Setelah bertemu dengan Victor, Bella di bawa seorang pelayan wanita ke sebuah kamar. Tentu bukan hal yang di sangka-sangka bagi tamu seperti Bella.
"Nyonya pelayan," terpaksa Bella mengajukan pertanyaan pada wanita setengah baya dengan wajah judes di hadapannya. "Apa sudah aturan di keluarga ini kalau tamu harus menunggu di dalam kamar?" Bella rapatkan tautan jemari-jemarinya sebagai kebiasaannya bila dalam keadaan gugup. "Aku tidak tahu!" jawab pelayan tua itu dingin. Bella memang di jamu dengan baik, tapi apalah semua itu kalau hatinya tak tenang dengan seribu pertanyaan di pikiran. "Boleh aku keluar dan jalan-jalan di taman. Kali saja orang yang ingin aku temui sudah datang." "Tapi Tuan Sul ..." Belum sampai selesai pelayan tua menjelaskan, pintu di ketuk sekali lalu pelayan lain masuk. "Tuan Sulung minta tamu di bawa ke ruang keluarga," ucapnya meneruskan apa yang di perintahkan Victor. "Apa itu artinya aku akan bertemu Tuan Lorenzo?" Bella senang. Bukan hanya karena ingin menanyakan soal kalung, tapi membicarakan one night stand mereka. Ini era modern, Bella paham akan hak-haknya sebagai perempuan. Meskipun tidak akan menuntut bentuk pertanggungjawaban tertentu, tapi cukup memyimpan kesalahan itu dengan saling bicara baik-baik. Seperti sebelumnya, tidak ada jawaban dari pelayan tua. Bella sendiri menurut, perlakuan baik selama 2 jam belakangan adalah bekalnya untuk tetap positif thinking. Sebuah pintu di bukakan untuk Bella. Ketegangan di wajahnya kembali datang. Bukan hanya satu, dua orang di dalam, tapi satu keluarga. "Se selamat malam," sapa Bella terlebih dulu. Suasana dingin menyelimuti ruangan. Bahkan balasan tak sesuai di sampaikan Victor. "Namanya Bella. Berasal dari desa dan keluarga baik-baik. Aku sudah minta kepala keamanan menyelidiki, dan dia memang gadis terakhir bersama Hector di pesta topeng itu," jelas Victor sebagai pengenalan Bella pada anggota keluarganya. "Duduklah, Bella. Ini pertemuan keluarga dan kamulah yang sedang kami bahas." Bella memperhatikan satu persatu orang sembari mendengarkan perkenalan lewat Victor. "Beliau ayahku, Umberto. Itu ibuku, Camilla, dan saudara kembarku Victoria." Bella hanya anggukkan kepala, baru kemudian duduk. Tak ada jabatan tangan seperti saat pertama kali bertemu Victor. Namun keadaan berubah ketika Umberto tiba-tiba memegang dadanya, sontak suasana dingin berganti panik. Bella kembali berdiri dan hanya bisa membeku menyaksikan ketegangan yang terjadi. Ruangan itu kini hanya menyisakan 3 tuan rumah, dan kembali Victor memulai bicara. "Seperti yang aku katakan tadi, dan dugaanku sebelumnya, telah terjadi sesuatu antara kamu dan Hector di malam pesta topeng itu, bukan?" "Apa maksud anda, tuan?" Bella satukan telapak tangan, kegugupan datang seketika itu juga. "Aku sudah melihat CCTV di lorong lantai dua hall tempat pesta di adakan. Aku juga ada di sana, Bella. Meskipun belum melihat rekamannya hari ini, tapi aku bisa pastikan telah terjadi sesuatu waktu itu." "Tuan. Saya dalam keadaan mabuk, dan nggak sepenuhnya sadar. Apa ada konsekuensi dari kejadian itu?" Perasaan Bella mulai tak enak. Baik Camilla, maupun Victoria menatapnya tajam. "Tentu saja, Bella. Kami memang bukan dari kota ini, tapi kami sangat di hormati di negara lain." Victor berdiri, lalu