Lalu lalang kendaraan tampak padat karena ini merupakan jam pulang kerja. Seorang gadis dengan pakaian mini itu tengah duduk di salah satu caffe yang berada di dekat jalan. Gadis itu terlihat sedang mengotak-atik ponselnya. Entah apa yang dia lihat, namun tampaknya sangat serius.
Sesekali gadis itu menyesap jus alpukat yang tinggal setengah itu, kemudian ia kembali menatap layar ponselnya. Udara dingin tak membuat gadis dengan pakaian mini itu merasa kedinginan. Ia malah terlihat biasa-biasa saja. Sampai ada seseorang yang datang menghampirinya.
“Maaf, aku terlambat,” ujar orang yang baru datang itu. Kemudian menarik kursinya ke belakang dan duduk.
Gadis itu mendecak sinis. “Kau tahu? Aku sudah menghabiskan waktu dua jam hanya untuk menunggumu disini. Menyebalkan sekali!” gerutunya kesal.
Orang itu meringis kecil kemudian menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Matanya menatap ada tiga gelas kosong berada di hadapannya. Membuktikan bahwa ucapan gadis itu yang sudah menunggunya selama dua jam adalah benar.
“Kau tahu sendirilah, jalanan selalu macet. Apalagi di jam seperti ini,” kilah orang itu dengan diiringi kekehan canggung.
Gadis itu menaikkan pandangannya. Hanya melemparkan tatapan kesal kemudian kembali menatap layar ponselnya. Orang berdehem sebentar lalu membenarkan posisi duduknya. Ia menggeser kursinya untuk mendekat pada gadis itu.
“Jadi, ada apa kau memintaku kemari?” tanya orang itu.
Gadis itu meletakkan ponselnya kemudian menatap orang itu. “Besok malam, Scarlett, salah satu temanku di kampus akan mengadakan pesta ulang tahun. Dan dia memintaku untuk datang ke sana,” beritahunya.
Orang itu menganggukkan kepalanya. “Lalu apa hubungannya denganku?” tanyanya lagi.
Gadis itu mendecak kesal. “Dia mengharuskan semua tamu datang dan membawa pasangannya,” keluhnya.
“Kau tinggal bawa saja pasangan, apa yang susah?”
Tangan gadis itu terangkat lalu memukul lengan lelaki di depannya. Sekolahnya saja yang tinggi, memiliki gelar Magister tapi urusan seperti ini otaknya tidak sampai. Apa tujuannya meminta lelaki itu untuk datang? Ya jelas untuk meminta bantuannya. Tapi.. Arrgghhh! Menyebalkan!
“Kau tahu sendiri aku tidak memiliki pasangan. Jadi lebih baik aku meminta bantuanmu untuk menjadi pasanganku. Kau mau, kan?” ujarnya sembari memasang puppy eyes. Berharap lelaki di depannya itu mau membantunya.
“Sudah ku bilang, lebih baik kau cari pacar saja. Kau cantik, Ray. Tidak ada lelaki yang tidak menyukaimu,” usul lelaki itu.
Raya, gadis itu mendengus kesal. Ia tidak suka berhubungan dengan lelaki. Bukan, bukan karena ia tidak normal. Hanya saja, ia tidak ingin menjalin hubungan karena menurutnya itu terlalu merepotkan. Raya hanya ingin memiliki hidup yang bebas tanpa ada aturan dari siapapun. Ia tidak suka di kekang, ia ingin melakukan apapun sesuka dia tanpa ada yang melarang.
“Aku tidak minat. Berhubungan dengan lelaki terlalu merepotkan. Lagi pula aku sudah bahagia dengan diriku yang sekarang. Aku menyukai kebebasan,” balas Raya diakhiri dengan senyum smirk.
Davin, lelaki itu mendesah pasrah. Berulang kali ia mensehati sahabatnya untuk mencari pacar namun gadis itu selalu menolak. Padahal Raya adalah salah satu gadis yang menjadi incaran di unversitas tempat gadis itu belajar. Hanya saja, Raya selalu menutup pintu hatinya rapat. Tidak membiarkan siapapun untuk masuk.
Beruntung Davin adalah satu-satunya lelaki yang bisa dekat dengan gadis itu. Itupun karena mereka adalah teman masa kecil. Kalau bukan, mungkin gadis itu tidak akan memiliki teman lelaki.
“Kalau seperti ini, selalu aku yang kau repotkan. Kau tahu berapa banyak gadis yang ku taksir berujung menjauhiku karenamu?” kesal Davin.
