Share

Tiba-tiba, aku bersamamu
Tiba-tiba, aku bersamamu
Penulis: Sellova96

Pasangan Palsu

Lalu lalang kendaraan tampak padat karena ini merupakan jam pulang kerja. Seorang gadis dengan pakaian mini itu tengah duduk di salah satu caffe yang berada di dekat jalan. Gadis itu terlihat sedang mengotak-atik ponselnya. Entah apa yang dia lihat, namun tampaknya sangat serius.

Sesekali gadis itu menyesap jus alpukat yang tinggal setengah itu, kemudian ia kembali menatap layar ponselnya. Udara dingin tak membuat gadis dengan pakaian mini itu merasa kedinginan. Ia malah terlihat biasa-biasa saja. Sampai ada seseorang yang datang menghampirinya.

“Maaf, aku terlambat,” ujar orang yang baru datang itu. Kemudian menarik kursinya ke belakang dan duduk.

Gadis itu mendecak sinis. “Kau tahu? Aku sudah menghabiskan waktu dua jam hanya untuk menunggumu disini. Menyebalkan sekali!” gerutunya kesal.

Orang itu meringis kecil kemudian menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Matanya menatap ada tiga gelas kosong berada di hadapannya. Membuktikan bahwa ucapan gadis itu yang sudah menunggunya selama dua jam adalah benar.

“Kau tahu sendirilah, jalanan selalu macet. Apalagi di jam seperti ini,” kilah orang itu dengan diiringi kekehan canggung.

Gadis itu menaikkan pandangannya. Hanya melemparkan tatapan kesal kemudian kembali menatap layar ponselnya. Orang berdehem sebentar lalu membenarkan posisi duduknya. Ia menggeser kursinya untuk mendekat pada gadis itu.

“Jadi, ada apa kau memintaku kemari?” tanya orang itu.

Gadis itu meletakkan ponselnya kemudian menatap orang itu. “Besok malam, Scarlett, salah satu temanku di kampus akan mengadakan pesta ulang tahun. Dan dia memintaku untuk datang ke sana,” beritahunya.

Orang itu menganggukkan kepalanya. “Lalu apa hubungannya denganku?” tanyanya lagi.

Gadis itu mendecak kesal. “Dia mengharuskan semua tamu datang dan membawa pasangannya,” keluhnya.

“Kau tinggal bawa saja pasangan, apa yang susah?”

Tangan gadis itu terangkat lalu memukul lengan lelaki di depannya. Sekolahnya saja yang tinggi, memiliki gelar Magister tapi urusan seperti ini otaknya tidak sampai. Apa tujuannya meminta lelaki itu untuk datang? Ya jelas untuk meminta bantuannya. Tapi.. Arrgghhh! Menyebalkan!

“Kau tahu sendiri aku tidak memiliki pasangan. Jadi lebih baik aku meminta bantuanmu untuk menjadi pasanganku. Kau mau, kan?” ujarnya sembari memasang puppy eyes. Berharap lelaki di depannya itu mau membantunya.

“Sudah ku bilang, lebih baik kau cari pacar saja. Kau cantik, Ray. Tidak ada lelaki yang tidak menyukaimu,” usul lelaki itu.

Raya, gadis itu mendengus kesal. Ia tidak suka berhubungan dengan lelaki. Bukan, bukan karena ia tidak normal. Hanya saja, ia tidak ingin menjalin hubungan karena menurutnya itu terlalu merepotkan. Raya hanya ingin memiliki hidup yang bebas tanpa ada aturan dari siapapun. Ia tidak suka di kekang, ia ingin melakukan apapun sesuka dia tanpa ada yang melarang.

“Aku tidak minat. Berhubungan dengan lelaki terlalu merepotkan. Lagi pula aku sudah bahagia dengan diriku yang sekarang. Aku menyukai kebebasan,” balas Raya diakhiri dengan senyum smirk.

Davin, lelaki itu mendesah pasrah. Berulang kali ia mensehati sahabatnya untuk mencari pacar namun gadis itu selalu menolak. Padahal Raya adalah salah satu gadis yang menjadi incaran di unversitas tempat gadis itu belajar. Hanya saja, Raya selalu menutup pintu hatinya rapat. Tidak membiarkan siapapun untuk masuk.

Beruntung Davin adalah satu-satunya lelaki  yang bisa dekat dengan gadis itu. Itupun karena mereka adalah teman masa kecil. Kalau bukan, mungkin gadis itu tidak akan memiliki teman lelaki.

