Share

Apa Kau Gila?

Penulis: Sellova96
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-31 14:59:23

Brakk!!

Seorang gadis cantik dengan dress berwarna merah itu tampak terkejut dalam duduknya. Beberapa lembar foto dirinya dengan lelaki terpampang jelas di sana. Mulutnya terbuka, masih syok melihat itu. Kemudian ia menaikkan pandangannya, menatap wajah lelaki di depannya. Wajah itu tampak tegang. Rahangnya mengetat. Guratan emosi terpancar jelas. Mengeluarkan aura intimidasi yang mampu membuat nyali gadis itu menciut.

“Apa maksudmu?” tanya lelaki itu dengan suara rendah, menahan emosinya agar tidak meledak di hadapan gadis itu.

Sementara gadis itu merundukkan kepalanya. Tak berani menatap mata elang lelaki itu. “A-aku…”

“Kenapa kau tega melakukan ini padaku?!” bentak lelaki itu. Tak mampu lagi menahan gejolak emosi dalam dirinya.

Rasa marah, kecewa, serta sakit semuanya berpadu menjadi satu. Gadis itu, satu-satunya gadis yang sangat ia cintai, yang sangat ia kasihi, ternyata bermain belakang dengan lelaki lain. Membuat harga diri lelaki itu terasa diinjak-ijak.

“Maafkan aku, Ed. Aku tidak bermaksud mengkhianatimu,” ujar gadis itu tergugu. Air matanya sudah mengucur deras sejak Edard membentaknya.

Selama ia menjalin hubungan dengan Edard, lelaki itu tidak pernah membentaknya sekalipun. Edard adalah lelaki yang lembut, penyayang, dan juga perhatian kepada pasangannya. Namun satu hal yang membuat Lora, gadis itu merasa tidak nyaman dengan Edard. Sikap posesif lelaki itu, membuat Lora melakukan tindakan menyimpang.

Edard selalu membatasi pergerakan Lora. Apapun yang Lora lakukan, Edard harus mengetahuinya. Hal itu yang memicu Lora nekat untuk menjalin hubungan dengan lelaki lain di belakang Edard.

“Aku mencintaimu, Ra. Tapi kenapa kau lakukan ini? Lusa kita akan menikah,lalu mau bagaimana? Apa kau pikir aku akan tetap menikahimu? Tentu saja tidak. Aku tidak ingin memiliki istri pengkhianat sepertimu,”tutur Edard, kali ini dengan intonasi pelan.

Bagaimanapun juga, ia sangat mencintai Lora. Apapun keinginan Lora selalu ia penuhi. Baginya, Lora adalah sumber kebahagiaannya. Selama ini, tidak pernah sedikitpun di dalam benaknya, untuk mencintai gadis lain selain Lora. Namun rasa kecewa itu berhasil memudarkan cinta di dalam hati Edard. Kini yang tersisa hanyalah kebencian terhadap gadis itu.

“Maafkan aku, Ed. Aku berjanji tidak akan melakukan ini. Aku khilaf,” kata Lora sambil menangis.

Gadis itu bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati Edard. Kemudian meraih tangan Edard. “Ku mohon jangan batalkan pernikahan kita. Aku janji akan berubah. Beri aku kesempatan. Aku mohon,” racau Lora sembari menatap Edard dengan tatapan permohonan.

Edard mengalihkan pandangannya ke samping. Tidak ingin menatap wajah Lora yang tampak begitu kacau. Ia tidak mau terlihat lemah hanya karena melihat gadis itu menangis. Sampai mati pun, Edard tidak akan membangun hubungan lagi dengan gadis itu. Meski terdengar sulit, namun Edard harus melakukannya. Ia tidak mau harga dirinya diinjak-injak apa lagi oleh seorang wanita. Pantang hukumnya bagi Edard.

Edard menepis lengan Lora dengan kasar. “Pergilah dari hadapanku. Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi,” usirnya dengan nada dingin.

“Kau sudah tidak mencintaiku lagi, Ed?” tanya Lora sendu.

“Bukankah itu kau? Kau sudah tidak mencintaiku lagi, kan?” balas Edard.

Kedua insan itu saling beradu pandang. Namun Edard segera memutuskan kontak mata itu.

