Kening Raya mengkerut dalam saat mobil yang di kendarai oleh Edard berhenti di sebuah toko berlian yang terkenal di kota ini. Pikirannya menerka-nerka bantuan apa yang dibutuhkan lelaki itu di tempat ini? Meminta Raya untuk memilihkan perhiasan untuk kekasihnya barunya? Atau mungkin kekasihnya yang kemarin sudah kembali? Ah, entahlah. Raya tidak peduli dengan itu. Toh, bukan urusan dia juga. Tujuannya hanya ingin balas budi lalu setelah itu selesai.
Tangan Edard terulur menyentil kening Raya yang mengkerut dengan pelan. “Jangan terlalu dalam, nanti cepat tua,” ujarnya pelan.
Raya melotot mendengar ucapan Edard. Ia menepis kasar tangan lelaki itu yang masih bertengger di keningnya. “Jauhkan tanganmu! Aku tidak mau ada gosip baru yang muncul di media,” ketusnya.
“Kita jalan berdua seperti ini saja sudah menimbulkan gosip,” sinis Edard membuat Raya mencebik kesal.
Malas berlama-lama dengan Edard, Raya memilih untuk keluar mobil terlebih dahulu. Gadis dengan pakaian hoodie crop dan rok jeans sepaha itu berjalan masuk ke dalam toko. Tampak Edard yang mengekori Raya dari belakang. Raya menghentikkan langkahnya. Bukan untuk menunggu Edard, tapi ingin menanyakan bantuan apa yang diinginkan lelaki itu.
“Jadi kau ingin aku membantu apa?” tanyanya saat Edard sudah berada di sampingnya.
Edard melempar senyum tipis. Membuat wajah tampan lelaki itu semakin bertambah dua kali lipat. Raya mengalihkan pandangannya, malas melihat Edard yang sok manis itu. Untuk pertama kalinya ia berurusan dengan lelaki selain Davin. Parahnya lagi lelaki itu adalah Edard. Lelaki paling menyebalkan yang pernah Raya temui.
“Nanti kau akan tau. Sebaiknya kita masuk dulu,” ajak Edard.
Sembari menahal emosi, Raya berjalan mengekori Edard masuk ke dalam toko. Mata Raya dibuat kagum dengan perhiasan di dalam toko yang tampak begitu cantik. Bahkan Raya yakin kalau perhiasan di sini limited edition. Ditambah dengan harganya yang sangat fantastis. Beruntung sekali gadis yang akan menikah dengan Edard. Lelaki muda yang tampan dan kaya raya. Eh? Apa-apaan. Kenapa ia malah memuji Edard?
“Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang pegawai wanita dengan senyum ramahnya.
“Aku ingin cincin yang terbaik di toko ini,” jawab Edard.
Pegawai itu mengulum senyumnya. Sedikit iri dengan gadis yang bersama lelaki tampan ini. “Mari ikut saya,” ajak pegawai itu menuju etalase dengan deretan cincin berlian yang sangat cantik.
Bahkan Raya pun sampai terpesona melihat itu. Matanya terus menatap cincin-cincin itu. Andai ia memiliki banyak uang, ia pasti akan membeli salah satu dari mereka.
Edard memperhatikan deretan cincin itu kemudian tatapannya beralih ke samping. Menatap Raya yang masih terpesona dengan cincin yang berderet di dalam etalase. Ia pun ikut menatap cincin yang sejak tadi menarik perhatian Raya.
Edard tersenyum tipis. “Aku mau yang ini,” ujarnya sembari menunjuk cincin yang sejak tadi di pandang Raya.
Raya sedikit kaget kemudian menatap Edard. Ingin mengatakan sesuatu namun ia urungkan. Raya pun memilih diam. Pegawai itu langsung mengambil cincin dan memberikannya pada Edard. Edard menerimanya lalu mengamati cincin itu. Apa bagusnya sampai membuat Raya terpaku menatap cincin itu?
Edard tersenyum tipis. Cincin itu memang bagus. Dengan bentuk seperti mahkota dan di lapisi dengan berlian. Terlihat simple namun mewah. Selera gadis di sampingnya itu tidak buruk juga. Edard mengangsurkan cincin itu kepada Raya. Membuat Raya menatap bingung.
“Cobalah,” ujarnya pada Raya.
“Hah?”
Edard mendekatkan bibirnya ke telinga Raya. “Calon istriku pasti akan menyukai cincin pilihanmu,” bisiknya membuat Raya bergidik.
***
Setelah merepotkan Raya dengan meminta bantuannya untuk memilih cincin, kini Edard membawa Raya ke butik terbesar di kota ini. Membuat Raya menekuk wajahnya kesal.
