Alena menangis di ruangannya, hatinya sakit ternyata dirinya disamakan dengan perempuan yang menjajah tubuhnya hanya karena uang.
"Aku bukan perempuan murahan. Aku juga tidak mau jika tubuhku disentuh oleh pria yang bukan suamiku," ucap Alena dengan suara lirih dan air mata yang berlinang. Puas menangis, Alena segera menghapus air matanya dan berdiri. Dia mulai bertekad kalau dirinya tidak akan menangis dan akan hadapi masalahnya sendiri apapun yang terjadi. Berbeda, Alena beda pula Cakra yang terus mengingat Alena. Cakra tidak fokus bekerja karena mengingat Alena. Cakra mengusap wajahnya dengan kasar. Entah kenapa dia harus berada di posisi yang tidak baik, kenapa harus wanita itu pikirnya. Cakra Bramantyo Sastrawinata adalah seorang pengusaha kaya raya. Ayahnya yang bernama Rosario Sastrawinata keturunan Jerman dan Jawa juga seorang pengusaha hebat. Cakra mewarisi bisnis Ayahnya, tapi dia juga memiliki usaha sendiri. Selain itu, tanpa diketahui ayahnya dan orang banyak, Cakra seorang mafia yang dikenal kejam dan dijuluki bertangan iblis.Drt! Drt!Cakra yang melamun tersentak mendengar ponselnya berdering, bergegas dirinya meraih ponsel dan menjawabnya dengan suara datar."Hmmm, ada apa?" tanya Cakra."Barang sudah di dermaga sebelah utara, apa bos akan ke sana?" tanya balik seseorang dari ujung telepon."Baik, aku akan kesana, lakukan dengan rapi jangan ada masalah. Ingat, aku mau barang itu dikirim segera," jawab Cakra dengan tegas. Panggilan berakhir, Cakra meletakkan kembali ponselnya. Tok! Tok!"Masuk!" teriak Cakra.Pintu terbuka dan terlihat wajah asistennya dengan beberapa map di tangannya. Arvin menyerahkan kepada bosnya dan menunggu bosnya menandatangani kontrak kerja kliennya."Cari tahu OB yang tadi sekarang juga dan awasi gerak geriknya. Jangan sampai dia pergi dari kantor ini." Arvin meminta kepada Arvin untuk mencari tahu siapa Alena."Baik, akan saya lakukan," jawab Arvin. Sebenarnya Arvin penasaran ada apa antara bosnya dan si OB itu. Tapi, Arvin terlalu takut ikut campur jika terlalu banyak bertanya bosnya ini akan memecatnya.Selesai kerja, Cakra bergegas pulang, dia ingin bertemu dengan daddynya di salah satu Resto. Cakra berjalan keluar menuju lift bersama dengan Arvin, saat di depan ruang OB Cakra melirik ke arah ruangan tersebut."Sudah kamu cari tahu apa yang saya minta tadi?" tanya Cakra kepada asistennya. "Sudah, saya akan kirimkan kepada Anda melalui email Anda, Pak Cakra," jawab Arvin singkat.Cakra menganggukkan kepala, Arvin menekan tombol satu, saat pintu lift terbuka Cakra dan Arvin segera masuk. Lima menit pintu terbuka di basement khusus CEO. Cakra melangkahkan kaki menuju mobil, Arvin yang ingin membukakan pintu mobil dicegah oleh Cakra."Kamu pulang saja, biar saya yang bawa mobilnya besok jemput saya. Saya akan temui Daddy sendirian," pinta Cakra kepada asistennya untuk pulang."Baiklah, besok saya jemput di rumah," jawab Arvin. Cakra segera masuk ke dalam mobil untuk bertemu dengan daddynya di tempat yang sudah dijanjikan.