"Gudang kita dibakar, barang habis, Master," jawab penelepon.
"Cari tahu siapa pelakunya, setelah itu lakukan hal yang sama," jawab Cakra dengan tegas.Panggilan berakhir, Cakra melihat ke arah Arvin yang menunggu dirinya memutuskan apakah dia pergi ke Italia atau tidak."Siapkan pesawat." Cakra akhirnya memutuskan untuk pergi ke Italia untuk mengurus bisnis haramnya."Siap, bos," jawab Arvin.Arvin segera keluar dari ruangan Cakra, dia segera mempersiapkan semuanya. Termasuk memberitahukan kepada anggota di Italia bahwa bosnya akan tiba di sana.***Alena yang sudah tiba di kantor merasa ada yang mengikutinya. Saat dia melihat ke belakang, orang tersebut tidak ada."Aku merasa ada yang mengikutiku. Tapi, siapa?" tanya Alena pada dirinya sendiri.Alena melangkah kaki, dia benar-benar lemas dan tidak bertenaga sama sekali. Terlebih lagi dirinya mendapatkan ada tiga malaikat kecil di perutnya."Aku harus keluar dari kantor ini. Aku tidak mau semua orang mengetahui aku hamil terlebih lagi aku tidak mau jika pria itu tahu mengenai kehamilanku," batin Alena yang bertekad untuk pergi dari tempat ini.Cakra yang mengerjakan laporan menghentikan sejenak pekerjaan. Dia membuka laci yang berisi brangkas. Uang yang cukup banyak dia keluarkan dan di masukkan ke dalam amplop coklat setelah itu di letakkan di meja."Panggilkan OB yang bernama Alena cepat!" Cakra menghubungi Arvin untuk memanggil Alena ke rungannya."Apa bos haus? Tapi, kenapa tidak mengatakan jika menginginkan minuman? Ahh, sudahlah." Arvin pun menghubungi ketua OB untuk meminta Alena ke ruangan bos Cakra.Alena yang baru datang, segera bertemu dengan ketua OB Pak Paimin."Alena, kamu di minta ke ruangan Pak Cakra, cepatan, nanti ke buru dia marah padamu," ucap Pak Paimin mengatakan jika dia dipanggil oleh Cakra."Kenapa tidak yang lain saja. Pak Cakra pasti pesan minuman, mereka saja yang antar Pak. Saya mohon!" Alena mencoba merayu Pak Paimin untuk menyuruh orang lain ke ruangan Cakra."Tapi, Pak Arvin katakan kamu. Pak Arvin tidak mengatakan apapun. Dia hanya minta kamu datang saja. Sudah sana, pergi kamu jangan lama-lama mikirnya nanti saya dan kamu dipecat," ucap Pak Paimin meminta Alena pergi.Alena pun menghela nafas. Dia enggan untuk pergi tapi karena melihat Pak Paimin dengan wajah memelas, dia pun akhirnya pergi.'Ada apa ya? Kenapa jantungku deg-degan?' batin Alena dalam hati.Saat tiba di ruang kerja Cakra. Alena bertemu dengan sekretaris Cakra."Pak Cakra ada?" tanya Alena dengan lembut."Ada, Ale. Masuk saja," jawab Aldo dengan senyum mengembang.Pintu di ketuk, Alena masuk perlahan. Dia menatap Cakra yang saat ini menatapnya. Bulu halus Alena berdiri saat matanya bertemu dengan mata Cakra."Pak Cakra, memanggil saya?" tanya Alena dengan lembut."Hmmm!" Cakra hanya berdehem.Alena berjalan menuju meja kerja Cakra dan saat dia di depan meja. Sebuah amplop coklat di lemparkan ke depan Alena."Ambil itu dan pergi dari hadapan saya. Itu cukup untuk semua yang terjadi," jawab Cakra dengan suara datar dan tatapan mata yang dingin.Alena terdiam sesaat. Dia tidak menyangka jika kesuciannya dibayar oleh Cakra. Apalagi saat ini dirinya hamil kembar tiga. Alena akhirnya buka suara."Maaf, saya bukan