“Kau hanya membantuku sekali tapi kenapa kau meminta bantuanku berkali-kali? Terus ini apa lagi? Kau mengajakku ke butik gaun pernikahan. Kenapa kau tidak ajak calon istrimu saja? Toh, kalau dia yang memilih sudah pasti itu selera dia,” protesnya di depan halaman butik itu.
Raya tidak peduli dengan tatapan heran dari para pengunjung. Ia hanya ingin meluapkan kekesalannya saja. Ia sudah bertekad untuk tidak berurusan dengan Edard lebih jauh. Tapi ini malah dia memilihkan baju pengantin untuk calon istri lelaki itu. Kalau seperti ini kan makin banyak orang yang menganggap kalau Raya pelakor beneran.
“Ini bukan bantuan yang ku maksud,” ujar Edard kalem.
Raya melotot mendengar ucapan Edard. “Bukan bantuan yang kau minta? Lalu bantuan seperti apa yang kau inginkan?!” pekiknya.
Demi apapun Raya menyesal karena telah menyelamatkan lelaki itu. Seharusnya ia biarkan saja Edard bunuh diri. Dulu sebelum Raya bertemu dengan Edard, hidupnya selalu tenang. Namun sekarang, semuanya menjadi terusik karena kehadiran Edard.
“Masih rahasia,” kata Edard dengan jenaka.
Semakin membuat Raya kesal. “Terserah! Aku ingin pulang,” putusnya kemudian berjalan menuju jalan raya. Berniat ingin menghentikan taksi yang lewat.
Melihat itu, Edard langsung mengejar Raya. Ia menarik lengan Raya agar menjauh sedikit dari jalanan. Raya menepis kasar tangan Edard.
“Lepaskan!” ketusnya.
“Bantu aku memilihkan gaun untuk calon istriku,” tutur Edard.
“Kau pilih saja sendiri. Lagi pula kenapa kau tidak mengajak calon istrimu saja? Kenapa harus aku? Kalau begini, wartawan semakin yakin kalau aku adalah pelakor,” cecar Raya.
“Aku mohon. Tolong aku,” kata Edard lagi. kali ini lelaki itu menatap Raya dengan tatapan memohon.
Raya mendengus kesal. Ia menatap sekelilingnya. Berbagai tatapan menjuru ke arahnya dan Edard. Ada baiknya kalau Raya mengalah dulu. Anggap saja ia sedang berbuat baik.
“Oke,” putusnya membuat Edard tersenyum lebar.
Raya pun langsung melangkah masuk ke dalam butik. Diikuti oleh Edard di belakangnya. Saat di dalam, banyak pasang mata yang menatap mereka.
“Bukankah itu Edard Stollin? Lihatlah, dia bersama selingkuhannya. Apa mereka berencana menikah?” ujar salah satu pengunjung sembari menatap ke arah Edard dan Raya.
“Mungkin bisa jadi. Ah, sungguh kasian tunangannya,” ujar yang satunya lagi.
Raya mengernyit risih mendengar percakapan itu. Dia bukan pelakor!
Raya tersentak saat ada sebuah tangan menepuk bahunya pelan. “Sudah, tidak perlu kau hiraukan,” ujar Edard menenangkan.
“Ini semua karena kau,” desis Raya. Edard hanya diam tak menjawab.
“Edard?” sapa seseorang membuat Edard dan Raya mengalihkan pandangan mereka.
Rahang Edard langsung mengeras begitu tahu siapa yang telah memanggilnya. Matanya menyorot tajam pada gadis yang datang menghampirinya bersama lelaki lain. Gadis itu yang berhasil menghancurkan hidupnya. Gadis itu yang berhasil memporakporandakan hatinya. Dan lelaki itu, lelaki yang berhasil merebut cintanya. Sampai kapanpun, Edard akan selalu menanamkan kebencian pada dua orang itu.
“Edard, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Lora. Pandangannya menatap bingung terlebih lagi dengan kehadiran Raya.
Edard menatap datar ke arah Lora dengan datar. “Menurutmu apa yang dilakukan sepasang kekasih di butik gaun pernikahan?” tanya Edard.
Raya hendak memprotes ucapan Edard yang menyebut kalau mereka sepasang kekasih. Namun melihat wajah dingin Edard membuat nyalinya menjadi ciut. Ia mengurungkan niatnya.
“Apa dia..”
Edard meraih tangan Raya lalu menggenggamnya. “Ya, dia calon istriku.”
