Terima kasih atas hadiah yang diberikan. Semoga suka dengan karya Kakak ini.
Aqeela berusaha semaksimal mungkin untuk bisa lulus dengan cepat dan sukses, tetapi gadis itu tidak sadar bahwa ada begitu banyak manusia yang serakah. Mereka ingin menguasai dunia dengan segala cara. Dia Adalah salah satu jalan untuk menuju keinginan mencapai kesuksesan.“Aqeela sudah menentukan pilihan. Dia akan kuliah di luar negeri, tetapi tidak menyebutkan universitas mana yang akan dituju,” ucap professor Febrino.“Aqeela. Andai kami tahu kampus mana yang kamu pilih. Kami akan dengan mudah bekerja sama dengan universitas pilihan kamu.” Seorang pria yang seusia sama dengan Anggara.“Nanti akan tahu,” ucap Aqeela tersenyum.“Apa Anda akan kembali ke Perusahaan Bramasta?” tanya yang lain.“Belum tahu,” jawab Aqeela melihat pada Bramasta.“Perusahaan kami juga sangat cocok dengan kemampuan Anda.” Arion berdiri dan tersenyum pada Aqeela.“Arion!” Bramasta memicingkan matanya. Dia tidak menyangka pria itu berani muncul di hadapan semua orang.“Terima kasih. Saya sangat senang dengan r
Pada sesi tanya jawab ada banyak orang yang mengangkat tangan. Mereka mengajukan pertanyaan kepada Aqeela dan dengan mudah gadis itu memberikan jawaban serta penjelasan tentang produk yang diciptakannya.“Apa Anda sudah menentukan pilihan untuk melanjutkan ke universitas mana?” tanya seorang dosen dari luar negeri.“Tentu saja, tetapi masih saya rahasiakan. Saya akan mengirimkan langsung surat balasan kepada universitas,” jawab Aqeela tanpa ragu.“Nona Aqeela. Apa Anda tertarik untuk bergabung di Perusahaan kami?” tanya yang lain.“Untuk sekarang. Saya akan fokus pada kuliah agar bisa lulus lebih cepat,” jawab Aqeela.“Saya juga akan terus berusaha menciptakan dan mengembangkan apa yang telah ada,” jelas Aqeela.“Luar biasa.” Semua orang bertepuk tangan mendengarkan jawaban Aqeela yang pernuh keyakinan. Dia telah membuktikan kemampuannya sehingga tidak akan ada keraguan dari pihak mana pun.Semua tamu undangan yang hadir benar-benar berharap Aqeela menjadi bagian dari mereka. Di kursi
Hari yang ditunggu tiba. Seminar karya sebagai syarat kelulusan bagi mahasiswa terpilih. Mereka bisa menyelesaikan study lebih awal dari yang lainnya dengan kemampuan yang dimilik dan tidak biasa.Aqeela berdiri di depan cermin. Dia menatap diri yang tampil cantik dengan kemeja putih lengan panjang dan celana hitam pandang. Rambut panjang dan bergelombang dibiarkan tergerai. Diselipkan jepit kecil di bagian telinga. Benar-benar terlihat manis. Wajahnya semakin cantik dengan makeup tipis.“Aku siap.” Aqeela mengambil jas kebanggaan kampus berwarna hitam dan dikenakannya.“Cantik.” Bramasta melihat bayangan Aqeela dari pantulan cermin.“Terima kasih.” Aqeela memutar tubuh menghadap Bramasta.“Kamu pasti bisa.” Bramasta memegang kedua lengan Aqeela dan mencium dahi istrinya dengan lembut.“Ayo.” Bramasta menggandeng Aqeela.“Tasku.” Aqeela mengambil tas rancel yang ada di atas kasur. Dia menuruni tangga bersama Bramasta. Pergi bersama menuju garasi mobil.“Silakan, Nyonya.” Sopir membuka
