Lasa bertaut, tak senang dengan celotehan sahabatnya. Ia heran kenapa mulut sahabatnya itu lemes sekali. Pagi-pagi gini sudah berceloteh ria. Entah sudah berapa kosakata yang dikeluarkan temannya itu. Seperti emak emak saja.Tapi ia bersyukur, setidaknya rumahnya tak sepi karena kehadiran kedua sahabatnya.

"Eh, Lo makan tuh roti. Jangan ngeledekin orang terus." Abi membela Lasa.

"Ih, yang diajak ngomong siapa yang jawab siapa." Sanggah Kendy.

"Gue heran sama kalian berdua, kalau mau makan itu tenang." 

"Waaah lo lihat Bi... direktur kita berbicara woy!" Wajah Kendy berbinar, seminggu ini Lasa selalu disibukkan dengan pekerjaannya. Sehingga mereka jarang berkomunikasi. Lasa pergi pagi pulang malam. Untung saja ia tidak pergi pagi pulang pagi, pikir Kendy jika begitu berarti yang menumpang disini berarti Lasa. Bukan dirinya dan juga Abi.

Abi melongo melihat Lasa, mulutnya terbuka. Ini adalah kalimat terpanjang yang dikeluarkan Lasa. Ia heran, dan berpikir apakah sahabatnya ini kerasukan? Atau sahabatnya ini sakit? Ia bangkit dan menghampiri Lasa kemudian ia menempelkan punggung tangannya.

"Gak panas," Gumamnya, ia memandang ke arah Kendy. Kendy tergelak melihat Abi.

"Lo kira dia sakit." Ucap Kendy. Membuat Lasa langsung menepis tangan Abi. 

"Udah makan, dulu. Katanya mau ngomong sesuatu." Kendy mengingatkan Abi.

Mereka melanjutkan sarapan, tak ada lagi celotehan dari ketiganya. Mereka fokus mengisi energi untuk menikmati hari libur mereka.

*** 

Saat ini ketiganya berada di kamar kendy, kamar yang didominasi warna abu-abu. Dikamar itu terdapat komputer tempat Kendy biasanya bermain game. Dinding kamar itu dihiasi lampu LED berwarna biru dan merah. Kamar itu rapi, tak berantakan walaupun banyak barang didalamnya.

Lasa duduk di kursi tunggal berbentuk bulat, Kendy duduk diatas kasur begitu pula dengan Abi.

"Jadi apa yang Lo mau omongin?" Tanya Kendy.

"Sebelum gue ke inti pembicaraan, gue bakalan cerita acara malam minggu gue bersama Inara."

"Eh, sopan kah ngomong begitu depan jomblo?" Ujar Kendy kepada Abi mengingat ada seorang jomblo diantara mereka. Siapa lagi jika bukan si pohon pinang. 

Sebenarnya Kendy heran kenapa Lasa tak memiliki kekasih padahal 'kan Good looking, seharusnya banyak dong cewe ngantri buat jadi kekasih Lasa. Apalagi Lasa yang seorang direktur keuangan disalah satu perusahan besar di ibukota. Makin naik pamor dong seharusnya.

Lasa mendengkus kesal, ia menatap tajam kearah Kendy. Bukannya takut Kendy malah terbahak melihat ekspresi Lasa.

"lo kira gue takut liat ekspresi lo? Buahahahaa.. lo lucu kalo gitu mah." 

Lasa langsung membuang pandangannya, malas melihat Kendy yang menertawakannya.

Abi menggelengkan kepalanya pelan. Sahabatnya ini benar-benar ngawur, pikirnya. siapa juga yang mau menceritakan tentang keuwuwannya berasama Inara. 

Ogah gue!!

"Lo salah ngertiin ucapan gue. Jadi gini...bla...bla...bla..." Abi pun langsung menceritakan awal mula ia menemukan bayi mungil dengan pipi chubby merah itu bersama Inara. Kendy dan Lasa memperhatikan sang pencerita dengan seksama. Sekali-kali mereka berdua mengangguk-anggukan kepalanya, tanda mereka paham dengan cerita sahabatnya.

"Jadi begitu..." Abi mengakhiri cerita panjangnya.

