Terima kasih. jangan lupa like dan komentar.
Aqeela membuka mata ketika gorden dibuka oleh seorang wanita dengan pakaian serba putih.“Ah!” Aqeela merasa silau.“Maaf, Nyonya.” Wanita itu kembali menutup gorden.“Suster, pukul berapa?” tanya Aqeela memperhatikan kamar yang berbeda.“Pukul Sembilan pagi,” jawab wanita itu.“Oh. Apa dokter Fauzan sudah datang?” Aqeela menyadari ruangannya sangat berbeda dan mewah.“Aku lapar,” ucap Aqeela melihat sarapan yang telah tersedia di atas meja.“Anda sarapan saja dulu. Dokter akan segera datang.” Wanita itu tersenyum.“Aku akan mandi sebelum sarapan. Di mana kamar mandi?” Aqeela melihat sekeliling. Kamarnya benar-benar luas. Tidak seperti di rumah sakit.“Ini, Nyonya.” Pelayan membuka pintu kamar mandi.“Kenapa kamu memanggilku, Nyonya? Namaku Aqeela.” Aqeela tersenyum. Dia masuk ke kamar mandi.“Waaah. Kamar mandinya luas sekali. Batu hitam yang cantik.” Aqeela menutup pintu dan mandi. Dia keluar dengan baju handuk.“Suster, apa kamu melihat pakaian gantiku?” tanya Aqeela keluar dari ka
Bramasta meremas pena hingga patah ketika mendengarkan percakapan kedua keluarga. Pria itu tersenyum sinis.“Berani sekali dia lari! Brak!” Bramasta memukul meja hingga mengejutkan Beni dan Jesi.“Jangan main-main denganku, Aqeela.” Bramasta berdiri.“Cari, Aqeela!” teriak Bramasta.“Baik, Tuan.” Beni segera menarik Jesi keluar dari ruangan Bramasta.“Aqeela!” Bramasta berteriak.Alina keluar dari ruang operasi. Dia membersihkan diri dan bertemu dengan keluarga pasien. Wanita itu berhasil dengan baik.“Dokter Alina. Dokter Fauzan menunggu Anda.” Perawat berbisik pada Alina.“Terima kasih.” Alina keluar dari ruangan kerja dan pergi menemui dokter Fauzan yang telah menunggunya di koridor.“Ada apa, Dok?” tanya Alina ketika melihat dokter Fauzan yang duduk di kursi.“Kenapa kalian mengurung Aqeela?” Dokter Fauzan menatap pada Alina.“Aku rasa Anda tidak perlu tahu urusan keluarga kami. Pastikan Aqeela tetap aman di dalam kamarnya.” Alina menatap tajam pada dokter Fauzan yang telah berdir
Aqeela terus berada di dalam kamar perawatan. Dia heran karena Rangga dan teman-temannya tidak juga datang.“Kemana Rangga dan yang lainnya? Tidak mungkin mereka tersesat. Ruangan ini terlihat jelas terpisah dari bangunan lainnya.” Aqeela membuka pintu dan terkejut karena ada dua orang yang berjaga.“Siapa kalian?” tanya Aqeela.“Kami adalah pengawal yang bertugas menjaga Anda agar tetap berada di dalam kamar,” jawab seorang pria.“Apa?” Aqeela bingung.“Siapa yang memerintahkan kalian?” tanya Aqeela memegang tiang botol infusnya.“Nyonya Marlina,” jawab pria itu.“Hah! Kenapa aku harus dijaga?” Aqeela masuk ke kamar. Dia menghubungi Alina, tetapi tidak aktif.“Pasti Kak Alina sedang kerja.” Aqeela kembali menghubungi Rangga.“Halo, Aqeela. Tidak ada kamar Melati. Tidak ada juga pasien atas nama kamu,” jelas Rangga.“Aku sudah mengirim lokasiku.” Aqeela memutuskan panggilan.“Dapat.” Rangga berjalan cepat menyusuri koridor. Kiara dan Vio pun ikut serta. Mereka melihat sebuah bangunan
