Share

Tiba-tiba, aku bersamamu
Tiba-tiba, aku bersamamu
Author: Sellova96

Pasangan Palsu

Author: Sellova96
last update Last Updated: 2021-12-31 12:52:15

Lalu lalang kendaraan tampak padat karena ini merupakan jam pulang kerja. Seorang gadis dengan pakaian mini itu tengah duduk di salah satu caffe yang berada di dekat jalan. Gadis itu terlihat sedang mengotak-atik ponselnya. Entah apa yang dia lihat, namun tampaknya sangat serius.

Sesekali gadis itu menyesap jus alpukat yang tinggal setengah itu, kemudian ia kembali menatap layar ponselnya. Udara dingin tak membuat gadis dengan pakaian mini itu merasa kedinginan. Ia malah terlihat biasa-biasa saja. Sampai ada seseorang yang datang menghampirinya.

“Maaf, aku terlambat,” ujar orang yang baru datang itu. Kemudian menarik kursinya ke belakang dan duduk.

Gadis itu mendecak sinis. “Kau tahu? Aku sudah menghabiskan waktu dua jam hanya untuk menunggumu disini. Menyebalkan sekali!” gerutunya kesal.

Orang itu meringis kecil kemudian menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Matanya menatap ada tiga gelas kosong berada di hadapannya. Membuktikan bahwa ucapan gadis itu yang sudah menunggunya selama dua jam adalah benar.

“Kau tahu sendirilah, jalanan selalu macet. Apalagi di jam seperti ini,” kilah orang itu dengan diiringi kekehan canggung.

Gadis itu menaikkan pandangannya. Hanya melemparkan tatapan kesal kemudian kembali menatap layar ponselnya. Orang berdehem sebentar lalu membenarkan posisi duduknya. Ia menggeser kursinya untuk mendekat pada gadis itu.

“Jadi, ada apa kau memintaku kemari?” tanya orang itu.

Gadis itu meletakkan ponselnya kemudian menatap orang itu. “Besok malam, Scarlett, salah satu temanku di kampus akan mengadakan pesta ulang tahun. Dan dia memintaku untuk datang ke sana,” beritahunya.

Orang itu menganggukkan kepalanya. “Lalu apa hubungannya denganku?” tanyanya lagi.

Gadis itu mendecak kesal. “Dia mengharuskan semua tamu datang dan membawa pasangannya,” keluhnya.

“Kau tinggal bawa saja pasangan, apa yang susah?”

Tangan gadis itu terangkat lalu memukul lengan lelaki di depannya. Sekolahnya saja yang tinggi, memiliki gelar Magister tapi urusan seperti ini otaknya tidak sampai. Apa tujuannya meminta lelaki itu untuk datang? Ya jelas untuk meminta bantuannya. Tapi.. Arrgghhh! Menyebalkan!

“Kau tahu sendiri aku tidak memiliki pasangan. Jadi lebih baik aku meminta bantuanmu untuk menjadi pasanganku. Kau mau, kan?” ujarnya sembari memasang puppy eyes. Berharap lelaki di depannya itu mau membantunya.

“Sudah ku bilang, lebih baik kau cari pacar saja. Kau cantik, Ray. Tidak ada lelaki yang tidak menyukaimu,” usul lelaki itu.

Raya, gadis itu mendengus kesal. Ia tidak suka berhubungan dengan lelaki. Bukan, bukan karena ia tidak normal. Hanya saja, ia tidak ingin menjalin hubungan karena menurutnya itu terlalu merepotkan. Raya hanya ingin memiliki hidup yang bebas tanpa ada aturan dari siapapun. Ia tidak suka di kekang, ia ingin melakukan apapun sesuka dia tanpa ada yang melarang.

“Aku tidak minat. Berhubungan dengan lelaki terlalu merepotkan. Lagi pula aku sudah bahagia dengan diriku yang sekarang. Aku menyukai kebebasan,” balas Raya diakhiri dengan senyum smirk.

Davin, lelaki itu mendesah pasrah. Berulang kali ia mensehati sahabatnya untuk mencari pacar namun gadis itu selalu menolak. Padahal Raya adalah salah satu gadis yang menjadi incaran di unversitas tempat gadis itu belajar. Hanya saja, Raya selalu menutup pintu hatinya rapat. Tidak membiarkan siapapun untuk masuk.

