Share

Bab 4. Pergi

"Gudang kita dibakar, barang habis, Master," jawab penelepon.

"Cari tahu siapa pelakunya, setelah itu lakukan hal yang sama," jawab Cakra dengan tegas.

Panggilan berakhir, Cakra melihat ke arah Arvin yang menunggu dirinya memutuskan apakah dia pergi ke Italia atau tidak.

"Siapkan pesawat." Cakra akhirnya memutuskan untuk pergi ke Italia untuk mengurus bisnis haramnya.

"Siap, bos," jawab Arvin.

Arvin segera keluar dari ruangan Cakra, dia segera mempersiapkan semuanya. Termasuk memberitahukan kepada anggota di Italia bahwa bosnya akan tiba di sana.

***

Alena yang sudah tiba di kantor merasa ada yang mengikutinya. Saat dia melihat ke belakang, orang tersebut tidak ada.

"Aku merasa ada yang mengikutiku. Tapi, siapa?" tanya Alena pada dirinya sendiri.

Alena melangkah kaki, dia benar-benar lemas dan tidak bertenaga sama sekali. Terlebih lagi dirinya mendapatkan ada tiga malaikat kecil di perutnya.

"Aku harus keluar dari kantor ini. Aku tidak mau semua orang mengetahui aku hamil terlebih lagi aku tidak mau jika pria itu tahu mengenai kehamilanku," batin Alena yang bertekad untuk pergi dari tempat ini.

Cakra yang mengerjakan laporan menghentikan sejenak pekerjaan. Dia membuka laci yang berisi brangkas. Uang yang cukup banyak dia keluarkan dan di masukkan ke dalam amplop coklat setelah itu di letakkan di meja.

"Panggilkan OB yang bernama Alena cepat!" Cakra menghubungi Arvin untuk memanggil Alena ke rungannya.

"Apa bos haus? Tapi, kenapa tidak mengatakan jika menginginkan minuman? Ahh, sudahlah." Arvin pun menghubungi ketua OB untuk meminta Alena ke ruangan bos Cakra.

Alena yang baru datang, segera bertemu dengan ketua OB Pak Paimin.

"Alena, kamu di minta ke ruangan Pak Cakra, cepatan, nanti ke buru dia marah padamu," ucap Pak Paimin mengatakan jika dia dipanggil oleh Cakra.

"Kenapa tidak yang lain saja. Pak Cakra pasti pesan minuman, mereka saja yang antar Pak. Saya mohon!" Alena mencoba merayu Pak Paimin untuk menyuruh orang lain ke ruangan Cakra.

"Tapi, Pak Arvin katakan kamu. Pak Arvin tidak mengatakan apapun. Dia hanya minta kamu datang saja. Sudah sana, pergi kamu jangan lama-lama mikirnya nanti saya dan kamu dipecat," ucap Pak Paimin meminta Alena pergi.

Alena pun menghela nafas. Dia enggan untuk pergi tapi karena melihat Pak Paimin dengan wajah memelas, dia pun akhirnya pergi.

'Ada apa ya? Kenapa jantungku deg-degan?' batin Alena dalam hati.

Saat tiba di ruang kerja Cakra. Alena bertemu dengan sekretaris Cakra.

"Pak Cakra ada?" tanya Alena dengan lembut.

"Ada, Ale. Masuk saja," jawab Aldo dengan senyum mengembang.

Pintu di ketuk, Alena masuk perlahan. Dia menatap Cakra yang saat ini menatapnya. Bulu halus Alena berdiri saat matanya bertemu dengan mata Cakra.

"Pak Cakra, memanggil saya?" tanya Alena dengan lembut.

"Hmmm!" Cakra hanya berdehem.

Alena berjalan menuju meja kerja Cakra dan saat dia di depan meja. Sebuah amplop coklat di lemparkan ke depan Alena.

"Ambil itu dan pergi dari hadapan saya. Itu cukup untuk semua yang terjadi," jawab Cakra dengan suara datar dan tatapan mata yang dingin.

Alena terdiam sesaat. Dia tidak menyangka jika kesuciannya dibayar oleh Cakra. Apalagi saat ini dirinya hamil kembar tiga. Alena akhirnya buka suara.