Sementara Raya, gadis itu hanya menampilkan cengiran lebarnya. Memang benar, setiap Davin memiliki teman kencan, Raya pasti selalu menggagalkannya. Ia hanya takut kalau suatu saat nanti Davin memiliki kekasih, lelaki itu jadi tidak peduli lagi dengannya. Selama ini hanya Davin yang selalu membantunya. Bisa dibilang, Raya telah bergantung pada Davin.
“Kalau begitu, mending kita pacaran saja,” usul Raya dengan gamblang.
Davin mendelik kemudian menyentil dahi Raya dengan pelan. “Sembarangan. Kau itu sudah ku anggap seperti adikku sendiri. Jadi mana mungkin aku menyukaimu. Aku menyayangimu sebatas adik, Ray.”
Raya memutar bola matanya malas. “Maka dari itu kau harus membantu adikmu ini,” bujuk Raya lagi. gadis itu tidak akan menyerah sebelum Davin mau menuruti keinginannya.
“Iya-iya, baiklah. Aku akan menjadi pasangan palsumu nanti malam,” putus Davin membuat Raya bersorak senang.
“Kakakku yang terbaik!” pujinya kemudian memeluk Davin dari belakang.
Davin menghela nafasnya pelan ketika melihat pakaian Raya yang selalu kurang bahan itu. “Apa kau tidak cukup uang untuk membeli pakaian, Ray?” tanyanya sinis.
Raya melepaskan pelukannya dengan wajah kesal. Ia kembali duduk di kursinya. “Ini namanya fashion!” ujarnya sembari menatap Davin.
Davin menyipitkan matanya, merasa tak suka dengan pendapat Raya. “Memakai baju seperti itu akan membuat tubuhmu kedinginan. Udara hari ini lebih dingin dari kemarin-kemarin,” ujar Davin memperingati Raya.
“Tapi aku tidak merasa kedinginan. Aku nyaman dengan apa yang ku pakai sekarang. Ayolah, Vin. Kau tahu aku tidak suka diatur, jadi berhentilah mengaturku, oke?”
"Lalu bagaimana kalau kau menikah nanti? Suamimu pasti akan mengaturmu," ujar Davin.
"Aku tidak ingin menikah. Kau tahu itu," tandas Raya.
Davin tak lagi memprotes tentang pakaian Raya. Lelaki itu memilih diam dan memutuskan untuk memesan makanan. Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Kedua orang itupun sudah menghabiskan makan malamnya.
Davin tengah membersihkan bibirnya dengan tissue. “Bagaimana kuliahmu?,” tanyanya pada Raya yang tengah memakan dessertnya.
Gadis itu menaikkan pandangannya. “Biasa saja. Tidak ada yang menarik,” jawabnya.
“Bukankah sebentar lagi kau akan lulus? Setelah lulus ingin kerja dimana? Bagaimana kalau di kantorku saja? Perusahaan tempatku bekerja adalah perusahaan hotel terbesar di kota ini. Kau bisa melamar bekerja di sana,” usul Davin.
Saat ini lelaki itu tengah bekerja di sebuah hotel ternama di kota ini. Bahkan banyak orang yang ingin bekerja di sana. Namun karena peraturannya yang super ketat, membuat beberapa orang tidak diterima di perusahaan itu.
Raya menggelengkan kepalanya. Merasa tidak ingin mengikuti usualan Davin. “Aku tidak ingin. Aku ingin menjadi traveller. Menjelajahi dunia, bukankah itu lebih menarik? Aku akan merasa jauh lebih bebas,” katanya sembari menampilkan senyuman lebar.
Gadis itu terlihat tengah membayangkan bagaimana bahagianya jika ia bisa mewujudkan cita-citanya. Menjadi traveller adalah impiannya sejak dulu. Mengarungi berbagai negara sekaligus menambah wawasannya.
Davin hanya mengangguk saja. Toh, percuma juga menasehati gadis keras kepala seperti Raya. Lelaki itu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. “Aku pulang lebih dulu,” ujar Davin.
Raya menatapnya tak rela. “Kenapa cepat sekali?”
“Ada hal yang harus aku selesaikan,” kata lelaki itu kemudian melepaskan jaket demin yang dikenakannya. Kemudian menyampirkan jaket itu ke kedua bahu Raya.
“Udara sedang dingin dan jangan pulang terlalu malam,” peringatnya kemudian berlalu meninggalkan Raya sendiri.