Beruntung Davin adalah satu-satunya lelaki  yang bisa dekat dengan gadis itu. Itupun karena mereka adalah teman masa kecil. Kalau bukan, mungkin gadis itu tidak akan memiliki teman lelaki.

“Kalau seperti ini, selalu aku yang kau repotkan. Kau tahu berapa banyak gadis yang ku taksir berujung menjauhiku karenamu?” kesal Davin.

Sementara Raya, gadis itu hanya menampilkan cengiran lebarnya. Memang benar, setiap Davin memiliki teman kencan, Raya pasti selalu menggagalkannya. Ia hanya takut kalau suatu saat nanti Davin memiliki kekasih, lelaki itu jadi tidak peduli lagi dengannya. Selama ini hanya Davin yang selalu membantunya. Bisa dibilang, Raya telah bergantung pada Davin.

“Kalau begitu, mending kita pacaran saja,” usul Raya dengan gamblang.

Davin mendelik kemudian menyentil dahi Raya dengan pelan. “Sembarangan. Kau itu sudah ku anggap seperti adikku sendiri. Jadi mana mungkin aku menyukaimu. Aku menyayangimu sebatas adik, Ray.”

Raya memutar bola matanya malas. “Maka dari itu kau harus membantu adikmu ini,” bujuk Raya lagi. gadis itu tidak akan menyerah sebelum Davin mau menuruti keinginannya.

“Iya-iya, baiklah. Aku akan menjadi pasangan palsumu nanti malam,” putus Davin membuat Raya bersorak senang.

“Kakakku yang terbaik!” pujinya kemudian memeluk Davin dari belakang.

Davin menghela nafasnya pelan ketika melihat pakaian Raya yang selalu kurang bahan itu. “Apa kau tidak cukup uang untuk membeli pakaian, Ray?” tanyanya sinis.

Raya melepaskan pelukannya dengan wajah kesal. Ia kembali duduk di kursinya. “Ini namanya fashion!” ujarnya sembari menatap Davin.

Davin menyipitkan matanya, merasa tak suka dengan pendapat Raya. “Memakai baju seperti itu akan membuat tubuhmu kedinginan. Udara hari ini lebih dingin dari kemarin-kemarin,” ujar Davin memperingati Raya.

“Tapi aku tidak merasa kedinginan. Aku nyaman dengan apa yang ku pakai sekarang. Ayolah, Vin. Kau tahu aku tidak suka diatur, jadi berhentilah mengaturku, oke?”

"Lalu bagaimana kalau kau menikah nanti? Suamimu pasti akan mengaturmu," ujar Davin.

"Aku tidak ingin menikah. Kau tahu itu," tandas Raya.

Davin tak lagi memprotes tentang pakaian Raya. Lelaki itu memilih diam dan memutuskan untuk memesan makanan. Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Kedua orang itupun sudah menghabiskan makan malamnya.

Davin tengah membersihkan bibirnya dengan tissue. “Bagaimana kuliahmu?,” tanyanya pada Raya yang tengah memakan dessertnya.

Gadis itu menaikkan pandangannya. “Biasa saja. Tidak ada yang menarik,” jawabnya.

“Bukankah sebentar lagi kau akan lulus? Setelah lulus ingin kerja dimana? Bagaimana kalau di kantorku saja? Perusahaan tempatku bekerja adalah perusahaan hotel terbesar di kota ini. Kau bisa melamar bekerja di sana,” usul Davin.

Saat ini lelaki itu tengah bekerja di sebuah hotel ternama di kota ini. Bahkan banyak orang yang ingin bekerja di sana. Namun karena peraturannya yang super ketat, membuat beberapa orang tidak diterima di perusahaan itu.

Raya menggelengkan kepalanya. Merasa tidak ingin mengikuti usualan Davin. “Aku tidak ingin. Aku ingin menjadi traveller. Menjelajahi dunia, bukankah itu lebih menarik? Aku akan merasa jauh lebih bebas,” katanya sembari menampilkan senyuman lebar.

Gadis itu terlihat tengah membayangkan bagaimana bahagianya jika ia bisa mewujudkan cita-citanya. Menjadi traveller adalah impiannya sejak dulu. Mengarungi berbagai negara sekaligus menambah wawasannya.

