Home / Romansa / Tiba-tiba Menjadi Istri Presdir / Bab 2 Pertemuan Pertama

Share

Bab 2 Pertemuan Pertama

last update Last Updated: 2025-05-24 08:50:55

“Aargg!” Aqeela terkejut tiba-tiba lehernya dicekik oleh jari-jari yang kekar dan kuat. Tubuhnya tertekan ke dinding dan lampu. Pendingin ruangan pun menyala.

“Hah!” Mata bulat Aqeela melotot. Bertatapan dengan tatapan tajam dari sepasang mata seorang pria yang berdiri tegap di depannya.

Topi yang menutupi kepala Aqeela jatuh ke lantai. Rambut panjang tergerai melewati pundak. Wajah cantik dan imut itu terlihat jelas sangat mempesona. Hidung dan bibirnya yang kecil. Benar-benar memiliki daya tarik yang luar biasa. Bramasta cukup lama terhipnoptis oleh wanita berwajah malaikat itu.

“Apa? Gadis sekecil ini mampu menghancurkan benteng pertahanan perusahaanku?” Bramasta memicingkan matanya. Mereka berdua bertatapan dalam diam. Jari-jari panjang itu mencekik semakin kuat.

“Lepaskan!” Aqeela yang kesakitan dan kesulitan bernapas memukul lengan kekar Bramasta.

“Siapa kamu?” Bramasta mendekatkan wajahnya pada Aqeela. Pria itu melonggarkan cekikan tangannya agar sang gadis kecil bisa bernapas.

“Apa itu penting? Aku sudah tertangkap.” Aqeela tersenyum tipis membuat Bramasta kesal.

“Siapa yang mengirim kamu?” tanya Bramasta lagi karena tidak mendapatkan jawaban. Pria itu mencium aroma manis dari tubuh Aqeela. Keringat terlihat mengalir pada dahi dan leher yang jenjang.

“Aku tidak akan membocorkan identitas clien ku. Anda sudah kalah dan hancur. Berapa kerugian yang dialami?” tanya Aqeela menantang dengan senyuman.

“Apa?” Bramasta yang marah kembali menguatkan jari-jari yang memegang leher Aqeela.

“Aaah!” Aqeela menahan sakit. Dia memegang tangan Bramasta. Lehernya telah memerah dan hampir membiru.

“Bayaran tertinggi adalah yang menjadi pemenang,” ucap Aqeela.

“Baiklah. Mari kita negosiasi.” Bramasta melepaskan tangan dari leher Aqeela. Pria itu mengambil ponsel dan tas ransel dari tangan sang gadis.

“Hah!” Gerakan tangan Bramasta sangat cepat sehingga Aqeela tidak bisa melawan. Tubuhnya sudah dibalik menghadap dinding dengan tangan di atas dan kaki ditekan.

“Apa yang kamu lakukan?” Aqeela terkejut karena jari-jari panjang Bramasta yang meraba tubuhnya. Pria itu memeriksa senjata di tubuh sang gadis.

“Aku tidak membawa apa pun. Aarrg! Tidak sopan. Ini pelecehan!” teriak Aqeela berusaha berontak. Dia benar-benar kesal dengan perlakukan Bramasta.

“Siapa yang tidak sopan? Masuk ke dalam perusahaanku dan mencuri semua informasi hingga merusak peluncuran produk baruku,” bisik Bramasta di telinga Aqeela. Tubuh pria itu menempel di punggung sang gadis.

“Hey, Om. Tadi Anda mau negosiasi. Mari kita lakukan. Aku akan mengembalikan semuanya seperti semua dengan syarat,” ucap Aqeela. Napas hangat Bramasta menyentuh daun telinga yang sudah memerah. Bibir pria itu bahkan menyentuh Indera pendengaran sang gadis kecil.

“Om?” Bramasta memicingkan alisnya. Dia tidak menyangka akan dipanggil Om oleh seorang hacker muda.