mendekati Bella. Tatapannya mengintimidasi. "Ini adalah skandal. Kamu juga sebagai penyebabnya." "Boleh saya bicara dengan Tuan Lorenzo, tuan?" "Apa? Seenakmu saja meminta bicara dengan anggota keluarga kami?" Victoria mulai berbicara. "Kamu akan menanggung akibat dari kebodohanmu, gadis kampung!" "Apa maksudmu, Nona?" Bening mulai menghiasi sepasang mata cantik Bella. "Kamu kira hanya kalian berdua saja di pesta itu?!" nada suara Victoria meninggi. "Ini skandal. Kamu sudah mempermalukan keluarga kami. Jangan-jangan kamu sengaja menggoda Hector dan tidur dengannya. Sudah berapa kali kamu lakukan aksimu seperti itu sama pria-pria kaya seperti dia?" tuduhnya menusuk hati. "Nona. Jangan asal bicara, dan Hector? Siapa itu? Aku tidak mengenalnya." Bella beranikan membela diri. "Kami mendapat info kalau berita akan tersebar besok pagi. Bukannya menakuti, tapi apapun pembelaanmu itu tak akan membuatmu jadi korban." Victoria menambahkan. "Kamu tinggal bersama nenek dan adikmu saja, kan Bella? Bagaimana kabar kesehatan mereka? Kamu pasti butuh uang, kan?" "Ba ba bagaimana anda tahu?" Bella jadi melankolis ketika neneknya yang sudah tua dan adik laki-lakinya dengan autisme di sebut. "Kamu meremehkan kami?" Victoria menaikkan dagu, menatap kecil pada Bella yang merupakan gadis polos. "Dalam skandal, harus ada pihak yang di salahkan dan satunya di lindungi. Publik akan berspekulasi, terutama tertuju pada hal negatif. Kamu disini karena kami akan berikan peringatan secara baik-baik." Camilla mengambil alih dominasi pembicaraan. Sampai detik inipun, keluarga Umberto tidak memberitahukan siapa sebenarnya jati diri mereka. Kelambu bening Bella berganti menjadi tetesan di pelupuk mata. "Nyonya. Saya tahu anda dan keluarga anda punya reputasi, tapi bisakah ijinkan saya bicara dengan Tuan Lorenzo?" "Tidak ada orang bernama Lorenzo di sini!" sahutan keras Camilla. Garis wajahnya menegang, seiring urat leher tertarik karena ucapan lantang. "Apa kau berencana memerasnya? Berapa jumlah uang yang kau butuhkan? Apa dia tidak membayarmu dengan layak buat pelayananmu malam itu?" Dada Bella naik turun. Sakit rasanya di kala di cap sebagai wanita murahan. "Nyonya. Saya memang butuh uang banyak, tapi demi Tuhan tidak akan lakukan perbuatan seperti itu." "Kalau begitu kamu harus menerima penawaran yang akan kami ajukan." Victor kini berdiri tepat di hadapan Bella. "Kamu akan bebas dari tuntutan hukum yang akan kami laporkan, asalkan menyetujuinya." "Kesepakatan apa, Tuan?" "Kamu harus menikah dengan orang yang kamu sebut sebagai Tuan Lorenzo. Asal kamu tahu, kalau nama sebenarnya adalah Hector dan dia adalah adik tiriku." ** Di dalam kamar Umberto. Hector mondar-mandir dalam kegelisahan. "Ini gila, ayah!" ucapnya setengah tak percaya. Hidupnya seperti terjungkir balik setelah mendengar permintaan sang ayah. Sebagai seorang anak raja negara kecil bernama San Marino, titah Umberto adalah perintah resmi bagi Hector. "Hector. Cukup skandalmu yang lalu, dan kesalahan Victor sudah mencoreng wajah ayah dan San Marino. Ini harus kamu lakukan!" pertegas Umberto. "Tapi menikahi gadis yang tidak aku kenal sebelumnya?" Hector mengharap pengertian Umberto. "Ayah tahu ini hanya akal-akalannya Victor agar aku meninggalkan istana dan kehilangan