Davin hanya mengangguk saja. Toh, percuma juga menasehati gadis keras kepala seperti Raya. Lelaki itu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. “Aku pulang lebih dulu,” ujar Davin.

Raya menatapnya tak rela. “Kenapa cepat sekali?”

“Ada hal yang harus aku selesaikan,” kata lelaki itu kemudian melepaskan jaket demin yang dikenakannya. Kemudian menyampirkan jaket itu ke kedua bahu Raya.

“Udara sedang dingin dan jangan pulang terlalu malam,” peringatnya kemudian berlalu meninggalkan Raya sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tiba-tiba, aku bersamamu   Bertemu Jean

    Sumpah serapah jelas keluar dari bibir Raya apalagi saat mengingat bagaimana dengan gamblangnya, Edard melayangkan satu kecupan manis di bibirnya tanpa permisi.Hei! Bibir Raya yang awalnya masih suci jelas ternodai oleh tindakan Edard yang menurutnya kurang ajar. Ya, jelas saja kurang ajar meskipun mereka sudah menikah, tapi meraka menikah hanya di atas kertas. Tapi kenapa Edard selalu bersikap kalau mereka ini menikah sungguhan? Sangat menyebalkan.Raya tersentak saat merasakan sesuatu yang dingin menyentuh kedua pipinya. Ternyata itu Edard yang baru saja menempelkan sebotol minuman dingin ke pipinya."Ish!" Dengus Raya dengan sebal. Ia mengusap pipinya yang basah karena embun minuman itu.Edard duduk di sebelah Raya yang tampak cemberut. Lelaki itu tertawa pelan melihat ekspresi kesal milik gadis itu. Terlihat sangat menggemaskan. Bahkan Edard baru menyadari kalau istrinya itu menggemaskan.Saat ini mereka tengah duduk di sebuah taman kota. Sore hari yang cukup cerah. Apalagi Raya y

  • Tiba-tiba, aku bersamamu   Tak Terduga

    "Biar aku yang antar kamu ke kampus."Raya yang sedang menyisir rambutnya itu sontak memalingkan wajahnya menatap Edard yang sudah berdiri di ambang pintu. Kening gadis itu mengernyit, sedikit heran dengan keinginan Edard yang tiba-tiba itu? Tumben sekali, biasanya Edard lebih mengutamakan berangkat pagi ke kantor."Tumben. Kesambet apa kamu? Tapi nggak usah, aku bisa berangkat sendiri," kata Raya lagi.Ia hanya malas saja jika nanti Edard akan merecokinya sepanjang perjalanan. Lelaki itu sangat bawel jika menyangkut dirinya. Membuat Raya risih.Edard melangkah masuk ke kamar sembari bersedekap dada. Menatap Raya dengan pandangan menilik."Kamu mau bertemu dengan lelaki itu, ya? Makanya tidak mau aku antar," tuduh Edard.Yah, bukannya ia berniat menuduh Raya. Hanya saja ia tidak suka melihat Raya berdekatan dengan lelaki kemarin. Bahkan kelihatannya mereka cukup akrab. Siapa lelaki itu? Bukankah kata Davin, Raya tidak suka berdekatan dengan lelaki manapun selain Davin?Raya mendelik m

  • Tiba-tiba, aku bersamamu   Perkara Boneka

    Alis Raya mengerut dalam kala melihat seorang wanita memeluk Edard dengan mesra. Bahkan wanita itu dengan beraninya mencium Edard di depan Raya. Hei! Apa dia tidak lihat kalau Edard bersama orang lain? Siapa sih wanita itu? Bisa-bisanya bersikap agresif terhadap lelaki yang bukan mukhrimnya. Ditambah lagi Edard sepertinya tidak risih dengan kehadiran wanita itu. Buktinya lelaki itu malah mengulas senyum lebar.Raya menatap sekeliling. Banyak sekali orang yang memperhatikan dirinya dengan tatapan iba. Sial! Ia merasa seperti nyamuk disini. Lebih baik ia pergi saja. Toh, untuk apa melihat kemesraan dua orang yang tak tau malu itu. Buang-buang waktu saja.Raya berniat melangkahkan kakinya meninggalkan Edard. Namun lengannya dicekal oleh Edard. Raya meliriknya sinis."Je, kenalkan ini Raya," ujar Edard sembari merangkul pundak Raya.Raya menggerakkan bahunya risih akan keberadaan tangan Edard. Wanita yang dipanggil "Je" itu menatap Raya dari atas sampai bawah dengan tatapan menilai. Waja

  • Tiba-tiba, aku bersamamu   Siapa Dia?