Brakk!!Seorang gadis cantik dengan dress berwarna merah itu tampak terkejut dalam duduknya. Beberapa lembar foto dirinya dengan lelaki terpampang jelas di sana. Mulutnya terbuka, masih syok melihat itu. Kemudian ia menaikkan pandangannya, menatap wajah lelaki di depannya. Wajah itu tampak tegang. Rahangnya mengetat. Guratan emosi terpancar jelas. Mengeluarkan aura intimidasi yang mampu membuat nyali gadis itu menciut.“Apa maksudmu?” tanya lelaki itu dengan suara rendah, menahan emosinya agar tidak meledak di hadapan gadis itu.Sementara gadis itu merundukkan kepalanya. Tak berani menatap mata elang lelaki itu. “A-aku…”“Kenapa kau tega melakukan ini padaku?!” bentak lelaki itu. Tak mampu lagi menahan gejolak emosi dalam dirinya.Rasa marah, kecewa, serta sakit semuanya berpadu menjadi satu. Gadis itu, satu-satunya gadis yang sangat ia cintai, yang sangat ia kasihi, ternyata bermain belakang dengan lelaki
Raya langsung menarik lengan lelaki itu yang terentang. Membuat lelaki itu terhuyung ke belakang. Karena posisi Raya berada di belakang lelaki itu, otomatis ketika lelaki itu terjatuh ke belakang, badannya menimpa Raya. Alhasil keduanya jatuh dengan posisi lelaki itu berada di atas tubuh Raya.Tatapan Raya memaku pada wajah lelaki yang berada di atasnya. Lelaki itu terlihat tampan meski dalam keadaan gelap seperti ini. Tatapan tajam lelaki itu membuat Raya tak mampu untuk sekedar mengalihkan pandangan barang sedetik saja. Bahkan aroma tubuhnya yang maskulin begitu memanjakan indra penciuman Raya. Raya mengerjap pelan seperti tersadar ke alam sadarnya. Ia segera mendorong lelaki itu dengan kasar. Membuat lelaki itu terguling ke samping.Raya segera bangkit dari posisinya. Gadis itu menepuk pelan pantatnya yang kotor. Ia menatap geram lelaki yang kini tengah duduk dengan posisi kaki di tekuk. Mata lelaki itu menatap kosong ke sungai yang ada di depannya. Raya yang niatny
Raya menatap layar televisi dengan kesal. Bagaimana tidak? Sekarang semua saluran menayangkan berita tentang Edard Stollin yang jalan dengan gadis lain yang bukan tunangannya. Dan parahnya lagi, gadis itu adalah dirinya sendiri. Membuat Raya merasa seperti gadis selingkuhan Edard. Lagi pula bukannya lelaki itu tidak memiliki kekasih? Ah, lebih tepatnya baru saja putus karena ditinggalkan oleh pacarnya.Raya memijat kepalanya yang mendadak pusing. Merasa menyesal karena telah menjadikan Edard sebagai pasangan sewaannya yang malah berujung menyusahkan seperti ini. Seharusnya ia tidak menolong Edard saat itu. Biarkan saja lelaki itu bunuh diri, toh itu bukan hal yang penting untuk Raya.“Argghhh! Menyebalkan!” pekik Raya sembari memukuli bantal yang ada dipangkuannya.Hari ini gadis itu sedang tidak ada kelas. Biasanya ia akan pergi berjalan-jalan atau sekedar me time. Bukannya Raya tidak memiliki teman. Banyak gadis yang ingin berteman dengan Raya. Han
Kening Raya mengkerut dalam saat mobil yang di kendarai oleh Edard berhenti di sebuah toko berlian yang terkenal di kota ini. Pikirannya menerka-nerka bantuan apa yang dibutuhkan lelaki itu di tempat ini? Meminta Raya untuk memilihkan perhiasan untuk kekasihnya barunya? Atau mungkin kekasihnya yang kemarin sudah kembali? Ah, entahlah. Raya tidak peduli dengan itu. Toh, bukan urusan dia juga. Tujuannya hanya ingin balas budi lalu setelah itu selesai.Tangan Edard terulur menyentil kening Raya yang mengkerut dengan pelan. “Jangan terlalu dalam, nanti cepat tua,” ujarnya pelan.Raya melotot mendengar ucapan Edard. Ia menepis kasar tangan lelaki itu yang masih bertengger di keningnya. “Jauhkan tanganmu! Aku tidak mau ada gosip baru yang muncul di media,” ketusnya.“Kita jalan berdua seperti ini saja sudah menimbulkan gosip,” sinis Edard membuat Raya mencebik kesal.Malas berlama-lama dengan Edard, Raya memilih untuk keluar
“Apa otakmu sudah hilang? Bisa-bisanya kau mengatakan kalau aku adalah calon istrimu!” marah Raya ketika mereka sedang berada di perjalanan pulang.Nafas gadis itu terdengar memburu. Dadanya naik turun menandakan ia tengah emosi. Matanya menatap ke jendela. Ia kesal dengan sikap Edard yang seenaknya. Bagaimana bisa lelaki itu mengatakan kalau ia adalah calon istrinya?Menjadi istri? Itu bukanlah keinginan Raya. Dalam kamus hidupnya, ia tidak pernah menginginkan status istri. Ia hanya ingin hidup dengan dirinya sendiri. Hidup bebas tanpa ikatan adalah impian Raya sejak dulu. Ia tidak mau membuang waktu berharganya hanya karena urusan percintaan. Ia tidak peduli dengan tanggapan orang lain, yang ia butuhkan adalah kebahagiaan untuk dirinya.Edard membuang nafas pelan. Mata lelaki itu masih fokus menatap ke jalan. Ia tahu ini kalau Raya kesal padanya. Ia juga menyadari itu. Kalau ia yang berada di posisi Raya, ia pasti juga akan melakukan hal yang sama.