“Iya. Anda pasti sudah tua sedangkan aku masih seorang mahasiswi. Usiaku baru delapan belas tahun,” ucap Aqeela tersenyum. Dia tidak terlihat takut sama sekali kepada Bramasta.

“Hah!” Bramasta memutar kembali tubuh Aqeela menghadap dirinya. Dia bisa melihat jelas bahwa gadis itu masih seperti anak remaja di bawah umur.

“Gadis ini benar-benar menarik.” Bramasta tersenyum tipis.

“Kita berbisnis di ruanganku,” ucap Bramasta.

“Tunggu. Aku tidak ingin ada yang melihat diriku. Apa Anda bisa merahasiakan ini?” tanya Aqeela dengan tersenyum.

“Ya.” Bramasta memberikan topi dan jaket kepada Aqeela.

“Hah! Ini pertama kalinya aku tertangkap tangan. Benar-benar sial.” Aqeela mengumpat dirinya.

“Anak ini sangat cerdas. Sayang jika disia-siakan.” Bramasta menatap Aqeela yang telah memakain topi dan masker serta jaketnya.

“Ikut aku!” Bramasta menarik tangan Aqeela keluar dari ruangan pusat kendali dan masuk ke dalam lift.

“Eh, Bos!” Beni terkejut melihat Bramasta yang berjalan dengan seseorang.

“Apa itu penjahatnya?” Beni mengejar Bramasta, tetapi terlambat. Pintu lift sudah tertutup.

“Aarggh!” Tubuh ramping Aqeela terlempar ke sofa.

“Hah! Kasar sekali. Apa Om tidak punya anak cewek?” Aqeela menatap tajam pada Bramasta yang berdiri di depannya. Pria itu meletakkan ponsel dan tas di atas meja.

“Tidak,” tegas Bramasta menatap Aqeela. Dia bisa melihat bekas cengkraman jarinya di leher yang putih.

Ponsel Aqeela yang tergeletak di atas meja bergetar dan menampilkan nama Rangga di layar. Sang pemilik gawai tanpa ragu ingin mengambil alat komunikasinya.

“Rangga.” Aqeela baru saja akan menerima panggilan dari Rangga, tetapi ponsel segera direbut kembali oleh Bramasta. Pria itu menolak panggilan.

“Duduk! diam!” perintah Bramasta.

“Okay.” Aqeela menggangguk. Gadis muda itu tetap terlihat tenang. Dia tidak takut sama sekali.

“Berapa biaya yang dibutuhkan untuk mengembalikan semua data?” tanya Bramasta.

“Anda hanya perlu mengembalikan bayaran yang telah aku terima kepada client pertama dan Anda harus membayarku dengan lebih mahal,” jawab Aqeela.

“Berapa?” tanya Bramasta.

“Berikan ponselku! Aku akan memperlihatkan kepada Anda.” Aqeela menadahkan tangannya.

“Hm.” Bramasta memberikan ponsel kepada Aqeela.

“Ini.” Aqeela memperlihatkan uang yang telah dia terima dan nominal itu cukup tinggi.

“Pasti gadis ini sangat hebat. Mereka berani membayar dengan harga yang tinggi. Apa dia yang dibicarakan para kolega?” Bramasta berbicara di dalam hati.

“Baiklah. Aku akan membayar dua kali lipat.” Bramasta mengeluarkan ponselnya.

“Setuju.” Aqeela tersenyum. Dia membuka tas dan mengeluarkan computer.

“Apa Anda akan bayar sekarang?” tanya Aqeela.

“Ya.” Bramasta mengangguk. Pria itu sudah mengalami kerugian cukup banyak dan akan bertambah jika dia tidak segera menyelamatkan informasi perusahaannya. Apalagi para rekan bisnis yang datang pun ikut kehilangan data penting.

“Scan di sini. Setelah lunas aku akan mulai bekerja dan itu tidak akan lama.” Aqeela mendekatkan ponselnya kepada Bramasta dan pria itu dengan cepat melakukan pembayaran.