    Raya menepuk pipinya berulang kali. Pikirannya masih melayang pada insiden tadi pagi. Bisa-bisanya Edard bersikap tidak senonoh padanya. Sembarangan menciumnya. Tentu saja hal itu membuat Raya kesal. Tapi, selain rasa kesal, perasaan aneh lebih mendominasi dirinya.Bahkan jantungnya seperti bekerja dua kali lebih cepat saat Edard menciumnya. Memang hanya sekilas, tapi tetap saja. Ini adalah yang pertama bagi Raya. Wajar jika Raya merasa aneh.Ditambah lagi dengan panggilan "sayang" yang lelaki itu sematkan. Sial! Kesambet apa dia sampai berubah jadi semanis itu. Ingin membuat Raya jatuh cinta? Tidak semudah itu. Apalagi hanya dengan ucapan manis, Raya sudah sering mendapatkan itu dari Sam yang sangat menyukainya.Perkara kejadian itu, Raya memutuskan untuk mengurung diri di kamar daripada harus bertemu dengan Edard. Berhubung ini hari libur, sudah pasti lelaki itu ada di rumah. Untung saja Emily sedang pergi bersama teman-temannya. Jadi ia tidak perlu berakting menjadi istri Edard se

  • Tiba-tiba, aku bersamamu   Morning Kiss

    Kicauan burung kian terdengar bersahutan. Mengusik tidur tenang gadis yang masih setia di bawah gulungan selimut. Sinar mentari pun sudah naik. Menerobos masuk melalui kaca jendela.Gadis itu melenguh pelan. Tangannya terentang, meregangkan otot-otot. Selimut itupun tersibak, menampakkan gadis yang tengah mengusap kedua wajahnya.Gadis itu beranjak duduk dan menilik jam yang ada di nakasnya. Waktu menunjukkan pukul 7 pagi. Beruntung ini hari minggu, ia tidak perlu berangkat kuliah.Raya, gadis itupun bergegas turun dari ranjangnya dan berjalan menuju walk in closet. Berniat untuk mencuci mukanya.Tiba-tiba ia teringat akan sesuatu. Pikirannya langsung tertuju pada Edard. Semalam ia mengunci kamarnya, sudah pasti lelaki itu tidak bisa masuk. Lantas dimana lelaki itu tidur?Raya menggelengkan kepalanya. Untuk apa ia memikirkan Edard? Masalah lelaki itu tidur dimana saja bukanlah urusannya. Toh, rumahnya ini memiliki banyak kamar. Jadi tidak perlu berlebihan.Meskipun jika Emily melihatn

  • Tiba-tiba, aku bersamamu   Ketahuan

    Kedua netra yang bertabrakan itu saling memutuskan kontak. Raya melengos begitu saja dan masuk ke dalam tanpa peduli dengan Edard yang terus memperhatikannya. Biar saja, demi apapun Raya membenci Edard yang egois seperti ini. Sudah memiliki kesepakatan namun dengan seenak jidatnya Edard mengubah kesepakatan itu. Ia pikir Raya akan setuju? Cih!Raya berjalan menuju kamarnya lalu mengunci pintu. Terserah bagaimana nanti Edard menjelaskan pada Emily perihal mereka yang tidak tidur satu kamar. Salah siapa mencari masalah dengan Raya.Sementara itu, Edard yang kini tengah berbaring di sofa ruang keluarga tampak termenung. Pandangannya menatap lurus ke plafon di atasnya. Memikirkan tindakannya barusan. Apa ia salah mengatakan itu pada Raya? Atau mungkin, apa ini terlalu cepat sehingga Raya belum siap menerimanya?"Sedang apa, Ed?" Edard tersentak kaget ketika mendapati Emily berjalan ke arahnya. Lelaki itu menilik jam yang tergantung di dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Edar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status