"Maaf, saya bukan perempuan yang menjual kesucian saya. Jika Anda meminta saya pergi, maka saya akan pergi. Jika tidak ada perlu saya permisi. Selamat siang," ucap Alena segera pergi tanpa membawa amplop coklat yang Cakra berikan kepadanya

Cakra terdiam mendengar perkataan Alena. Dia tidak peduli apa yang Alena katakan. Dia tidak perlu lagi bertanggung jawab. Karena dirinya sudah membayar jadi jika ditolak dia bisa apa.

Ceklekkk!

"Bos, kita pergi sekarang. Pesawat sudah siap, semuanya sudah saya koordinasi di sana. Anda jangan khawatir. Dan untuk keperluan Anda sudah saya siapkan," ucap Arvin yang masuk dan mengatakan jika semua sudah siap dan Cakra bisa berangkat ke Italia segera.

"Hmmm," Cakra berdiri dan menyimpan kembali amplop coklat di brangkas.

Keduanya keluar dari ruangan. Aldo berdiri melihat CEO dingin keluar dari ruangan tersebut. Setelah pergi, Aldo kembali melanjutkan pekerjaannya.

***

Alena segera mengemasi barangnya. Dia dipecat oleh Cakra. Tanpa dipecat pun dia akan pergi dari tempat ini. Karena kehamilannya yang lambat laun akan diketahui oleh orang termasuk Cakra.

Inez masuk membawa alat tempur dan saat hendak duduk, dia terkejut melihat Alena berganti pakaian dan membawa barangnya.

"Eh, tunggu dulu. Mau kemana ini?" tanya Inez yang segera berdiri mendekati Alena.

"Mulai sekarang, aku tidak di sini lagi. Aku dipecat dari perusahaan Diamonds. Pak Cakra memecatku," jawab Alena.

"Apa? Ka-kamu dipecat! Tapi, kenapa? Apa kamu ada salah padanya? Atau kamu mencuri? Tidak mungkin. Alena, katakan padaku kenapa kamu dipecat? Ya Tuhan, jahat bener itu bos, seenak udilnya dia memecat orang." Inez kesal melihat sahabatnya dipecat.

"Kerjaku kurang memuaskan. Makanya aku dipecat." Alena mengatakan alasannya kenapa dia dipecat.

Inez tidak menyangka jika Alena dipecat karena pekerjaannya kurang memuaskan. Inez kembali berpikir apakah kejadian waktu itu makanya Alena dipecat oleh CEO nya.

"Jadi, kamu mau kerja di mana?" tanya Inez dengan suara lirih.

"Gampang, rezki sudah ada yang atur. Sudahnya, aku mau pergi dulu. Sekalian pamit dengan Pak Paimin," jawab Alena segera pergi.

Alena tidak mau menunggu lama. Baginya terlalu banyak luka dan kekecewaan dihatinya. Alena bertemu dengan sahabat yang lain. Tidak lupa Alena pamitan kepada semua divisi OB setelah itu Alena pergi meninggalkan perusahaan Diamonds.

'Semoga aku bisa mendapatkan pekerjaan baru demi ketiga buah hatiku. Ibu, maafkan Alena' batin Alena yang segera pergi dengan sepeda motornya.

Cakra yang sedang dalam perjalanan menuju bandara mendapatkan foto dari Daddy Tuan Rosario. Tidak ada tanggapan dari Cakra. Dia mengabaikannya.

"Pak, kita sudah sampai," ucap Arvin mengatakan jika mereka sudah sampai di bandara Soekarno-hatta.

Arvin melangkah kaki menuju tempat di mana pesawat pribadinya parkir. Cakra, terus berjalan menuju pesawatnya. Seluruh penumpang di jalan memandang Cakra dengan tatapan memuja.

"Silahkan Pak Cakra," ucap Arvin mempersilahkan Cakra naik ke pesawat pribadinya.

Cakra duduk dengan tenang dan memandang ke arah sekitar. Cakra memijit keningnya, dia mulai memikirkan Alena. Wanita itu terus menari diingatan terlebih lagi saat dia memberikan sejumlah uang dan pergi dari hadapan.

Drt! Drt!

Panggilan masuk, Cakra menjawab panggilan tersebut. Dia menyerngitkan keningnya melihat siapa yang menghubungi dirinya.

"Hmm, ada apa?" tanya Cakra pada sang penelpon.

Cakra mendengar dalam diam, dia tidak menjawab. Wajahnya mulai berubah pias. Panggilan berakhir, pesan masuk dan memperlihatkan satu gambar yang membuat Cakra mengepalkan tangannya saat melihat gambar yang dikirim padanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status