“Terima kasih. Tunggu sebentar. Ah, jangan lupa untuk merahasiakan identitasku kepada semua orang.” Aqeela tersenyum lebar. Dia mengaktifkan computer.

Bramasta hanya diam saja dan memperhatikan jari-jari panjang itu bergerak cepat di atas papan huruf. Dia memulihkan Perusahaan Robotic tanpa perlu kembali ke ruangan pusat kendali. Wanita muda itu benar-benar ahli.

“Selesai. Apa aku boleh pergi sekarang?” tanya Aqeela.

“Ya.” Bramasta mengangguk. Dia benar-benar kagum dengan Aqeela.

“Senang bekerja sama dengan Anda. Semoga ini yang pertama dan terakhir kalinya.” Aqeela tersenyum.

“Semoga kita tidak akan pernah bertemu lagi.” Ageela membereskan diri.

“Jangan bertemu lagi.” Aqeela berlari keluar dari ruangan Bramasta. Dia hampir bertabrakan dengan Beni di depan pintu.

“Eh!” Beni hanya melihat dalam bingung.

“Tuan. Siapa itu?” tanya Beni.

“Bagaimana dengan penjahatnya?” Beni melihat Bramasta yang tersenyum aneh.

“Tuan.” Jesi masuk ke dalam ruangan Bramasta.

“Tuan. Semua sudah pulih seperti semua,” ucap Jesi.

“Siapa yang melakukannya?” tanya Beni.

“Apa yang kamu dapatkan dari kamera pengawas?” Bramasta tidak melihat sama sekali kepada Jesi.

“Tidak ada apa pun,” ucap Jesi.

“Hm.” Beni menatap Bramasta. Pria itu seakan mengerti bahwa Tuannya mengetahui sesuatu dan memang ingin merahasiakan semuanya dari mereka.

“Semua sudah selesai. Aku pulang sekarang.” Bramasta beranjak dari kursi dan keluar dari ruangannya.

“Kenapa Bos pulang lebih awal? Apa karena masalah hari ini?” tanya Jesi melihat kepergian Bramasta.

“Yang penting masalah gawat telah selesai.” Beni segera menyusul Bramasta.

“Bos, siapa orang tadi?” tanya Beni di dalam mobil.

“Pencuri kecil,” jawab Bramasta dengan senyuman tipis.

“Hah?” Beni merasa heran dengan senyuman di bibir Bramasta.

“Apa jadwal selanjutnya?” tanya Bramasta.

“Makan malam keluarga besar untuk membicarakan pernikahan Anda yang terus ditunda,” jawab Beni.

“Hhh!” Bramasta benar-benar tidak pernah memikirkan pernikahan.

“Tuan. Usia Anda sudah siap untuk menikah,” ucap Beni.

“Aku tahu.” Bramasta merebahkan tubuh di kursi mobil. Dia memejamkan matanya.

Bramasta benar-benar tidak pernah melirik wanita mana pun. Dia seakan tidak tertarik kepada mereka semua. Di matanya bisnis adalah hal yang paling penting. Perjodohan adalah salah satu cara untuk mendapatkan istri dengan mudah.

Fit Tree Fitri

Terima kasih. Semoga suka.

| 27
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Fit Tree Fitri
Terima kasih ...️
goodnovel comment avatar
Khoirul
Menarik ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tiba-tiba Menjadi Istri Presdir   Bab 86 Manis