“Aku men-“

“Berhentilah omong kosong, Ra! Kalau kau mencintaiku, kau tidak mungkin mengkianatiku. Apa lagi di hari menjelang pernikahan kita,” sela Edard, matanya menatap tajam ke arah Lora.

Lora menaikkan pandangannya, balas menatap tajam ke arah Edard. “Aku melakukan ini karena kau terlalu posesif! Apapun yang ku lakukan, semuanya harus berada dalam naunganmu. Aku ingin merasakan kebebasan!” pekik Lora. Gadis itu tampak kacau.

Sementara Edard, lelaki itu malah tersenyum sinis. “Kalau kau tidak suka denganku, kenapa tidak bilang saja? Bukankah aku posesif dan karena itu, kau tidak menyukaiku? Kenapa harus melakukan cara menjijikkan seperti ini?” tanyanya.

Lora hanya terdiam, tak mampu menjawab pertanyaan yang dilontarkan Edard. Memang benar apa yang dikatakan Edard, kalau ia tidak suka kenapa tidak bilang saja? Lora ingin bilang, hanya saja ada hal yang membuat ia bertahan dengan Edard.

Edard berjalan mendekati Lora. Membuat gadis itu harus mundur beberapa langkah. Matanya menatap takut dengan tindakan Edard. Apa lagi ketika  lelaki itu melayangkan senyum smirk-nya.

Edard merundukkan kepalanya kemudian memajukannya sampai ke telinga gadis itu. “Apa karena kekayaanku yang membuatmu tidak ingin meninggalkanku?” bisiknya tajam membuat Lora semakin membungkam mulutnya.

***

Raya tampak tengah bercermin. Mata gadis itu terlihat memandangi pantulan dirinya di cermin. Kemudian bibirnya tersungging dengan manis. Gadis itu tampak cantik dengan balutan dress sabrina berwarna hitam selutut namun di bagian belakangnya menjuntai panjang. Ditambah dengan kalung berlian dengan liontin berbentuk bintang menambah kesan anggun gadis itu. Rambutnya yang dicepol membuat gadis itu tampak elegan.

Gadis itu tengah memakai sepatu high heels dengan tinggi 9 cm. kemudian ia meraih tas tangan keluaran terbaru dari Hermes. Gadis itu kemudian berdiri, menuju kaca yang ada di lemarinya. Kembali menatap penampilan dirinya yang sangat menawan, menurutnya.

“Raya yang cantik,” pujinya pada diri sendiri.

Kemudian gadis itu berjalan keluar dari kamarnya dan menuruni anak tangga dengan perlahan. Tangannya terlihat sedang merogoh tasnya, mencari ponsel untuk menghubungi seseorang.

Terdengar nada sambung yang cukup lama sebelum akhirnya di angkat oleh pemilik telepon. “Hallo?” sapanya di seberang saja.

“Lama sekali,” gerutu Raya.

Terdengar kekehan dari seberang. “Aku sedang ada meeting, Ray. Sepertinya akan lembur,” ujarnya.

Raya mendecak malas. “Lalu janjimu denganku? “ tanya Raya.

“Ah, iya. Maaf, sepertinya aku tidak bisa. Pekerjaanku kali ini tidak bisa ditinggal, Ray.” Davin berucap dengan nada sedih. Membuat Raya tidak tega untuk sekedar memarahi lelaki itu.

Raya menghela nafas pelan. “Ya, baiklah. Tidak apa-apa. Mungkin aku harus siapkan telinga untuk mendengar ledekan teman-temanku,” katanya lesu.

“Aku benar-benar minta maaf,” kata Davin.

“Tidak apa-apa, aku tidak marah. Semangat! Aku tutup, ya.”

Dan panggilan itupun berakhir dengan Raya yang menutupnya lebih dulu. Kemudian gadis itu melangkah keluar menuju garasi rumahnya dan mulai melajukan kendaraan sport miliknya menuju tempat pesta diadakan.

“Apa aku harus menyewa pasangan?” gumamnya pelan.