perempuan yang menjual kesucian saya. Jika Anda meminta saya pergi, maka saya akan pergi. Jika tidak ada perlu saya permisi. Selamat siang," ucap Alena segera pergi tanpa membawa amplop coklat yang Cakra berikan kepadanyaCakra terdiam mendengar perkataan Alena. Dia tidak peduli apa yang Alena katakan. Dia tidak perlu lagi bertanggung jawab. Karena dirinya sudah membayar jadi jika ditolak dia bisa apa.Ceklekkk!"Bos, kita pergi sekarang. Pesawat sudah siap, semuanya sudah saya koordinasi di sana. Anda jangan khawatir. Dan untuk keperluan Anda sudah saya siapkan," ucap Arvin yang masuk dan mengatakan jika semua sudah siap dan Cakra bisa berangkat ke Italia segera."Hmmm," Cakra berdiri dan menyimpan kembali amplop coklat di brangkas.Keduanya keluar dari ruangan. Aldo berdiri melihat CEO dingin keluar dari ruangan tersebut. Setelah pergi, Aldo kembali melanjutkan pekerjaannya.***Alena segera mengemasi barangnya. Dia dipecat oleh Cakra. Tanpa dipecat pun dia akan pergi dari tempat ini. Karena kehamilannya yang lambat laun akan diketahui oleh orang termasuk Cakra.Inez masuk membawa alat tempur dan saat hendak duduk, dia terkejut melihat Alena berganti pakaian dan membawa barangnya."Eh, tunggu dulu. Mau kemana ini?" tanya Inez yang segera berdiri mendekati Alena."Mulai sekarang, aku tidak di sini lagi. Aku dipecat dari perusahaan Diamonds. Pak Cakra memecatku," jawab Alena."Apa? Ka-kamu dipecat! Tapi, kenapa? Apa kamu ada salah padanya? Atau kamu mencuri? Tidak mungkin. Alena, katakan padaku kenapa kamu dipecat? Ya Tuhan, jahat bener itu bos, seenak udilnya dia memecat orang." Inez kesal melihat sahabatnya dipecat."Kerjaku kurang memuaskan. Makanya aku dipecat." Alena mengatakan alasannya kenapa dia dipecat.Inez tidak menyangka jika Alena dipecat karena pekerjaannya kurang memuaskan. Inez kembali berpikir apakah kejadian waktu itu makanya Alena dipecat oleh CEO nya."Jadi, kamu mau kerja di mana?" tanya Inez dengan suara lirih."Gampang, rezki sudah ada yang atur. Sudahnya, aku mau pergi dulu. Sekalian pamit dengan Pak Paimin," jawab Alena segera pergi.Alena tidak mau menunggu lama. Baginya terlalu banyak luka dan kekecewaan dihatinya. Alena bertemu dengan sahabat yang lain. Tidak lupa Alena pamitan kepada semua divisi OB setelah itu Alena pergi meninggalkan perusahaan Diamonds.'Semoga aku bisa mendapatkan pekerjaan baru demi ketiga buah hatiku. Ibu, maafkan Alena' batin Alena yang segera pergi dengan sepeda motornya.Cakra yang sedang dalam perjalanan menuju bandara mendapatkan foto dari Daddy Tuan Rosario. Tidak ada tanggapan dari Cakra. Dia mengabaikannya."Pak, kita sudah sampai," ucap Arvin mengatakan jika mereka sudah sampai di bandara Soekarno-hatta.Arvin melangkah kaki menuju tempat di mana pesawat pribadinya parkir. Cakra, terus berjalan menuju pesawatnya. Seluruh penumpang di jalan memandang Cakra dengan tatapan memuja."Silahkan Pak Cakra," ucap Arvin mempersilahkan Cakra naik ke pesawat pribadinya.Cakra duduk dengan tenang dan memandang ke arah sekitar. Cakra memijit keningnya, dia mulai memikirkan Alena. Wanita itu terus menari diingatan terlebih lagi saat dia memberikan sejumlah uang dan pergi dari hadapan.Drt! Drt!Panggilan