“Kalau seperti ini, selalu aku yang kau repotkan. Kau tahu berapa banyak gadis yang ku taksir berujung menjauhiku karenamu?” kesal Davin.

Sementara Raya, gadis itu hanya menampilkan cengiran lebarnya. Memang benar, setiap Davin memiliki teman kencan, Raya pasti selalu menggagalkannya. Ia hanya takut kalau suatu saat nanti Davin memiliki kekasih, lelaki itu jadi tidak peduli lagi dengannya. Selama ini hanya Davin yang selalu membantunya. Bisa dibilang, Raya telah bergantung pada Davin.

“Kalau begitu, mending kita pacaran saja,” usul Raya dengan gamblang.

Davin mendelik kemudian menyentil dahi Raya dengan pelan. “Sembarangan. Kau itu sudah ku anggap seperti adikku sendiri. Jadi mana mungkin aku menyukaimu. Aku menyayangimu sebatas adik, Ray.”

Raya memutar bola matanya malas. “Maka dari itu kau harus membantu adikmu ini,” bujuk Raya lagi. gadis itu tidak akan menyerah sebelum Davin mau menuruti keinginannya.

“Iya-iya, baiklah. Aku akan menjadi pasangan palsumu nanti malam,” putus Davin membuat Raya bersorak senang.

“Kakakku yang terbaik!” pujinya kemudian memeluk Davin dari belakang.

Davin menghela nafasnya pelan ketika melihat pakaian Raya yang selalu kurang bahan itu. “Apa kau tidak cukup uang untuk membeli pakaian, Ray?” tanyanya sinis.

Raya melepaskan pelukannya dengan wajah kesal. Ia kembali duduk di kursinya. “Ini namanya fashion!” ujarnya sembari menatap Davin.

Davin menyipitkan matanya, merasa tak suka dengan pendapat Raya. “Memakai baju seperti itu akan membuat tubuhmu kedinginan. Udara hari ini lebih dingin dari kemarin-kemarin,” ujar Davin memperingati Raya.

“Tapi aku tidak merasa kedinginan. Aku nyaman dengan apa yang ku pakai sekarang. Ayolah, Vin. Kau tahu aku tidak suka diatur, jadi berhentilah mengaturku, oke?”

"Lalu bagaimana kalau kau menikah nanti? Suamimu pasti akan mengaturmu," ujar Davin.

"Aku tidak ingin menikah. Kau tahu itu," tandas Raya.

Davin tak lagi memprotes tentang pakaian Raya. Lelaki itu memilih diam dan memutuskan untuk memesan makanan. Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Kedua orang itupun sudah menghabiskan makan malamnya.

Davin tengah membersihkan bibirnya dengan tissue. “Bagaimana kuliahmu?,” tanyanya pada Raya yang tengah memakan dessertnya.

Gadis itu menaikkan pandangannya. “Biasa saja. Tidak ada yang menarik,” jawabnya.

“Bukankah sebentar lagi kau akan lulus? Setelah lulus ingin kerja dimana? Bagaimana kalau di kantorku saja? Perusahaan tempatku bekerja adalah perusahaan hotel terbesar di kota ini. Kau bisa melamar bekerja di sana,” usul Davin.

Saat ini lelaki itu tengah bekerja di sebuah hotel ternama di kota ini. Bahkan banyak orang yang ingin bekerja di sana. Namun karena peraturannya yang super ketat, membuat beberapa orang tidak diterima di perusahaan itu.

Raya menggelengkan kepalanya. Merasa tidak ingin mengikuti usualan Davin. “Aku tidak ingin. Aku ingin menjadi traveller. Menjelajahi dunia, bukankah itu lebih menarik? Aku akan merasa jauh lebih bebas,” katanya sembari menampilkan senyuman lebar.

Gadis itu terlihat tengah membayangkan bagaimana bahagianya jika ia bisa mewujudkan cita-citanya. Menjadi traveller adalah impiannya sejak dulu. Mengarungi berbagai negara sekaligus menambah wawasannya.

Davin hanya mengangguk saja. Toh, percuma juga menasehati gadis keras kepala seperti Raya. Lelaki itu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. “Aku pulang lebih dulu,” ujar Davin.

Raya menatapnya tak rela. “Kenapa cepat sekali?”

“Ada hal yang harus aku selesaikan,” kata lelaki itu kemudian melepaskan jaket demin yang dikenakannya. Kemudian menyampirkan jaket itu ke kedua bahu Raya.

“Udara sedang dingin dan jangan pulang terlalu malam,” peringatnya kemudian berlalu meninggalkan Raya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status