Brakk!!
Seorang gadis cantik dengan dress berwarna merah itu tampak terkejut dalam duduknya. Beberapa lembar foto dirinya dengan lelaki terpampang jelas di sana. Mulutnya terbuka, masih syok melihat itu. Kemudian ia menaikkan pandangannya, menatap wajah lelaki di depannya. Wajah itu tampak tegang. Rahangnya mengetat. Guratan emosi terpancar jelas. Mengeluarkan aura intimidasi yang mampu membuat nyali gadis itu menciut.
“Apa maksudmu?” tanya lelaki itu dengan suara rendah, menahan emosinya agar tidak meledak di hadapan gadis itu.
Sementara gadis itu merundukkan kepalanya. Tak berani menatap mata elang lelaki itu. “A-aku…”
“Kenapa kau tega melakukan ini padaku?!” bentak lelaki itu. Tak mampu lagi menahan gejolak emosi dalam dirinya.
Rasa marah, kecewa, serta sakit semuanya berpadu menjadi satu. Gadis itu, satu-satunya gadis yang sangat ia cintai, yang sangat ia kasihi, ternyata bermain belakang dengan lelaki lain. Membuat harga diri lelaki itu terasa diinjak-ijak.
“Maafkan aku, Ed. Aku tidak bermaksud mengkhianatimu,” ujar gadis itu tergugu. Air matanya sudah mengucur deras sejak Edard membentaknya.
Selama ia menjalin hubungan dengan Edard, lelaki itu tidak pernah membentaknya sekalipun. Edard adalah lelaki yang lembut, penyayang, dan juga perhatian kepada pasangannya. Namun satu hal yang membuat Lora, gadis itu merasa tidak nyaman dengan Edard. Sikap posesif lelaki itu, membuat Lora melakukan tindakan menyimpang.
Edard selalu membatasi pergerakan Lora. Apapun yang Lora lakukan, Edard harus mengetahuinya. Hal itu yang memicu Lora nekat untuk menjalin hubungan dengan lelaki lain di belakang Edard.
“Aku mencintaimu, Ra. Tapi kenapa kau lakukan ini? Lusa kita akan menikah,lalu mau bagaimana? Apa kau pikir aku akan tetap menikahimu? Tentu saja tidak. Aku tidak ingin memiliki istri pengkhianat sepertimu,”tutur Edard, kali ini dengan intonasi pelan.
Bagaimanapun juga, ia sangat mencintai Lora. Apapun keinginan Lora selalu ia penuhi. Baginya, Lora adalah sumber kebahagiaannya. Selama ini, tidak pernah sedikitpun di dalam benaknya, untuk mencintai gadis lain selain Lora. Namun rasa kecewa itu berhasil memudarkan cinta di dalam hati Edard. Kini yang tersisa hanyalah kebencian terhadap gadis itu.
“Maafkan aku, Ed. Aku berjanji tidak akan melakukan ini. Aku khilaf,” kata Lora sambil menangis.
Gadis itu bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati Edard. Kemudian meraih tangan Edard. “Ku mohon jangan batalkan pernikahan kita. Aku janji akan berubah. Beri aku kesempatan. Aku mohon,” racau Lora sembari menatap Edard dengan tatapan permohonan.
Edard mengalihkan pandangannya ke samping. Tidak ingin menatap wajah Lora yang tampak begitu kacau. Ia tidak mau terlihat lemah hanya karena melihat gadis itu menangis. Sampai mati pun, Edard tidak akan membangun hubungan lagi dengan gadis itu. Meski terdengar sulit, namun Edard harus melakukannya. Ia tidak mau harga dirinya diinjak-injak apa lagi oleh seorang wanita. Pantang hukumnya bagi Edard.
Edard menepis lengan Lora dengan kasar. “Pergilah dari hadapanku. Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi,” usirnya dengan nada dingin.
“Kau sudah tidak mencintaiku lagi, Ed?” tanya Lora sendu.
“Bukankah itu kau? Kau sudah tidak mencintaiku lagi, kan?” balas Edard.
Kedua insan itu saling beradu pandang. Namun Edard segera memutuskan kontak mata itu.
“Aku men-“
“Berhentilah omong kosong, Ra! Kalau kau mencintaiku, kau tidak mungkin mengkianatiku. Apa lagi di hari menjelang pernikahan kita,” sela Edard, matanya menatap tajam ke arah Lora.
Lora menaikkan pandangannya, balas menatap tajam ke arah Edard. “Aku melakukan ini karena kau terlalu posesif! Apapun yang ku lakukan, semuanya harus berada dalam naunganmu. Aku ingin merasakan kebebasan!” pekik Lora. Gadis itu tampak kacau.