masuk, Cakra menjawab panggilan tersebut. Dia menyerngitkan keningnya melihat siapa yang menghubungi dirinya."Hmm, ada apa?" tanya Cakra pada sang penelpon.Cakra mendengar dalam diam, dia tidak menjawab. Wajahnya mulai berubah pias. Panggilan berakhir, pesan masuk dan memperlihatkan satu gambar yang membuat Cakra mengepalkan tangannya saat melihat gambar yang dikirim padanya.Sejak meninggalnya Alena membuat Cakra lebih banyak menghabiskan waktu ke pemakaman Alena dan dia hampir setiap hari ke sana membawakan bunga kesukaan Alena, perusahaan sudah diserahkannya semua kepada ketiga anaknya Kenzo, Kenzi dan Kiano. Mereka benar-benar menumpahkan semua rasa sayang mereka kepada Cakra dan mereka juga mengurus perusahaan yang diserahkan kepada mereka seluruhnya. Cakra sudah tidak lagi memikirkan perusahaan setiap hari dia selalu pulang pergi ke rumah dan pemakaman. Hari berlalu dengan cepat. Cakra sudah lebih menua. Tuan Rosario dan ibu Fatimah juga sudah pergi meninggalkan mereka keduanya yang sudah sepuh dan mereka mengikuti Alena. Ibu Fatimah dimakamkan di sebelah Alena. Sedangkan Tuan Rosario dimakamkan di samping istrinya. Saat ini, hari-hari Cakra hanya bisa bermain dengan 3 cucu kembarnya yang semuanya laki-laki anak dari Kenzi sedangkan Kenzo memiliki tiga kembar dan semuanya laki-laki juga sedangkan Kiano dua laki-laki dan 1 wanita dan saat ini cucu C
Cakra mendekati Ibu Fatimah, dia memeluk ibunya Alena dengan cukup erat. Wajah Ibu Fatimah itu mirip dengan Alena jadi dia merasa kalau Alena ada di dalam diri Ibu Fatimah. "Ibu sudah jangan menangis, Alena sudah pergi, dia tidak sakit lagi. Dia sekarang bahagia di sana bersama Mommyku. Ibu masih punya aku dan si kembar. Lagipula, cicit Ibu juga akan lahir. Aku harap Ibu bisa menjaga mereka menggantikan Alena ya, aku mohon jangan menangis. Kita harus ikhlas, Ibu," ucap Cakra yang membuat Ibu Fatimah terisak di pelukkan Cakra dan tentu saja itu membuat Cakra ikut menangis. Para menantu Alena memeluk nenek mereka, Ibu dari mertua mereka. Mika yang dekat dengan Ibu Fatimah menghapus air mata Ibu Fatimah. "Nenek cantik, jangan sedih ya, aku akan sedih jika nenek cantik sedih, Mommy akan sedih jika nenek cantik sedih, kita harus kuat dan selalu doakan Mommy ya, Nenek cantik," ujar Mika mencoba menenangkan Ibu dari mertuanya tersebut. Ibu Fatimah yang dipeluk oleh cucu menantunya menang
Tepat hari ini, Cakra menghadapi cobaan yang luar biasa, dia harus merasakan sakit yang teramat dalam. Wanita kesayangannya pergi dalam pelukkannya. "Katanya kamu nggak akan pergi, kenapa pergi juga, kenapa tinggalkan aku. Bukannya kita akan menua bersama, kamu kenapa berbohong kepadaku?" tanya Cakra yang masih memeluk Alena dan dia tidak mau membawa Alena pergi dari tempat tersebut. Kenzi, Kenzo, Kiano tidak tahan melihat separuh jiwa daddynya pergi dan belahan jiwa mereka pergi. Kiano menangis histeris dan tubuhnya bergetar saat ini. "Mommy, kenapa tega meninggalkan aku. Apa salah Mommyku Tuhan, aku tidak mau Mommyku pergi, kembalikan dia. Kembalikan dia aku mohon, kembalikan dia, Mommy kembali, jangan tinggalkan aku!" tangis Kiano membuat mereka semuanya menangis melihat keluarga Cakra mendapatkan cobaan yang cukup besar. "Bawa Ibu Fatimah ke mobil, sadarkan dia ya, tolong bantu dia kuat," ucap Tuan Rosario meminta kepada Hana dan Hani untuk membangunkan bibi mereka. "Baik, P