“Apa otakmu sudah hilang? Bisa-bisanya kau mengatakan kalau aku adalah calon istrimu!” marah Raya ketika mereka sedang berada di perjalanan pulang.Nafas gadis itu terdengar memburu. Dadanya naik turun menandakan ia tengah emosi. Matanya menatap ke jendela. Ia kesal dengan sikap Edard yang seenaknya. Bagaimana bisa lelaki itu mengatakan kalau ia adalah calon istrinya?Menjadi istri? Itu bukanlah keinginan Raya. Dalam kamus hidupnya, ia tidak pernah menginginkan status istri. Ia hanya ingin hidup dengan dirinya sendiri. Hidup bebas tanpa ikatan adalah impian Raya sejak dulu. Ia tidak mau membuang waktu berharganya hanya karena urusan percintaan. Ia tidak peduli dengan tanggapan orang lain, yang ia butuhkan adalah kebahagiaan untuk dirinya.Edard membuang nafas pelan. Mata lelaki itu masih fokus menatap ke jalan. Ia tahu ini kalau Raya kesal padanya. Ia juga menyadari itu. Kalau ia yang berada di posisi Raya, ia pasti juga akan melakukan hal yang sama.
Raya berjalan menyusuri koridor gedung fakultas hukum. Kedua tangannya mendekap tumpukan buku tebal. Wajahnya terlihat kusut. Bibirnya tak henti menggerutu. Hari ini mood-nya benar-benar buruk. Bagaimana ia tidak kesal? Tadi ketika ia baru berangkat, tiba-tiba ia diserbu oleh banyak gadis terutama oleh Scarlett and the gank.Awalnya ia bingung apa yang membuat mereka menyerbunya, namun ketika Scarlett menyebut nama Edard, Raya jadi mengerti apa permasalahannya. Terlebih lagi dengan berita yang menyebutkan kalau Raya akan menikah dengan Edard yang beredar di berbagai acara gosip dan berita di media sosial.Tentu saja hal itu memicu berbagai argument. Apa lagi Scarlett. Gadis itu bahkan menyindir Raya kalau selama ini Raya tidak mau berhubungan dengan lelaki lain karena tidak memenuhi kriterianya. Jadi ketika Edard mendekatinya dan mengajak menikah, Raya langsung menerima karena menurut Scarlett, siapa sih yang bisa menolak pesona seorang Edard Stollin? Ada! Itu Raya men
Raya menatap dirinya di pantulan cermin besar di depannya. Kemudian menghembuskan nafasnya pelan. Apa mungkin ini keputusan terbaik yang ia pilih? Apa mungkin setelah ini hidupnya akan tetap berjalan seperti sebelumnya? Setelah berdebat panjang dengan Edard, akhirnya Raya bersedia membantu Edard dengan syarat pernikahan ini hanya sebagai formalitas saja. Tidak ada yang namanya pernikahan sungguhan. Raya juga bebas melakukan apapun dan pernikahan dilangsungkan secara privat. Raya tidak ingin menjadi bullyan di kampusnya hanya karena ia menikah. Tanpa banyak pertimbangan, Edard pun menyetujui syarat dari Raya. Karena yang ia butuhkan saat ini hanyalah pengantin pengganti.Tepat setelah menyetujui persayaratan itu, hari ini mereka melangsungkan pernikahan dan sesuai dengan permintaan Raya, pernikahan ini dilangsungkan dengan privat. Tidak ada yang tahu kecuali Davin, sahabat Raya. Untuk orang tua Edard, beruntungnya mereka tidak bisa hadir karena masih ada urusan bisnis. M
Seharusnya, Edard menjelma menjadi lelaki paling bahagia karena bisa menikah dengan gadis cantik seperti Raya yang kini sudah sah menjadi istrinya. Baik secara agama maupun hukum.Seharusnya, sebagai pengantin baru, Edard bisa menikmati moment penting bersama istrinya seperti tidur seranjang.Seharusnya juga, Edard merasakan bagaimana rasanya dilayani dengan baik oleh istrinya seperti Papanya dulu.Tapi semua itu sepertinya hanya ada di dalam imajinasinya saja. Jangankan untuk dilayani, diizinkan masuk ke kamar sama tidak.Edard ingat betul bagaimana Raya memberinya satu bogem mentah ketika Edard masuk ke kamar ketika Raya sedang berganti pakaian. Bukankah seharusnya itu biasa saja karena mereka sudah suami istri?Tapi kembali lagi, rupanya Edard melupakan sesuatu. Ia lupa kalau pernikahan ini hanya di atas kertas. Raya mau menikah dengannya hanya sebatas memberi bantuan.Raya tidak meminta cerai di hari pertama mereka menikah saja itu sudah