Sementara Edard, lelaki itu malah tersenyum sinis. “Kalau kau tidak suka denganku, kenapa tidak bilang saja? Bukankah aku posesif dan karena itu, kau tidak menyukaiku? Kenapa harus melakukan cara menjijikkan seperti ini?” tanyanya.
Lora hanya terdiam, tak mampu menjawab pertanyaan yang dilontarkan Edard. Memang benar apa yang dikatakan Edard, kalau ia tidak suka kenapa tidak bilang saja? Lora ingin bilang, hanya saja ada hal yang membuat ia bertahan dengan Edard.
Edard berjalan mendekati Lora. Membuat gadis itu harus mundur beberapa langkah. Matanya menatap takut dengan tindakan Edard. Apa lagi ketika lelaki itu melayangkan senyum smirk-nya.
Edard merundukkan kepalanya kemudian memajukannya sampai ke telinga gadis itu. “Apa karena kekayaanku yang membuatmu tidak ingin meninggalkanku?” bisiknya tajam membuat Lora semakin membungkam mulutnya.
***
Raya tampak tengah bercermin. Mata gadis itu terlihat memandangi pantulan dirinya di cermin. Kemudian bibirnya tersungging dengan manis. Gadis itu tampak cantik dengan balutan dress sabrina berwarna hitam selutut namun di bagian belakangnya menjuntai panjang. Ditambah dengan kalung berlian dengan liontin berbentuk bintang menambah kesan anggun gadis itu. Rambutnya yang dicepol membuat gadis itu tampak elegan.
Gadis itu tengah memakai sepatu high heels dengan tinggi 9 cm. kemudian ia meraih tas tangan keluaran terbaru dari Hermes. Gadis itu kemudian berdiri, menuju kaca yang ada di lemarinya. Kembali menatap penampilan dirinya yang sangat menawan, menurutnya.
“Raya yang cantik,” pujinya pada diri sendiri.
Kemudian gadis itu berjalan keluar dari kamarnya dan menuruni anak tangga dengan perlahan. Tangannya terlihat sedang merogoh tasnya, mencari ponsel untuk menghubungi seseorang.
Terdengar nada sambung yang cukup lama sebelum akhirnya di angkat oleh pemilik telepon. “Hallo?” sapanya di seberang saja.
“Lama sekali,” gerutu Raya.
Terdengar kekehan dari seberang. “Aku sedang ada meeting, Ray. Sepertinya akan lembur,” ujarnya.
Raya mendecak malas. “Lalu janjimu denganku? “ tanya Raya.
“Ah, iya. Maaf, sepertinya aku tidak bisa. Pekerjaanku kali ini tidak bisa ditinggal, Ray.” Davin berucap dengan nada sedih. Membuat Raya tidak tega untuk sekedar memarahi lelaki itu.
Raya menghela nafas pelan. “Ya, baiklah. Tidak apa-apa. Mungkin aku harus siapkan telinga untuk mendengar ledekan teman-temanku,” katanya lesu.
“Aku benar-benar minta maaf,” kata Davin.
“Tidak apa-apa, aku tidak marah. Semangat! Aku tutup, ya.”
Dan panggilan itupun berakhir dengan Raya yang menutupnya lebih dulu. Kemudian gadis itu melangkah keluar menuju garasi rumahnya dan mulai melajukan kendaraan sport miliknya menuju tempat pesta diadakan.
“Apa aku harus menyewa pasangan?” gumamnya pelan.
Meskipun dirinya tidak pernah berniat memiliki pasangan, namun kalau untuk hal seperti ini, Raya tidak bisa untuk tidak memiliki pasangan meskipun hanya sewaan. Ia tidak mau menjadi bahan ledekan teman-temannya apa lagi nanti hanya dirinya yang tidak membawa pasangan. Jadi saat Davin mengatakan ia tidak bisa menjadi pasangannya malam ini, yang terlintas di pikirannya adalah dimana ia bisa menemukan lelaki yang mau menjadi pasangan sewaannya yang tentu saja memenuhi kriterianya.
Mata Raya mendadak menyipit saat ia melihat seseorang tengah berdiri di pembatas jembatan. Posisinya persis seperti orang yang ingin bunuh diri. Raya langsung menghentikkan laju mobilnya dan keluar menghampiri orang itu.
“Apa kau sudah gila?!”