"Baiklah, Dokter. Saya permisi dulu. Saya harap semuanya akan lancar dan tidak ada kanker yang menyebar di seluruh tubuh istri saya, tapi rambut istri saya sudah gugur. Apakah itu berpengaruh karena sakitnya?" tanya Cakra yang akhirnya mengatakan kalau rambut Alena gugur.Mendengar pertanyaan dari Cakra, Dokter tersebut menganggukkan kepala. "Iya benar, itu adalah efeknya dan juga efek kemoterapi yang waktu itu tapi Anda jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja, semoga istri Anda bisa kuat dan dia bisa dioperasi dan juga kankernya tidak menyebar ke seluruh tubuhnya," jawab Dokter. Mendengar perkataan dari Dokter, Cakra menganggukkan kepala, itulah yang dia harapkan Alena sembuh. Apapun akan dia lakukan untuk sembuh. "Ya sudah, Dokter, terima kasih. Saya pergi dulu, saya ingin bertemu dengan istri saya," jawab Cakra yang dianggukan oleh dokter. Keduanya bersalaman dan tersenyum. Cakra keluar dari ruangan Dokter. Tubuhnya lemas kakinya bergetar dia merasakan ada sesuatu yang hi
Tuan Rosario tidak tau pasti dengan jawabannya. "Apakah Anda yakin besan?" tanya Ibu Fatimah."Aku tidak yakin dan tidak tahu kapan anak perempuanku itu akan bangun karena saat ini dia sepertinya masih enggan untuk melihat kita, dia masih betah dengan dunianya yang di alam mimpi. Aku tidak tahu apa yang dia inginkan, aku sudah melarangnya untuk tidak tertidur. Saat itu, tapi nyatanya dia tidur juga. Apakah aku bisa melarangnya jika anakku ingin tidur?" tanya Tuan Rosario yang akhirnya menumpahkan semua rasa kesedihannya dengan air matanya. Dia yang kuat dan dia yang menasehati semuanya untuk tidak menangis. Tapi, saat melihat anak perempuannya tidak juga bangun membuat dirinya sedih terlebih lagi sejak Alena muncul dalam kehidupan anaknya Cakra. Cakra sudah berubah menjadi pria yang dia inginkan dan sekarang jika Alena tidak ada, apakah Cakra akan kembali ke mode yang dulu. Luna dan ketiga sahabat Cakra juga dua sahabat Alena serta dua sepupu masing-masing memeluk suami mereka. Merr
Setiap hari Cakra terus membuat obrolan yang kalau orang mendengar pasti akan membosankan tapi tidak dengan Cakra, dia terus mengatakan semuanya hingga Cakra perlahan putus asa karena setiap hari obrolannya tidak direspon malah Alena semakin menutup matanya. "Sayang, Kiano ingin menikah, dia ingin kamu menyaksikannya. Apakah kamu tidak kasihan dengan Kiano. Dia menunggumu, Sayang, bangunlah aku ingin melihat kamu menyaksikan, anak semata wayangmu itu mau menikah. Ayo bangunlah, tidak maukah kamu melihatnya. Dia sangat membutuhkanmu, Sayang. Dia menunggumu, bangunlah, sudah sebulan lebih kamu tidak bangun dan kamu juga tidak meresponku, aku tidak masalah kamu tidak meresponku tapi mereka yang di luar menunggu kamu. Ibu, Dadddy, sahabatmu, sepupumu keponakanmu dan juga menantu serta anakmu. Dan aku menunggumu, bangunlah. Tidak maukah kamu bangun, Sayang. Apakah sesulit itu untuk membuka matamu, apa yang dokter berikan kepadamu sehingga kamu menutup mata, coba katakan biar aku menghabis