semua hakku sebagai pewaris tahta. Mereka ingin menyingkirkan aku, ayah!" Hector tidak kalah keras. "Hector!" Umberto meradang. Rasa sakit di dada coba di tahannya. "Kamu harus memilih, menikahi gadis itu agar skandal tidak sampai terbongkar luas keluar, atau uang yang sudah aku siapkan untukmu hilang!" Hector terperangah. Tidak menyangka bila orang yang sering memihak dan selalu melindunginya itu kini berubah dalam waktu semalam. Rencana bisnis sudah menumpuk di kepala Hector. Kini dia di hadapkan pada pilihan sulit bila kepentingan pribadi berada di atas segalanya.Brukk!!Kali ini suara bemper depan mobil milik Hector itu menabrak pembatas trotoar dan taman sepanjang jalan. Dalam kondisi mobil masih menyala namun terhenti, Hector keluar lalu memukul keras pada wajah pria yang melecehkan Bella sampai terjerembab ke tanah. Bukanlah hal sulit, dimana postur Hector yang tinggi dan besar ini melawan pria bertubuh junkies."Banci!" umpat Hector pada orang yang sudah tak berdaya setelah mendapat beberapa kali hantamannya. Hector lalu berbalik kembali ke depan kemudi, kemudian membuka pintu di sampingnya sembari beri perintah pada Bella. "Masuk!"Dalam keadaan setengah takut setengah tercengang, Bella raih tasnya dengan cepat lalu masuk ke dalam mobil."Pakai sabuk pengamannya," perintah Hector lagi bersamaan suara alarm pengingat berbunyi.Bella memasang dengan tangan bergetar. "Terima kasih, tuan." Bella berucap sambil berkaca-kaca."Apa kamu selalu ceroboh seperti ini? Begitu mudahnya jadi santapan liar pria, hah?""Saya tidak melakukan apa-apa, tua
"Baiklah." Bella patuh pada tiap langkah pria berpostur tinggi dan besar di hadapannya. Bella tahu kalau Hector melakukan ini semua hanya demi harga diri di depan kakak tirinya, Victor.Keterkejutan Bella berlanjut saat Hector justru membuka pintu mobil pribadinya. Ini berarti mereka akan berdua saja selama perjalanan tanpa seorang sopir.Laju mobilpun bermula tak lama setelah mesin menyala. Suasana dingin dan hening jadi hiasan dalam benda mewah model sedan dan bertenaga besar tersebut."Saya turun bus shelter di ujung jalan bawah sana saja, tuan." Bella menunjuk ke arah depan pada beberapa menit perjalanan mereka."Memang kamu tahu jalan? Jangan asal nunjuk saja!"Bella melirik takut-takut pada Hector. Tidak menyangka seperti pikirannya telah terbaca. "Google map, dan itu mudah." Bella merutuki diri dalam hati. Tentu saja dia tidak tahu-menahu tempat itu, tapi tentu saja dia tidak akan mau menunjukkan kebodohannya itu pada Hector."Benar, kan. Kamu asal bicara.""Saya sempat perhati
Keesokan harinya.Entah ramuan apa yang telah di campur dengan susu coklat hangatnya semalam., Bella merasakan ngantuk teramat sangat. Silau mata pada mentari pagi. Bella tergagap bangun, memutar bola mata berkeliling."Apa aku masih di rumah Tuan Lorenzo?" Di kedip-kedipkan mata untuk menarik kesadaran. "Nyonya ..." Jantung Bella berdegup, ketika di hadapannya adalah pelayan tua dengan wajah patung hidup. Bagaikan masih tersangkut di mimpi buruk, tapi harus menyadari ini kenyataan."Semua sudah di siapkan. Bangun dan menurut saja!"Bella tarik selimut ketika pelayan tua itu berjalan mendekat, tapi segera menuruni kasur setelah pelayan tua justru membuka lalu melipatnya.Bella menoleh cepat pada manequin yang tadi tertutup korden tempat tidur bergaya eropa itu. "Itu ... Apa ... Apa benar aku akan di nikahkan hari ini?" Pembicaraan semalam dengan keluarga Umberto jadi penarik kesimpulan.Bella berjingkat, pelayan tua sudah berada di belakangnya saat berbalik. Diberikan sebuah bathrobe