    “Wah!” Mata Aqeela berbinar melihat kue yang ada di atas meja dan sofa ruang tengah.“Surganya kue. Aku suka.” Aqeela akan membuka kotak kue.“Cuci tangan dulu, Aqeela,” tegas Bramasta.“Ya.” Aqeela berlari menuju wastapel.“Ahh!” Bramasta menepuk jidatnya melihat Aqeela yang terus-terusan berlari di dalam rumah.“Untung saja dia bukan gadis yang ceroboh sehingga tidak mudah jatuh atau menabrak.” Bramasta menghela napas melihat Aqeela yang sudah kembali dengan tetap berlari.“Om. Terima kasih,” ucao Aqeela duduk di sofa.“Jangan terlalu banyak karena harus makan malam,” tegas Bramasta.“Siap.” Aqeela tersenyum lebar.“Pasti enak.” Aqeela mengambil garpu dan mulai memotong kue. Dia memasukan ke dalam mulut dan memejamkan mata untuk menikmati setiap rasa yang tercipta.“Mmm. Benar-benar enak.” Aqeela membuka mata dan terkejut melihat wajah Bramasta yang begitu dekat di depannya.“Apa suka?” tanya Bramasta pelan.“Mmm.” Aqeela mengangguk dan tersipu.“Mau.” Aqeela mengambil kue dengan ga

  • Tiba-tiba Menjadi Istri Presdir   Bab 85 Kue Kesukaan

    Bramasta bersiap untuk pulang. Dia selalu mengelabui orang-orang dengan dua mobil. Pergi dan pulang dengan kendaraan dan jalur yang berbeda.“Tuan, tumben Anda minta anter saya?” tanya Beni.“Bawa aku ke toko kue yang menyediakan desert buah dan seperti ini.” Bramasta memperlihatkan foto dari ponselnya.“Apa untuk Nyonya?” Beni menahan senyum.“Ya,” Bramasta menyimpan kembali ponsel ke saku kemejanya. “Saya akan membawa Anda, Tuan.” Beni mengendarai mobil dengan kecepatan standar. Dia menuju sebuah toko kue yang sangat terkenal dan selalu ramai.“Kita sampai, Tuan.” Beni menghentikan mobil di tempat parkir.“Ramai sekali.” Bramasta melihat toko yang memiliki tempat tongkrongan.“Toko ini sangat popular dan terkenal enak, Tuan. Cafenya juga selalu ramai anak-anak muda yang baru pulang kerja dan kuliah,” jelas Beni.“Toko baru buka jam tiga sore dan tutup jam sembilan malam,” lanjut Beni.“Bos, tunggu di mobil saja. Saya akan belikan kue untuk Nyonya.” Beni keluar dari mobil. “Saya mau

  • Tiba-tiba Menjadi Istri Presdir   Bab 84 Penghianat

    Jordi terkejut karena mendapatkan laporan bahwa robot buatan Perusahaan Bramasta telah disempurnakan. Terkunci dari jarak jauh dan dipastikan aman. Tidak bisa diotak atik lagi.“Kita tidak bisa merusak robot buatan Perusahaan Tuan Bramasta,” ucap pria berdiri di depan Jordi.“Kenapa begitu cepat?” tanya Jordi menatap tajam pada anak buahnya.“Maaf, Pak. Kami tidak tahu.” Pria itu menunduk.“Apa kalian sudah bisa menghubungi hacker yang dibicarakan Elena?” tanya Jordi mengepalkan tangannya.“Akun sang Hacker telah dihanguskan. Dia tidak menerima pekerjaan lagi,” jawab pria itu.“Apa?” Mata Jordi melotot.“Aku dengar. Setelah menyerang Perusahaan Tuan Bramasta. Beberapa waktu kemudian sang hacker menghilang,” jelas pria itu memberikan ponselnya kepada Jordi. “Apa Aqeela benar-benar hacker itu?” tanya Jordi di dalam hati.“Itu artinya dia yang menyempurnakan robot milik Bram,” gumam Jordi.“Apa Elena sudah tahu bahwa hacker yang dibayarnya sangat mahal itu adalah Aqeela?” tanya Jordi yan