Raya langsung menarik lengan lelaki itu yang terentang. Membuat lelaki itu terhuyung ke belakang. Karena posisi Raya berada di belakang lelaki itu, otomatis ketika lelaki itu terjatuh ke belakang, badannya menimpa Raya. Alhasil keduanya jatuh dengan posisi lelaki itu berada di atas tubuh Raya.Tatapan Raya memaku pada wajah lelaki yang berada di atasnya. Lelaki itu terlihat tampan meski dalam keadaan gelap seperti ini. Tatapan tajam lelaki itu membuat Raya tak mampu untuk sekedar mengalihkan pandangan barang sedetik saja. Bahkan aroma tubuhnya yang maskulin begitu memanjakan indra penciuman Raya. Raya mengerjap pelan seperti tersadar ke alam sadarnya. Ia segera mendorong lelaki itu dengan kasar. Membuat lelaki itu terguling ke samping.Raya segera bangkit dari posisinya. Gadis itu menepuk pelan pantatnya yang kotor. Ia menatap geram lelaki yang kini tengah duduk dengan posisi kaki di tekuk. Mata lelaki itu menatap kosong ke sungai yang ada di depannya. Raya yang niatny
Raya menatap layar televisi dengan kesal. Bagaimana tidak? Sekarang semua saluran menayangkan berita tentang Edard Stollin yang jalan dengan gadis lain yang bukan tunangannya. Dan parahnya lagi, gadis itu adalah dirinya sendiri. Membuat Raya merasa seperti gadis selingkuhan Edard. Lagi pula bukannya lelaki itu tidak memiliki kekasih? Ah, lebih tepatnya baru saja putus karena ditinggalkan oleh pacarnya.Raya memijat kepalanya yang mendadak pusing. Merasa menyesal karena telah menjadikan Edard sebagai pasangan sewaannya yang malah berujung menyusahkan seperti ini. Seharusnya ia tidak menolong Edard saat itu. Biarkan saja lelaki itu bunuh diri, toh itu bukan hal yang penting untuk Raya.“Argghhh! Menyebalkan!” pekik Raya sembari memukuli bantal yang ada dipangkuannya.Hari ini gadis itu sedang tidak ada kelas. Biasanya ia akan pergi berjalan-jalan atau sekedar me time. Bukannya Raya tidak memiliki teman. Banyak gadis yang ingin berteman dengan Raya. Han
Kening Raya mengkerut dalam saat mobil yang di kendarai oleh Edard berhenti di sebuah toko berlian yang terkenal di kota ini. Pikirannya menerka-nerka bantuan apa yang dibutuhkan lelaki itu di tempat ini? Meminta Raya untuk memilihkan perhiasan untuk kekasihnya barunya? Atau mungkin kekasihnya yang kemarin sudah kembali? Ah, entahlah. Raya tidak peduli dengan itu. Toh, bukan urusan dia juga. Tujuannya hanya ingin balas budi lalu setelah itu selesai.Tangan Edard terulur menyentil kening Raya yang mengkerut dengan pelan. “Jangan terlalu dalam, nanti cepat tua,” ujarnya pelan.Raya melotot mendengar ucapan Edard. Ia menepis kasar tangan lelaki itu yang masih bertengger di keningnya. “Jauhkan tanganmu! Aku tidak mau ada gosip baru yang muncul di media,” ketusnya.“Kita jalan berdua seperti ini saja sudah menimbulkan gosip,” sinis Edard membuat Raya mencebik kesal.Malas berlama-lama dengan Edard, Raya memilih untuk keluar
“Apa otakmu sudah hilang? Bisa-bisanya kau mengatakan kalau aku adalah calon istrimu!” marah Raya ketika mereka sedang berada di perjalanan pulang.Nafas gadis itu terdengar memburu. Dadanya naik turun menandakan ia tengah emosi. Matanya menatap ke jendela. Ia kesal dengan sikap Edard yang seenaknya. Bagaimana bisa lelaki itu mengatakan kalau ia adalah calon istrinya?Menjadi istri? Itu bukanlah keinginan Raya. Dalam kamus hidupnya, ia tidak pernah menginginkan status istri. Ia hanya ingin hidup dengan dirinya sendiri. Hidup bebas tanpa ikatan adalah impian Raya sejak dulu. Ia tidak mau membuang waktu berharganya hanya karena urusan percintaan. Ia tidak peduli dengan tanggapan orang lain, yang ia butuhkan adalah kebahagiaan untuk dirinya.Edard membuang nafas pelan. Mata lelaki itu masih fokus menatap ke jalan. Ia tahu ini kalau Raya kesal padanya. Ia juga menyadari itu. Kalau ia yang berada di posisi Raya, ia pasti juga akan melakukan hal yang sama.