"Lo... Bawa bayi yang gak lo tau asal usulnya?" Kali ini Kendy benar-benar memastikan pertanyaannya. Matanya melotot.

"Terus kenapa lo bawa kesini?" Kali ini suaranya meninggi. Ia benar-benar tak habis pikir dengan sahabatnya ini. Bagaimana bisa sahabatnya itu menjadi bodoh seperti ini? Banyak sekali bayi-bayi yang dibuang orang tuanya. Kalau mau diselamatkan semua seperti yang Abi lakukan, mending membuka panti asuhan bukan? 

"Gue kasihan liat dia." Ucap Abi.

"Terus dengan rasa kasihan, lo bawa dia kesini!" Kendy menaikkan suaranya.

"Iya, kita rawat dia!" Cetus Abi kali ini ia tersulut emosi. Suaranya meninggi.

"Kita gak bisa ngerawat dia! bawa saja dia ke panti asuhan!" Kendy sungguh tak habis pikir dengan sahabatnya yang membawa bayi tanpa identitas itu. Dan merawatnya? heh! yang benar saja dikira merawat bayi itu sama dengan merawat kucing.

"Gue kira lo beda sama orang tu lo ternyata lo sama aja!!!" Bentak Abi. Ia menunjuk wajah Kendy.

"Gue bawa dia karena nasib dia yang sama kayak kita! Seharusnya lo sadar, mikir Lo bener-bener! Dan semua juga kehendak Tuhan. Bukankah daun tidak akan jatuh bila Tuhan tak mengizinkannya. Begitupula bayi itu. Bisa aja bukan gue yang nemuin dia, tapi orang lain. Tapi Tuhan memang nitipin tu bayi kekita ketemulah gue sama dia."Jelas Abi menggebu-gebu. Ia tak habis pikir dengan sahabatnya ini. Tak bisakah ia melihat dirinya sendiri dalam bayi itu? Sama-sama menjadi orang yang tak diharapkan kehadirannya?

Kendy membuang mukanya apapun itu alasannya ia tak menyukai keputusan yang diambil Abi. Lagipula kenapa harus bawa-bawa orang tua segala? Itu hanya masa lalu dan Kendy sudah membuang semua masa lalunya dan melupakan orang-orang yang bersangkutan dengan masa lalu. Ia sungguh tak peduli.

Lasa bergeming melihat kedua sahabatnya yang memanas. sebenarnya sebagai tuan rumah ia juga berat menerima bayi itu, tapi mendengar perkataan Abi membuatnya sedikit banyak mengerti. Hatinya terenyuh, kasihan sekali bayi itu. Masih bayi tapi kehadirannya sudah tak diharapkan. Ia dibuang, tak ada yang mengkhawatirkan apakah bayi itu masih hidup? Apakah dia baik-baik saja? Hati Lasa seperti diiris sembilu ketika membayangkan semua itu. 

Ia menimbang, apakah mereka bertigalah yang harus memberikan kasih sayang, perhatian, dan cinta untuk bayi itu? Tapi pertanyaannya adalah, apakah mereka sanggup? Sanggup tak sanggup, siap ataupun tak siap bukankah mereka harus mencoba? Lagi pula bayi itu sekarang sudah bersama mereka bukan?

"Sudahlah... Gue yang tuan rumah disini. Jadi keputusannya ada ditangan gue." Lasa berujar. Ia tampak tenang.

"Gue setuju sama Abi."

Jeng

Jeng 

Jeng...

Epilog

Abi sudah bangun lebih dulu dari kedua sahabatnya, namun ia asik bermain dengan ponselnya. Bahkan ia tak sadar jika kedua sahabatnya melewati kamarnya menuju meja makan. Ia terus mengamati ponselnya yang menyangkan acara tentang tata cara memandikan bayi. Entah kenapa ia menjadi tertarik melihat acara itu semenjak datangnya bayi mungil nan manis. Entah kenapa ada perasaan senang didalam hatinya.

.

.

.

.

.

Bersambung

Don't Forget?

Love♥️

Komen🗣️

Favorit😉

Terima kasih, selamat membaca🥰

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status