Setelah bertemu dengan Victor, Bella di bawa seorang pelayan wanita ke sebuah kamar. Tentu bukan hal yang di sangka-sangka bagi tamu seperti Bella."Nyonya pelayan," terpaksa Bella mengajukan pertanyaan pada wanita setengah baya dengan wajah judes di hadapannya. "Apa sudah aturan di keluarga ini kalau tamu harus menunggu di dalam kamar?" Bella rapatkan tautan jemari-jemarinya sebagai kebiasaannya bila dalam keadaan gugup."Aku tidak tahu!" jawab pelayan tua itu dingin.Bella memang di jamu dengan baik, tapi apalah semua itu kalau hatinya tak tenang dengan seribu pertanyaan di pikiran. "Boleh aku keluar dan jalan-jalan di taman. Kali saja orang yang ingin aku temui sudah datang.""Tapi Tuan Sul ..."Belum sampai selesai pelayan tua menjelaskan, pintu di ketuk sekali lalu pelayan lain masuk. "Tuan Sulung minta tamu di bawa ke ruang keluarga," ucapnya meneruskan apa yang di perintahkan Victor."Apa itu artinya aku akan bertemu Tuan Lorenzo?" Bella senang. Bukan hanya karena ingin menanya
Di dalam sebuah rumah bergaya eropa kuno, seorang pria tampan berbicara di ruang kerja."Ayah. Apa Hector tidak akan datang?" tanyanya pada pria berusia 70 tahun di depannya. Dia bernama Umberto, yang kini berbicara dengan putranya Victor."Neil melapor kalau kemungkinan Hector sudah dalam perjalanan.""Maaf, Yang Mulia. Pangeran Hector sudah di bandara. Tidak sampai dua jam di pastikan sampai di sini," koreksi sang pelayan di sampingnya.Victor tersenyum mencibir. "Aku kira anak itu tidak punya nyali buat menghadap ayah.""Kalau menurutmu karena masalahnya dengan putri Agustine, sepertinya itu tidak akan mempengaruhinya.""Sampai kapan ayah membelanya terus? Dia cuma anak manja yang suka bikin masalah. Ini rencana proyek bisnis besar. Mana bisa dia di beri tanggung jawab besar?"Mendengar protesan Victor, dada Umberto mendadak sesak."Yang Mulia. Anda tidak apa-apa? Apa perlu saya panggilkan dokter?" tanya sang pelayan panik.Umberto menolak, tapi lebih meminta hal lain. "Tidak. Ting
Keesokan paginya.Sinar mentari menyelinap masuk diantara celah kain vitrase putih, membaur membentuk pendar memantul pada lantai keramik bening kamar bergaya eropa kuno nan mewah. Bella tersilau sehingga memaksanya membuka kelambu manik mata hazel brown miliknya."Aku ... Dimana?" Kalimat pertama yang sanggup terucap. Tubuhnya terasa menahan beban puluhan ton, begitu sulit membuatnya bergerak. Bella lakukan upaya pertama hanya lewat kedua matanya.Langit-langit berukiran dengan lampu gantung tanpa nyala jadi pusat gravitasi Bella. Berkedip-kedip demi dapatkan keseimbangan, karena bukan hanya dunia terasa berputar-putar, tapi juga segala macam pikiran bertumpuk berputar-putar membentuk slide-slide kejadian saling tumpah tindih."Tidak!" pekikan lemah Bella. Dari kesemuanya, Bella tertuju pada bagian akhir dari usahanya mengingat-ingat. "Pria itu ..." Bibir Bella tercekat, ketika mulai mengingat telah melakukan sesuatu dengan seseorang. "Dia ... Aku ... Kami ..." Bella mengatur napasny