Raya berjalan menyusuri koridor gedung fakultas hukum. Kedua tangannya mendekap tumpukan buku tebal. Wajahnya terlihat kusut. Bibirnya tak henti menggerutu. Hari ini mood-nya benar-benar buruk. Bagaimana ia tidak kesal? Tadi ketika ia baru berangkat, tiba-tiba ia diserbu oleh banyak gadis terutama oleh Scarlett and the gank.Awalnya ia bingung apa yang membuat mereka menyerbunya, namun ketika Scarlett menyebut nama Edard, Raya jadi mengerti apa permasalahannya. Terlebih lagi dengan berita yang menyebutkan kalau Raya akan menikah dengan Edard yang beredar di berbagai acara gosip dan berita di media sosial.Tentu saja hal itu memicu berbagai argument. Apa lagi Scarlett. Gadis itu bahkan menyindir Raya kalau selama ini Raya tidak mau berhubungan dengan lelaki lain karena tidak memenuhi kriterianya. Jadi ketika Edard mendekatinya dan mengajak menikah, Raya langsung menerima karena menurut Scarlett, siapa sih yang bisa menolak pesona seorang Edard Stollin? Ada! Itu Raya men
Raya menatap dirinya di pantulan cermin besar di depannya. Kemudian menghembuskan nafasnya pelan. Apa mungkin ini keputusan terbaik yang ia pilih? Apa mungkin setelah ini hidupnya akan tetap berjalan seperti sebelumnya? Setelah berdebat panjang dengan Edard, akhirnya Raya bersedia membantu Edard dengan syarat pernikahan ini hanya sebagai formalitas saja. Tidak ada yang namanya pernikahan sungguhan. Raya juga bebas melakukan apapun dan pernikahan dilangsungkan secara privat. Raya tidak ingin menjadi bullyan di kampusnya hanya karena ia menikah. Tanpa banyak pertimbangan, Edard pun menyetujui syarat dari Raya. Karena yang ia butuhkan saat ini hanyalah pengantin pengganti.Tepat setelah menyetujui persayaratan itu, hari ini mereka melangsungkan pernikahan dan sesuai dengan permintaan Raya, pernikahan ini dilangsungkan dengan privat. Tidak ada yang tahu kecuali Davin, sahabat Raya. Untuk orang tua Edard, beruntungnya mereka tidak bisa hadir karena masih ada urusan bisnis. M
Seharusnya, Edard menjelma menjadi lelaki paling bahagia karena bisa menikah dengan gadis cantik seperti Raya yang kini sudah sah menjadi istrinya. Baik secara agama maupun hukum.Seharusnya, sebagai pengantin baru, Edard bisa menikmati moment penting bersama istrinya seperti tidur seranjang.Seharusnya juga, Edard merasakan bagaimana rasanya dilayani dengan baik oleh istrinya seperti Papanya dulu.Tapi semua itu sepertinya hanya ada di dalam imajinasinya saja. Jangankan untuk dilayani, diizinkan masuk ke kamar sama tidak.Edard ingat betul bagaimana Raya memberinya satu bogem mentah ketika Edard masuk ke kamar ketika Raya sedang berganti pakaian. Bukankah seharusnya itu biasa saja karena mereka sudah suami istri?Tapi kembali lagi, rupanya Edard melupakan sesuatu. Ia lupa kalau pernikahan ini hanya di atas kertas. Raya mau menikah dengannya hanya sebatas memberi bantuan.Raya tidak meminta cerai di hari pertama mereka menikah saja itu sudah
"Davin!" teriak Raya dengan nyaring.Membuat beberapa pasang mata pengunjung mall melihat ke arahnya. Namun gadis itu terlihat tidak peduli dan terus berjalan ke arah Davin. Nafasnya menggebu-gebu bersiap menumpahkan segala amarah untuk lelaki itu.Sementara Davin, lelaki itu terdiam kaku di tempatnya. Dalam hatinya, ia merutuk kesal. Padahal tadi ia sudah berusaha untuk tidak terlihat tapi kenapa penglihatan Raya tajam sekali?Di lain sisi, ada Ava, gadis yang beberapa hari lalu telah resmi menjadi kekasihnya. Tampaknya gadis itu sedikit bingung melihat kedatangan Raya dengan muka marah."Vin, dia siapa? Apa dia temanmu?" tanya Ava pada Davin.Sedangkan Raya, gadis itu menatap Ava dengan penuh penilaian. Cukup bagus juga selera Davin, pikirnya.Davin berdehem sebentar kemudian menatap Raya lalu tersenyum lebar. "Hallo, Ray. Apa kabar?" tanyanya basa-basi.Raya mendengus kesal. Bisa-bisanya Davin dengan percaya diri tersenyum lebar di