"Davin!" teriak Raya dengan nyaring.Membuat beberapa pasang mata pengunjung mall melihat ke arahnya. Namun gadis itu terlihat tidak peduli dan terus berjalan ke arah Davin. Nafasnya menggebu-gebu bersiap menumpahkan segala amarah untuk lelaki itu.Sementara Davin, lelaki itu terdiam kaku di tempatnya. Dalam hatinya, ia merutuk kesal. Padahal tadi ia sudah berusaha untuk tidak terlihat tapi kenapa penglihatan Raya tajam sekali?Di lain sisi, ada Ava, gadis yang beberapa hari lalu telah resmi menjadi kekasihnya. Tampaknya gadis itu sedikit bingung melihat kedatangan Raya dengan muka marah."Vin, dia siapa? Apa dia temanmu?" tanya Ava pada Davin.Sedangkan Raya, gadis itu menatap Ava dengan penuh penilaian. Cukup bagus juga selera Davin, pikirnya.Davin berdehem sebentar kemudian menatap Raya lalu tersenyum lebar. "Hallo, Ray. Apa kabar?" tanyanya basa-basi.Raya mendengus kesal. Bisa-bisanya Davin dengan percaya diri tersenyum lebar di
Ava menganga tak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan. Bagaimana mungkin Edard Stollin sudah menikah? Bahkan tidak ada pemberitaan apapun tentang lelaki itu baik di televisi atau di media sosial.Lagipula, yang benar saja lelaki setampan Edard mau menikahi gadis gatal seperti Raya. Ah, itu tidak mungkin."Ternyata Edard suka becanda, ya?" kekeh Ava membuat Raya memutar bola matanya malas."Dia memang suami Raya, Va." Davin memberitahu dengan nada datar."Mana mungkin seorang Edard mau menikahi gadis gatal seperti Raya, Vin?" ujar Ava tanpa tahu malu.Padahal jelas-jelas disini dia yang gatal. Lihat saja tingkahnya, terlihat sekali kalau sedang menggoda suami orang.Sedangkan Raya, gadis itu tentu saja menahan amarah karena selalu disebut gadis gatal oleh Ava. Namun Edard terus menggenggam erat tangannya agar ia tidak bertindak gegabah.Ava, dimana Davin menemukan gadis ular semacam ini? Sejak bersama Davin, lelaki itu be
"Mampir sebentar di toko depan, aku ingin beli sesuatu," pinta Raya saat ia mengingat ada barang yang perlu ia beli.Edard mengangguk kecil menyetujui permintaan Raya. Saat sampai di toko yang dimaksud Raya, Edard segera menepikan mobilnya."Aku akan menemanimu," ujar Edard.Raya mengernyitkan keningnya. "Tidak perlu, aku bisa sendiri," tolaknya kemudian bergegas keluar mobil.Sementara Edard, lelaki itu hanya menghela nafasnya pelan. Ia lupa kalau Raya adalah gadis yang mandiri. Tentu saja hal semacam ini akan dinilai terlalu manja baginya.Mata Edard menatap punggung Raya yang semakin menjauh lalu hilang dibalik pintu toko. Edard mengeluarkan ponselnya untuk mengusir rasa bosan.Lelaki itu menatap foto Raya yang ia jadikan wallpaper di ponselnya. Bibirnya tertarik ke atas, membentuk lengkungan setengah lingkaran.Ia sengaja memasang foto gadis itu di ponselnya karena ia memang menyukainya. Tentu saja hal itu tanpa sepeng
Tampak dua insan yang duduk di sofa tamu saling melempar tatapan. Keduanya kompak diam saat ditatap oleh seorang wanita paruh baya yang tengah bersedekap dada di depan mereka. Tatapan wanita itu jelas menuntut penjelasan.Edard menghela nafasnya berat kemudian menatap wanita itu. "Baiklah, aku minta maaf karena tidak memberitahu soal pernikahanku," ujarnya dengan wajah dibuat semenyesal mungkin agar wanita di depannya itu bisa melunak.Wanita itu lalu mengalihkan tatapannya ke Raya. Gadis itu tertunduk sembari menautkan kedua jemarinya. Jujur saja, ditatap seperti itu membuat dirinya kembali ke kenangan masa ospek dulu. Benar-benar menegangkan. Jadi begini rasanya bertemu mertua? Itulah salah satu alasan mengapa ia tidak mau menikah. Ia takut memiliki mertua yang kejam seperti di film yang kerap kali ia tonton.Wanita paruh baya itu menatap Raya dengan tatapan penuh penilaian. Mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki. Membuat jantung Raya ingin lompat dari temp