Raya berjalan menyusuri koridor gedung fakultas hukum. Kedua tangannya mendekap tumpukan buku tebal. Wajahnya terlihat kusut. Bibirnya tak henti menggerutu. Hari ini mood-nya benar-benar buruk. Bagaimana ia tidak kesal? Tadi ketika ia baru berangkat, tiba-tiba ia diserbu oleh banyak gadis terutama oleh Scarlett and the gank.Awalnya ia bingung apa yang membuat mereka menyerbunya, namun ketika Scarlett menyebut nama Edard, Raya jadi mengerti apa permasalahannya. Terlebih lagi dengan berita yang menyebutkan kalau Raya akan menikah dengan Edard yang beredar di berbagai acara gosip dan berita di media sosial.Tentu saja hal itu memicu berbagai argument. Apa lagi Scarlett. Gadis itu bahkan menyindir Raya kalau selama ini Raya tidak mau berhubungan dengan lelaki lain karena tidak memenuhi kriterianya. Jadi ketika Edard mendekatinya dan mengajak menikah, Raya langsung menerima karena menurut Scarlett, siapa sih yang bisa menolak pesona seorang Edard Stollin? Ada! Itu Raya men
Raya menatap dirinya di pantulan cermin besar di depannya. Kemudian menghembuskan nafasnya pelan. Apa mungkin ini keputusan terbaik yang ia pilih? Apa mungkin setelah ini hidupnya akan tetap berjalan seperti sebelumnya? Setelah berdebat panjang dengan Edard, akhirnya Raya bersedia membantu Edard dengan syarat pernikahan ini hanya sebagai formalitas saja. Tidak ada yang namanya pernikahan sungguhan. Raya juga bebas melakukan apapun dan pernikahan dilangsungkan secara privat. Raya tidak ingin menjadi bullyan di kampusnya hanya karena ia menikah. Tanpa banyak pertimbangan, Edard pun menyetujui syarat dari Raya. Karena yang ia butuhkan saat ini hanyalah pengantin pengganti.Tepat setelah menyetujui persayaratan itu, hari ini mereka melangsungkan pernikahan dan sesuai dengan permintaan Raya, pernikahan ini dilangsungkan dengan privat. Tidak ada yang tahu kecuali Davin, sahabat Raya. Untuk orang tua Edard, beruntungnya mereka tidak bisa hadir karena masih ada urusan bisnis. M
Seharusnya, Edard menjelma menjadi lelaki paling bahagia karena bisa menikah dengan gadis cantik seperti Raya yang kini sudah sah menjadi istrinya. Baik secara agama maupun hukum.Seharusnya, sebagai pengantin baru, Edard bisa menikmati moment penting bersama istrinya seperti tidur seranjang.Seharusnya juga, Edard merasakan bagaimana rasanya dilayani dengan baik oleh istrinya seperti Papanya dulu.Tapi semua itu sepertinya hanya ada di dalam imajinasinya saja. Jangankan untuk dilayani, diizinkan masuk ke kamar sama tidak.Edard ingat betul bagaimana Raya memberinya satu bogem mentah ketika Edard masuk ke kamar ketika Raya sedang berganti pakaian. Bukankah seharusnya itu biasa saja karena mereka sudah suami istri?Tapi kembali lagi, rupanya Edard melupakan sesuatu. Ia lupa kalau pernikahan ini hanya di atas kertas. Raya mau menikah dengannya hanya sebatas memberi bantuan.Raya tidak meminta cerai di hari pertama mereka menikah saja itu sudah