Aqeela selesai sarapan. Gadis muda itu bersiap untuk ke kampus. Dia sudah harus mempersiapkan diri untuk seminar.“Om, aku pergi dulu.” Aqeela tersenyum pada Bramasta yang duduk di ruang tengah. Pria itu sengaja menunggu sang istri.“Aku akan mengatarkan kamu,” tegas Bramasta beranjak dari sofa.“Tidak usah, Om. Aku bisa pergi sendiri dengan motor,” ucap Aqeela.“Atau kamu mau mengendarai mobil sendiri.” Bramasta menatap Aqeela.“Tidak. Motor lebih cepat dan mudah. Dahh!” Aqeela melambaikan tangan pada Bramasta. Dia berlari menuju garasi mobil. Menngambil helm dan mengenakannya. Motor hitam telah siap digunakan.“Aqeela.” Bramasta mengacak rambutnya. Gadis kecil itu benar-benar suka bergerak cepat tanpa menunggu aba-aba.“Aku benar-benar sulit mengimbangi kamu, Aqeela.” Bramasta melihat Aqeela yang sudah mengendarai mobil meninggalkan halaman rumah mewahnya. Gadis muda yang baru beranjak dewasa itu benar-benar menyukai kebebasan karena semasa kecil dia dikurung di rumah dan bahkan teri
Pagi hari Bramasta dan Aqeela sudah berkemas. Keduanya bersiap untuk pulang ke rumah. Pria itu tidak memberitahu keluarganya karena dia tidak suka banyak orang.“Silakan, Tuan.” Nave memberi jalan untuk Bramasta yang menggandeng Aqeela.“Hati-hati,” ucap Bramasta masuk ke dalam mobil.“Ya.” Aqeela duduk di barisan kedua bersama Bramasta.Mobil melaju dengan kecepatan standar mengantarkan Bramasta dan Aqeela. Berhenti di depan pintu utama rumah mewah. “Eeh!” Aqeela terkejut karena tiba-tiba Bramasta langsung menggendongnya.“Aku sudah sembuh,” ucap Aqeela melingkarkan tangan di leher Bramasta.“Aku tahu.” Bramasta membawa Aqeela ke kamarnya. Dia melepaskan sang istri di atas kasur.“Om, kenapa ke kamar Om?” tanya Aqeela.“Karena aku mau merawat kamu. Mulai malam ini kita akan tidur sekamar,” jawab Bramasta.“Tidak mau,” tegas Aqeela meletakkan kedua tangan di depan dadanya.“Apa yang kamu pikirkan?” Bramasta tersenyum.“Tidak ada.” Aqeela mau turun dari kasur dan kembali ke kamar. “Ka
Profesor Febrino pergi mengunjungi Aqeela. Pria itu datang sendirian. Dia membawa parcel buah dengan bunga mawar biru.“Apa ini kamar Aqeela?” tanya Febrino pada dua pria yang berjaga di depan pintu.“Benar, tetapi Anda tidak bisa masuk karena Nyonya sedang tidur,” jawab penjaga menghalangi Febrino.“Nyonya?” Febrino benar-benar bingung dengan sebutan Nyonya untuk Aqeela karena itu memiliki arti yang tidak mudah.“Kapan dia akan bangun?” tanya Febrino.“Mungkin sore karena Nyonya baru saja tidur,” jawab penjaga.“Kenapa mereka menyebutnya Nyonya? Apa aku salah kamar?” Febrino bertanya di dalam hatinya.“Apa ini Nyonya kalian?” Febrino memperlihatkan foto Aqeela di layar ponselnya.“Benar,” ucap penjaga.“Mmm.” Febrino mengangguk.“Titip ini saja. Aku tidak bisa menunggu. Semoga dia lekas sembuh.” Febrino memberikan parcel pada pengawal.“Baik, Pak.” Pengawal menerima oleh-oleh yang dibawakan professor Febrino.“Pria itu adalah dosen Nyonya.” Nave memperhatikan dari sofa yang ada di din