Share

Bab 3. Hamil

Alena menangis di ruangannya, hatinya sakit ternyata dirinya disamakan dengan perempuan yang menjajah tubuhnya hanya karena uang.

"Aku bukan perempuan murahan. Aku juga tidak mau jika tubuhku disentuh oleh pria yang bukan suamiku," ucap Alena dengan suara lirih dan air mata yang berlinang. 

Puas menangis, Alena segera menghapus air matanya dan berdiri. Dia mulai bertekad kalau dirinya tidak akan menangis dan akan hadapi masalahnya  sendiri apapun yang terjadi. Berbeda, Alena beda pula Cakra yang terus mengingat Alena. 

Cakra tidak fokus bekerja karena mengingat Alena. Cakra mengusap wajahnya dengan kasar. Entah kenapa dia harus berada di posisi yang tidak baik, kenapa harus wanita itu pikirnya. 

Cakra Bramantyo Sastrawinata adalah seorang pengusaha kaya raya. Ayahnya yang bernama Rosario Sastrawinata keturunan Jerman dan Jawa juga seorang pengusaha hebat. Cakra mewarisi bisnis Ayahnya, tapi dia juga memiliki usaha sendiri. Selain itu, tanpa diketahui ayahnya dan orang banyak, Cakra seorang mafia yang dikenal kejam dan dijuluki bertangan iblis.

Drt! Drt!

Cakra yang melamun tersentak mendengar ponselnya berdering, bergegas dirinya meraih ponsel dan menjawabnya dengan suara datar.

"Hmmm, ada apa?" tanya Cakra.

"Barang sudah di dermaga sebelah utara, apa bos akan ke sana?" tanya balik seseorang dari ujung telepon.

"Baik, aku akan kesana, lakukan dengan rapi jangan ada masalah. Ingat, aku mau barang itu dikirim segera," jawab Cakra dengan tegas. Panggilan berakhir, Cakra meletakkan kembali ponselnya. 

Tok! Tok!

"Masuk!" teriak Cakra.

Pintu terbuka dan terlihat wajah asistennya dengan beberapa map di tangannya. Arvin menyerahkan kepada bosnya dan menunggu bosnya menandatangani kontrak kerja kliennya.

"Cari tahu OB yang tadi sekarang juga dan awasi gerak geriknya. Jangan sampai dia pergi dari kantor ini." Arvin meminta kepada Arvin untuk mencari tahu siapa Alena.

"Baik, akan saya lakukan," jawab Arvin. Sebenarnya Arvin penasaran ada apa antara bosnya dan si OB itu. Tapi, Arvin terlalu takut ikut campur jika terlalu banyak bertanya bosnya ini akan memecatnya.

Selesai kerja, Cakra bergegas pulang, dia ingin bertemu dengan daddynya di salah satu Resto. Cakra berjalan keluar menuju lift bersama dengan Arvin, saat di depan ruang OB Cakra melirik ke arah ruangan tersebut.

"Sudah kamu cari tahu apa yang saya minta tadi?" tanya Cakra kepada asistennya. "Sudah, saya akan kirimkan kepada Anda melalui email Anda, Pak Cakra," jawab Arvin singkat.

Cakra menganggukkan kepala, Arvin menekan tombol satu, saat pintu lift terbuka Cakra dan Arvin segera masuk. Lima menit pintu terbuka di basement khusus CEO. Cakra melangkahkan kaki menuju mobil, Arvin yang ingin membukakan pintu mobil dicegah oleh Cakra.

"Kamu pulang saja, biar saya yang bawa mobilnya besok jemput saya. Saya akan temui Daddy sendirian," pinta Cakra kepada asistennya untuk pulang.

"Baiklah, besok saya jemput di rumah," jawab Arvin. Cakra segera masuk ke dalam mobil untuk bertemu dengan daddynya di tempat yang sudah dijanjikan.

****

Waktu berlalu dengan cepat, sejak kejadian malam panas dengan Cakra, Alena tidak lagi ditugaskan untuk membersihkan di ruangan Cakra. Alena akhirnya mengikuti saran dari sahabatnya itu, dia memohon kepada ketua OB, Pak Paimin untuk menukar tempat kerja dengan yang lainnya dan akhirnya disetujui oleh Pak Paimin.

"Ale, kenapa wajahmu pucat, apa kamu sakit? Jika sakit kamu istirahat saja. Jangan kerjakan pekerjaanmu, biar aku saja yang mengerjakannya," ucap Inez yang khawatir melihat wajah Alena pucat pasi.

"Aku tidak sakit, Nez. Aku baik kok, mungkin aku kurang tidur saja. Beberapa hari ini aku sulit tidur, kamu tenang saja ya," jawab Alena mengatakan jika dia baik.

"Ya sudah, kalau kamu baik. Sekarang, kamu istirahat saja di pantry. Kalau sudah enakkan balik lagi ke sini, nanti jika ada yang tanya kamu di mana, aku akan jawab kamu ke kamar mandi atau beli makanan," ujar Inez meminta Alena untuk kembali ke pantry.

Alena menganggukkan kepala pelan. Dia pun kembali ke pantry, saat berada di pantry, Alena mencium aroma mie kemasan, sontak saja Alena merasakan mual dan ingin muntah, dia bergegas ke kamar mandi terdekat untuk memuntahkan semua isi perutnya.

“A… ada apa denganku," ucap Alena yang memuntahkan isi perutnya hingga dia lemas. 