Alina membawa Aqeela ke ruangan IGD dan melakukan pemeriksaan. Dokter dan perawat yang bertugas terkejut melihat wajah pasien yang cukup rusak parah.“Tolong periksa adikku,” ucap Alina.“Apa yang terjadi?” tanya dokter Fauzan.“Dia berkelahi dengan perampok,” jawab Alina berbohong.“Apa?” Aqeela terkejut.“Kenapa Kak Alina berbohong? Apa untuk melindungi Tante Marlina?” tanya Aqeela di dalam hati. Dia menatap Alina yang sibuk berbicara dengan dokter Fauzan.“Bagaimana ini bisa terjadi?” Dokter Fauzan segera memeriksa Aqeela.“Dia mau kembali ke asramanya.” Alina mendekati Aqeela yang sudah berbaring di tempat tidur dan memejamkan matanya.“Dia harus dirawat,” ucap dokter Fauzan.Dokter Fauzan selesai memeriksa Aqeela dan mengantarkan pasien ke kamar rawat inap VIP. Gadis itu hanya diam saja karena mulut dan pipinya sangat sakit sehingga kesulitan untuk bicara.“Aqeela, Kakak pulang dulu. Tidak apa kan kamu sendirian? Soalnya, besok Kakak ada jadwal operasi sehingga harus istirahat ag
Bramasta tahu Aqeela mengejarnya. Dia mempercepat langkah hingga tiba di depan mobil.“Om! Tunggu!” teriak Aqeela yang tidak peduli dengan gaun cantiknya. Dia tidak kesulitan berlari dengan sepatu ketsnya. Gadis itu dibuat bingung oleh tindakan Bramasta yang begitu mengejutkan.“Ada apa?” tanya Bramasta menatap pada gadis cantik dan imut di depannya.“Dia terlihat polos. Padahal bermain di dunia yang cukup berbahaya. Tidak akan ada orang yang percaya bahwa gadis ini adalah seorang hacker hebat.” Bramasta memperhatikan Aqeela dengan detail.“Dengar, Om. Tetaplah menikah dengan Kak Alina. Aku akan melakukan apa pun yang Om minta,” ucap Aqeela.“Berani sekali dia memerintahku.” Bramasta memicingkan matanya.“Hey, Om.” Aqeela melambaikan tangan di depan wajah Bramasta.“Permintaanku adalah menikah denganku,” tegas Bramasta.“Tidak bukan begitu, Om. Aku mohon. Aku masih kecil.” Aqeela mengangkat serta menempelkan jari jempol dan telunjuknya.“Aku bukan Om kamu.” Bramasta sangat kesal menden
Semua orang berdiri melihat kepada seorang gadis yang tampil cantik dan Anggun. Dia mengenakan gaun putih dengan renda di dada dan bagian paha. Rambut di sanggul dan menyisakan beberapa helai yang dibiarkan tergerai.“Apa ini gadis ini yang telah menyusup ke perusahaanku? Dia terlihat berbeda.” Bramasta tanpa sadar menatap Aqeela dengan cukup lekat. Dia melihat gadis itu dari atas hingga bawah.“Cantik dan manis.” Jordi pun ikut terpesona pada Aqeela.“Dia memiliki kecantikan yang berbeda. Imut dan menggemaskan.” Jordi tersenyum dan terus menatap Aqeela.“Apa dia putri kedua kalian?” tanya Jolia yang juga kagum pada Aqeela.“Ya.” Marlina mengangguk. Wanita itu benar-benar terkejut melihat Aqeela.“Iya. Dia putri kami.” Anggara segera merangkul Aqeela. Pria itu bisa melihat putri keduanya yang kebingungan karena ditatap semua orang.“Dia cantik sekali.” Jolie tersenyum pada Aqeela.“Putri kita benar-benar mirip kamu, Calizata. Dia sangat cantik dan manis,” ucap Anggara di dalam hati.“S