Meskipun dirinya tidak pernah berniat memiliki pasangan, namun kalau untuk hal seperti ini, Raya tidak bisa untuk tidak memiliki pasangan meskipun hanya sewaan. Ia tidak mau menjadi bahan ledekan teman-temannya apa lagi nanti hanya dirinya yang tidak membawa pasangan. Jadi saat Davin mengatakan ia tidak bisa menjadi pasangannya malam ini, yang terlintas di pikirannya adalah dimana ia bisa menemukan lelaki yang mau menjadi pasangan sewaannya yang tentu saja memenuhi kriterianya.

Mata Raya mendadak menyipit saat ia melihat seseorang tengah berdiri di pembatas jembatan. Posisinya persis seperti orang yang ingin bunuh diri. Raya langsung menghentikkan laju mobilnya dan keluar menghampiri orang itu.

“Apa kau sudah gila?!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tiba-tiba, aku bersamamu   Bertemu Jean

    Sumpah serapah jelas keluar dari bibir Raya apalagi saat mengingat bagaimana dengan gamblangnya, Edard melayangkan satu kecupan manis di bibirnya tanpa permisi.Hei! Bibir Raya yang awalnya masih suci jelas ternodai oleh tindakan Edard yang menurutnya kurang ajar. Ya, jelas saja kurang ajar meskipun mereka sudah menikah, tapi meraka menikah hanya di atas kertas. Tapi kenapa Edard selalu bersikap kalau mereka ini menikah sungguhan? Sangat menyebalkan.Raya tersentak saat merasakan sesuatu yang dingin menyentuh kedua pipinya. Ternyata itu Edard yang baru saja menempelkan sebotol minuman dingin ke pipinya."Ish!" Dengus Raya dengan sebal. Ia mengusap pipinya yang basah karena embun minuman itu.Edard duduk di sebelah Raya yang tampak cemberut. Lelaki itu tertawa pelan melihat ekspresi kesal milik gadis itu. Terlihat sangat menggemaskan. Bahkan Edard baru menyadari kalau istrinya itu menggemaskan.Saat ini mereka tengah duduk di sebuah taman kota. Sore hari yang cukup cerah. Apalagi Raya y

  • Tiba-tiba, aku bersamamu   Tak Terduga

    "Biar aku yang antar kamu ke kampus."Raya yang sedang menyisir rambutnya itu sontak memalingkan wajahnya menatap Edard yang sudah berdiri di ambang pintu. Kening gadis itu mengernyit, sedikit heran dengan keinginan Edard yang tiba-tiba itu? Tumben sekali, biasanya Edard lebih mengutamakan berangkat pagi ke kantor."Tumben. Kesambet apa kamu? Tapi nggak usah, aku bisa berangkat sendiri," kata Raya lagi.Ia hanya malas saja jika nanti Edard akan merecokinya sepanjang perjalanan. Lelaki itu sangat bawel jika menyangkut dirinya. Membuat Raya risih.Edard melangkah masuk ke kamar sembari bersedekap dada. Menatap Raya dengan pandangan menilik."Kamu mau bertemu dengan lelaki itu, ya? Makanya tidak mau aku antar," tuduh Edard.Yah, bukannya ia berniat menuduh Raya. Hanya saja ia tidak suka melihat Raya berdekatan dengan lelaki kemarin. Bahkan kelihatannya mereka cukup akrab. Siapa lelaki itu? Bukankah kata Davin, Raya tidak suka berdekatan dengan lelaki manapun selain Davin?Raya mendelik m

  • Tiba-tiba, aku bersamamu   Perkara Boneka

    Alis Raya mengerut dalam kala melihat seorang wanita memeluk Edard dengan mesra. Bahkan wanita itu dengan beraninya mencium Edard di depan Raya. Hei! Apa dia tidak lihat kalau Edard bersama orang lain? Siapa sih wanita itu? Bisa-bisanya bersikap agresif terhadap lelaki yang bukan mukhrimnya. Ditambah lagi Edard sepertinya tidak risih dengan kehadiran wanita itu. Buktinya lelaki itu malah mengulas senyum lebar.Raya menatap sekeliling. Banyak sekali orang yang memperhatikan dirinya dengan tatapan iba. Sial! Ia merasa seperti nyamuk disini. Lebih baik ia pergi saja. Toh, untuk apa melihat kemesraan dua orang yang tak tau malu itu. Buang-buang waktu saja.Raya berniat melangkahkan kakinya meninggalkan Edard. Namun lengannya dicekal oleh Edard. Raya meliriknya sinis."Je, kenalkan ini Raya," ujar Edard sembari merangkul pundak Raya.Raya menggerakkan bahunya risih akan keberadaan tangan Edard. Wanita yang dipanggil "Je" itu menatap Raya dari atas sampai bawah dengan tatapan menilai. Waja

  • Tiba-tiba, aku bersamamu   Siapa Dia?