Setelah tenang, Alena membasuh mulutnya dengan air. Alena menatap cermin di toilet dan mulai mengingat kapan dia datang bulan. Dirinya baru sadar kalau dia sudah telat datang bulan. 

'Tidak mungkin, aku tidak hamil, aku pasti salah. Aku harus cek ke rumah sakit, aku harus pastikan benar atau tidak aku hamil. Jika benar, aku harus bagaimana, bukannya dia tidak suka dan dia sudah menghinaku. Apa aku pergi saja dari sini!?" gumam Alena dengan raut wajah yang bingung juga sedih, bola matanya bergerak ke sana kemari apa yang harus dikatakan jika benar dia hamil kepada bosnya, apa dia mau menerima anak yang dia kandung. 

Tanpa menunggu lama, Alena bergegas ke rumah sakit, dia ingin memastikan benar atau tidaknya dia hamil. Dengan menggunakan motor maticnya, Alena melaju menuju rumah sakit terdekat dengan kantornya. 

Jantung berdegup kencang, dia yakin dirinya tidak hamil, pasti masuk angin tidak ada yang lain. Alena berusaha menetralisir ketakutannya, dia berpikiran positif dengan semua yang terjadi. 

Sesampainya di rumah sakit, Alena memarkirkan motor, setelah itu dia melangkahkan kakinya menuju lobby rumah sakit. Alena segera mendaftarkan dirinya setelah itu, Alena menunggu namanya dipanggil oleh suster yang bertugas di poli kandungan.

"Nona Alena Shella Putri." Suster memanggil nama Alena.

Alena segera berdiri dan berjalan masuk ke ruang poli kandungan. Alena keringat dingin dan gugup, dokter yang melihat Alena masuk dengan raut wajah yang seperti itu hanya tersenyum kecil.

"Silahkan duduk, Nona Alena. Ada yang bisa saya bantu?" tanya dokter tersebut kepada Alena.

"Saya tadi muntah dan juga terlambat datang bulan, apa saya hamil dokter?" tanya Alena tanpa basa basi. Dokter tersenyum mendengar pertanyaan Alena. Dokter yang usianya masih muda mengerti dengan sikap Alena yang gugup

"Baiklah, kita ke ranjang itu ya, di cek dulu, baru bisa kita pastikan apakah Ibu Alena hamil atau tidak, mari ikut saya ke sana!" ajak dokter kepada Alena.

Alena menganggukkan kepala dan mengikuti dokter muda tersebut. Alena naik perlahan dibantu oleh suster. Baju Alena dibuka tepat di bagian perut. Gel dingin dioleskan suster dan alat khusus untuk mengecek kandungan disiapkan. Dokter mulai memeriksa perut Alena.

"Wah, dugaan Anda benar, lihat itu ada tiga kantung janin di dalam sana, selamat ya, sebentar lagi Anda akan menjadi Ibu dari bayi kembar tiga. Pasti ayahnya akan senang karena Anda hamil kembar tiga," ucap Dokter tersebut mengatakan dia hamil. Air mata Alena jatuh mendengar jawaban dari Dokter, terlebih lagi mendengar ayah anaknya senang jika dia hamil bayi kembar tiga. 

"Saya hamil, Dok? Kembar tiga? Dokter tidak salah?" tanya Alena dengan suara pelan dan bergetar juga raut wajahnya sendu saat mengetahui dirinya hamil. Dokter yang masih bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Alena menjawabnya dengan menganggukkan kepala. 

Alena sedih dirinya hamil diluar nikah dan tidak tahu harus berbuat apa dengan kehamilannya. Ia pun hanya menyandarkan kepalanya di dinding, air matanya kembali menggenang di pelupuknya.

Di tempat lain, Cakra mulai memerintahkan kepada anak buahnya untuk terus mengikuti gerak gerik Alena, dia mulai tidak tenang dengan apa yang terjadi. Arvin yang penasaran memberanikan diri untuk bertanya kepada Cakra. 

"Bos, data OB sudah saya kirim melalui email, maaf kalau saya lancang bos? Apa bos suka dengan dia. Maaf sebelumnya, kalau saya tidak sopan. Menurut saya untuk sementara waktu bos jangan memikirkan dia terlebih dahulu, karena bos harus segera ke Italia, klan Minamoto sedang menyerang markas kita, lebih baik bos fokus jika tidak fokus bahaya, dari info yang saya dapatkan banyak barang kita yang hilang," ucap Arvin mencoba membuat Cakra fokus dengan klannya yang ada di Italia dari pada fokus dengan Alena.

"Pergilah, lanjutkan pekerjaanmu, nanti aku akan urus semuanya," jawab Cakra meminta kepada asistennya untuk pergi. Arvin pun pasrah dan pergi  meninggalkan bosnya, dia bingung kenapa akhir-akhir ini bosnya berubah dan memikirkan wanita OB itu ada apa sebenarnya antara keduanya. 

Cakra memijat keningnya, masalah terus datang silih berganti. Daddynya meminta dia menikah dengan pilihan Daddynya. Dan dia menolaknya, Cakra beralasan jika dia sudah ada kekasih. Bukannya menyerah, Daddynya malah meminta dia untuk membawa kekasihnya itu. 

Drt! Drt!

Cakra yang melamun, tersentak mendengar suara ponselnya. Cakra segera mengambil ponselnya dan saat melihat id nama penelpon Cakra tersenyum tipis dan menjawab panggilan telepon tersebut. 

"Ada apa?" tanya Cakra dengan suara berat.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Totok Sugianto
wah seru cerita nya
goodnovel comment avatar
Arla
nah lo tanggung jabab cakra kesel deh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status