Brukk!!Kali ini suara bemper depan mobil milik Hector itu menabrak pembatas trotoar dan taman sepanjang jalan. Dalam kondisi mobil masih menyala namun terhenti, Hector keluar lalu memukul keras pada wajah pria yang melecehkan Bella sampai terjerembab ke tanah. Bukanlah hal sulit, dimana postur Hector yang tinggi dan besar ini melawan pria bertubuh junkies."Banci!" umpat Hector pada orang yang sudah tak berdaya setelah mendapat beberapa kali hantamannya. Hector lalu berbalik kembali ke depan kemudi, kemudian membuka pintu di sampingnya sembari beri perintah pada Bella. "Masuk!"Dalam keadaan setengah takut setengah tercengang, Bella raih tasnya dengan cepat lalu masuk ke dalam mobil."Pakai sabuk pengamannya," perintah Hector lagi bersamaan suara alarm pengingat berbunyi.Bella memasang dengan tangan bergetar. "Terima kasih, tuan." Bella berucap sambil berkaca-kaca."Apa kamu selalu ceroboh seperti ini? Begitu mudahnya jadi santapan liar pria, hah?""Saya tidak melakukan apa-apa, tua
"Baiklah." Bella patuh pada tiap langkah pria berpostur tinggi dan besar di hadapannya. Bella tahu kalau Hector melakukan ini semua hanya demi harga diri di depan kakak tirinya, Victor.Keterkejutan Bella berlanjut saat Hector justru membuka pintu mobil pribadinya. Ini berarti mereka akan berdua saja selama perjalanan tanpa seorang sopir.Laju mobilpun bermula tak lama setelah mesin menyala. Suasana dingin dan hening jadi hiasan dalam benda mewah model sedan dan bertenaga besar tersebut."Saya turun bus shelter di ujung jalan bawah sana saja, tuan." Bella menunjuk ke arah depan pada beberapa menit perjalanan mereka."Memang kamu tahu jalan? Jangan asal nunjuk saja!"Bella melirik takut-takut pada Hector. Tidak menyangka seperti pikirannya telah terbaca. "Google map, dan itu mudah." Bella merutuki diri dalam hati. Tentu saja dia tidak tahu-menahu tempat itu, tapi tentu saja dia tidak akan mau menunjukkan kebodohannya itu pada Hector."Benar, kan. Kamu asal bicara.""Saya sempat perhati
Keesokan harinya.Entah ramuan apa yang telah di campur dengan susu coklat hangatnya semalam., Bella merasakan ngantuk teramat sangat. Silau mata pada mentari pagi. Bella tergagap bangun, memutar bola mata berkeliling."Apa aku masih di rumah Tuan Lorenzo?" Di kedip-kedipkan mata untuk menarik kesadaran. "Nyonya ..." Jantung Bella berdegup, ketika di hadapannya adalah pelayan tua dengan wajah patung hidup. Bagaikan masih tersangkut di mimpi buruk, tapi harus menyadari ini kenyataan."Semua sudah di siapkan. Bangun dan menurut saja!"Bella tarik selimut ketika pelayan tua itu berjalan mendekat, tapi segera menuruni kasur setelah pelayan tua justru membuka lalu melipatnya.Bella menoleh cepat pada manequin yang tadi tertutup korden tempat tidur bergaya eropa itu. "Itu ... Apa ... Apa benar aku akan di nikahkan hari ini?" Pembicaraan semalam dengan keluarga Umberto jadi penarik kesimpulan.Bella berjingkat, pelayan tua sudah berada di belakangnya saat berbalik. Diberikan sebuah bathrobe
Setelah bertemu dengan Victor, Bella di bawa seorang pelayan wanita ke sebuah kamar. Tentu bukan hal yang di sangka-sangka bagi tamu seperti Bella."Nyonya pelayan," terpaksa Bella mengajukan pertanyaan pada wanita setengah baya dengan wajah judes di hadapannya. "Apa sudah aturan di keluarga ini kalau tamu harus menunggu di dalam kamar?" Bella rapatkan tautan jemari-jemarinya sebagai kebiasaannya bila dalam keadaan gugup."Aku tidak tahu!" jawab pelayan tua itu dingin.Bella memang di jamu dengan baik, tapi apalah semua itu kalau hatinya tak tenang dengan seribu pertanyaan di pikiran. "Boleh aku keluar dan jalan-jalan di taman. Kali saja orang yang ingin aku temui sudah datang.""Tapi Tuan Sul ..."Belum sampai selesai pelayan tua menjelaskan, pintu di ketuk sekali lalu pelayan lain masuk. "Tuan Sulung minta tamu di bawa ke ruang keluarga," ucapnya meneruskan apa yang di perintahkan Victor."Apa itu artinya aku akan bertemu Tuan Lorenzo?" Bella senang. Bukan hanya karena ingin menanya
Di dalam sebuah rumah bergaya eropa kuno, seorang pria tampan berbicara di ruang kerja."Ayah. Apa Hector tidak akan datang?" tanyanya pada pria berusia 70 tahun di depannya. Dia bernama Umberto, yang kini berbicara dengan putranya Victor."Neil melapor kalau kemungkinan Hector sudah dalam perjalanan.""Maaf, Yang Mulia. Pangeran Hector sudah di bandara. Tidak sampai dua jam di pastikan sampai di sini," koreksi sang pelayan di sampingnya.Victor tersenyum mencibir. "Aku kira anak itu tidak punya nyali buat menghadap ayah.""Kalau menurutmu karena masalahnya dengan putri Agustine, sepertinya itu tidak akan mempengaruhinya.""Sampai kapan ayah membelanya terus? Dia cuma anak manja yang suka bikin masalah. Ini rencana proyek bisnis besar. Mana bisa dia di beri tanggung jawab besar?"Mendengar protesan Victor, dada Umberto mendadak sesak."Yang Mulia. Anda tidak apa-apa? Apa perlu saya panggilkan dokter?" tanya sang pelayan panik.Umberto menolak, tapi lebih meminta hal lain. "Tidak. Ting
Keesokan paginya.Sinar mentari menyelinap masuk diantara celah kain vitrase putih, membaur membentuk pendar memantul pada lantai keramik bening kamar bergaya eropa kuno nan mewah. Bella tersilau sehingga memaksanya membuka kelambu manik mata hazel brown miliknya."Aku ... Dimana?" Kalimat pertama yang sanggup terucap. Tubuhnya terasa menahan beban puluhan ton, begitu sulit membuatnya bergerak. Bella lakukan upaya pertama hanya lewat kedua matanya.Langit-langit berukiran dengan lampu gantung tanpa nyala jadi pusat gravitasi Bella. Berkedip-kedip demi dapatkan keseimbangan, karena bukan hanya dunia terasa berputar-putar, tapi juga segala macam pikiran bertumpuk berputar-putar membentuk slide-slide kejadian saling tumpah tindih."Tidak!" pekikan lemah Bella. Dari kesemuanya, Bella tertuju pada bagian akhir dari usahanya mengingat-ingat. "Pria itu ..." Bibir Bella tercekat, ketika mulai mengingat telah melakukan sesuatu dengan seseorang. "Dia ... Aku ... Kami ..." Bella mengatur napasny