    Raya menepuk pipinya berulang kali. Pikirannya masih melayang pada insiden tadi pagi. Bisa-bisanya Edard bersikap tidak senonoh padanya. Sembarangan menciumnya. Tentu saja hal itu membuat Raya kesal. Tapi, selain rasa kesal, perasaan aneh lebih mendominasi dirinya.Bahkan jantungnya seperti bekerja dua kali lebih cepat saat Edard menciumnya. Memang hanya sekilas, tapi tetap saja. Ini adalah yang pertama bagi Raya. Wajar jika Raya merasa aneh.Ditambah lagi dengan panggilan "sayang" yang lelaki itu sematkan. Sial! Kesambet apa dia sampai berubah jadi semanis itu. Ingin membuat Raya jatuh cinta? Tidak semudah itu. Apalagi hanya dengan ucapan manis, Raya sudah sering mendapatkan itu dari Sam yang sangat menyukainya.Perkara kejadian itu, Raya memutuskan untuk mengurung diri di kamar daripada harus bertemu dengan Edard. Berhubung ini hari libur, sudah pasti lelaki itu ada di rumah. Untung saja Emily sedang pergi bersama teman-temannya. Jadi ia tidak perlu berakting menjadi istri Edard se

  • Tiba-tiba, aku bersamamu   Morning Kiss

    Kicauan burung kian terdengar bersahutan. Mengusik tidur tenang gadis yang masih setia di bawah gulungan selimut. Sinar mentari pun sudah naik. Menerobos masuk melalui kaca jendela.Gadis itu melenguh pelan. Tangannya terentang, meregangkan otot-otot. Selimut itupun tersibak, menampakkan gadis yang tengah mengusap kedua wajahnya.Gadis itu beranjak duduk dan menilik jam yang ada di nakasnya. Waktu menunjukkan pukul 7 pagi. Beruntung ini hari minggu, ia tidak perlu berangkat kuliah.Raya, gadis itupun bergegas turun dari ranjangnya dan berjalan menuju walk in closet. Berniat untuk mencuci mukanya.Tiba-tiba ia teringat akan sesuatu. Pikirannya langsung tertuju pada Edard. Semalam ia mengunci kamarnya, sudah pasti lelaki itu tidak bisa masuk. Lantas dimana lelaki itu tidur?Raya menggelengkan kepalanya. Untuk apa ia memikirkan Edard? Masalah lelaki itu tidur dimana saja bukanlah urusannya. Toh, rumahnya ini memiliki banyak kamar. Jadi tidak perlu berlebihan.Meskipun jika Emily melihatn

  • Tiba-tiba, aku bersamamu   Ketahuan

    Kedua netra yang bertabrakan itu saling memutuskan kontak. Raya melengos begitu saja dan masuk ke dalam tanpa peduli dengan Edard yang terus memperhatikannya. Biar saja, demi apapun Raya membenci Edard yang egois seperti ini. Sudah memiliki kesepakatan namun dengan seenak jidatnya Edard mengubah kesepakatan itu. Ia pikir Raya akan setuju? Cih!Raya berjalan menuju kamarnya lalu mengunci pintu. Terserah bagaimana nanti Edard menjelaskan pada Emily perihal mereka yang tidak tidur satu kamar. Salah siapa mencari masalah dengan Raya.Sementara itu, Edard yang kini tengah berbaring di sofa ruang keluarga tampak termenung. Pandangannya menatap lurus ke plafon di atasnya. Memikirkan tindakannya barusan. Apa ia salah mengatakan itu pada Raya? Atau mungkin, apa ini terlalu cepat sehingga Raya belum siap menerimanya?"Sedang apa, Ed?" Edard tersentak kaget ketika mendapati Emily berjalan ke arahnya. Lelaki itu menilik jam yang tergantung di dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Edar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status