  • Tiba-tiba Menjadi Istri Presdir   Bab 83 Kekhawatiran

    Alina segera beranjak dari lantai dan berlari pergi ke kamar mamanya. Dia melihat pintu yang tertutup rapat.“Ma,” Alina mengetuk dan mencoba membuka pintu kamar, tetapi gagal karena terkunci.“Ma. Apa Mama di dalam?” tanya Alina khawatir. Dia tidak juga mendapatkan jawaban dari mamanya.“Bibi!” teriak Alina dan bibi pun datang.“Ada apa, Non?” tanya bibi.“Di mana kunci kamar ini?” Alina menoleh pada bibi.“Itu Non.” Bibi menunjukkan kunci yang tergantuk di rak sudut di samping pintu kamar.Alina yang terburu-buru dan panik tidak bisa berpikir jernis. Dia ketakutan akan ancaman Anggara.“Buka pintunya, Bi!” perintah Alina menyingkir dari depan pintu.“Baik, Non.” Bibi segera mengambil kunci dan membuka pintu kamar Anggara untuk Alina.“Silakan, Non.” Bibi membuka lebar pintu kamar Marlina.“Ma, Mama.” Alina dengan cepat masuk ke dalam kamar. Dia melihat ruangan itu rapi dan kosong.“Ma! Mama di mana?” Alina memeriksa kamar mandi dan tidak menemukan ibunya.“Bi. Bibi. Di mana mama?” t

  • Tiba-tiba Menjadi Istri Presdir   Bab 82 Balasan Seorang Ayah

    Anggara pulang ke rumah di malam hari. Pria itu masih belum sudi melihat wajah Marlina yang telah menyiksa putri kandungnya yang lahir dari rahim wanita yang benar-benar dia cintai. Pernikahan rahasia karena cinta dan bukan bisnis.“Aku tidak menyangka gudang di belakang itu dijadikan tempat penyiksaan Aqeela.” Anggara menghentikan mobil di halaman. Dia masih duduk diam di balik kemudi. Tangannya berat untuk membuka pintu mobil dan masuk ke dalam rumah. Ada rasa benci, sedih dan marah yang membuat dadanya sesak.“Apa yang harus aku lakukan pada Marlina untuk membalas luka Aqeela?” Anggara turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah yang sepi. Semua orang sudah tidur kecuali para petugas keamanan dan beberapa pelayan.“Anda pulang, Pak.” Bibi menyambut kedatangan Anggara. “Di mana Marlina dan Alina?” tanya Anggara pelan. Mata pria itu masih bengkak karena menangis. Dia terlihat lemah dan sedih. “Ibu dan Non tidur di kamar masing-masing,” jawab bibi.“Apa Bibi tahu bahwa Marlina

  • Tiba-tiba Menjadi Istri Presdir   Bab 81 Sama-sama Marah

    Aqeela masih meringkuk di lantai. Tubuhnya penuh dengan tanda merah ciuman dan cengkraman Bramasta. Bibirnya pun bengkak. Dia kesakitan karena keganasan dan kemarahan sang suami yang terlalu cemburu.“Dulu disiksa Tante Marlina. Sekarang disiksa Om Bram. Kapan aku akan bahagia?” tanya Aqeela menangis. Dia benar-benar tidak mengerti tentang cinta yang berlebihan dari Bramasta.“Aarrggh!” Aqeela beranjak dari lantai dan meninju cermin hingga pecah. Dia melakukan itu tanpa sadar dan tidak sengaja.“Brak!” sepihan cermin jatuh ke lantai. Tangan Aqeela berdarah bercampur air yang terus mengalir.“Aqeela!” Bramasta kembali ke kamar mandi dan melihat Aqeela yang berdiri dengan tangan bercucuran darah hingga lantai kamar mandi pun memerah.“Aqeela!” Bramasta segera menggendong Aqeela dan memindahkan ke tempat tidur. Dia menghubungi dokter Diko.“Arrggh!” Bramasta sangat kesal. Dia memanggil para pelayan perempuan untuk menggantikan pakaian Aqeela. “Kenapa, Aqeela? Kenapa?” Bramasta berteriak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status