****Waktu berlalu dengan cepat, sejak kejadian malam panas dengan Cakra, Alena tidak lagi ditugaskan untuk membersihkan di ruangan Cakra. Alena akhirnya mengikuti saran dari sahabatnya itu, dia memohon kepada ketua OB, Pak Paimin untuk menukar tempat kerja dengan yang lainnya dan akhirnya disetujui oleh Pak Paimin."Ale, kenapa wajahmu pucat, apa kamu sakit? Jika sakit kamu istirahat saja. Jangan kerjakan pekerjaanmu, biar aku saja yang mengerjakannya," ucap Inez yang khawatir melihat wajah Alena pucat pasi."Aku tidak sakit, Nez. Aku baik kok, mungkin aku kurang tidur saja. Beberapa hari ini aku sulit tidur, kamu tenang saja ya," jawab Alena mengatakan jika dia baik."Ya sudah, kalau kamu baik. Sekarang, kamu istirahat saja di pantry. Kalau sudah enakkan balik lagi ke sini, nanti jika ada yang tanya kamu di mana, aku akan jawab kamu ke kamar mandi atau beli makanan," ujar Inez meminta Alena untuk kembali ke pantry.Alena menganggukkan kepala pelan. Dia pun kembali ke pantry, saat berada di pantry, Alena mencium aroma mie kemasan, sontak saja Alena merasakan mual dan ingin muntah, dia bergegas ke kamar mandi terdekat untuk memuntahkan semua isi perutnya.“A… ada apa denganku," ucap Alena yang memuntahkan isi perutnya hingga dia lemas. Setelah tenang, Alena membasuh mulutnya dengan air. Alena menatap cermin di toilet dan mulai mengingat kapan dia datang bulan. Dirinya baru sadar kalau dia sudah telat datang bulan. 'Tidak mungkin, aku tidak hamil, aku pasti salah. Aku harus cek ke rumah sakit, aku harus pastikan benar atau tidak aku hamil. Jika benar, aku harus bagaimana, bukannya dia tidak suka dan dia sudah menghinaku. Apa aku pergi saja dari sini!?" gumam Alena dengan raut wajah yang bingung juga sedih, bola matanya bergerak ke sana kemari apa yang harus dikatakan jika benar dia hamil kepada bosnya, apa dia mau menerima anak yang dia kandung. Tanpa menunggu lama, Alena bergegas ke rumah sakit, dia ingin memastikan benar atau tidaknya dia hamil. Dengan menggunakan motor maticnya, Alena melaju menuju rumah sakit terdekat dengan kantornya. Jantung berdegup kencang, dia yakin dirinya tidak hamil, pasti masuk angin tidak ada yang lain. Alena berusaha menetralisir ketakutannya, dia berpikiran positif dengan semua yang terjadi. Sesampainya di rumah sakit, Alena memarkirkan motor, setelah itu dia melangkahkan kakinya menuju lobby rumah sakit. Alena segera mendaftarkan dirinya setelah itu, Alena menunggu namanya dipanggil oleh suster yang bertugas di poli kandungan."Nona Alena Shella Putri." Suster memanggil nama Alena.Alena segera berdiri dan berjalan masuk ke ruang poli kandungan. Alena keringat dingin dan gugup, dokter yang melihat Alena masuk dengan raut wajah yang seperti itu hanya tersenyum kecil."Silahkan duduk, Nona Alena. Ada yang bisa saya bantu?" tanya dokter tersebut kepada Alena."Saya tadi muntah dan juga terlambat datang bulan, apa saya hamil dokter?" tanya Alena tanpa basa basi. Dokter tersenyum mendengar pertanyaan Alena. Dokter yang usianya masih muda mengerti dengan sikap Alena yang gugup"Baiklah, kita ke ranjang itu ya, di cek dulu, baru bisa kita pastikan apakah Ibu Alena hamil atau tidak, mari ikut saya ke sana!" ajak dokter kepada Alena.Alena menganggukkan kepala dan mengikuti dokter muda tersebut. Alena naik perlahan dibantu oleh suster. Baju Alena dibuka tepat di bagian perut. Gel dingin dioleskan suster dan alat khusus untuk mengecek kandungan disiapkan. Dokter mulai memeriksa perut Alena."Wah, dugaan Anda benar, lihat itu ada tiga kantung janin di dalam sana, selamat ya, sebentar lagi Anda akan menjadi Ibu dari bayi kembar tiga. Pasti ayahnya akan senang karena Anda hamil kembar tiga," ucap Dokter tersebut mengatakan dia hamil. Air mata Alena jatuh mendengar jawaban dari Dokter, terlebih lagi mendengar ayah anaknya senang jika dia hamil bayi kembar tiga. "Saya hamil, Dok? Kembar tiga? Dokter tidak salah?" tanya Alena dengan suara pelan dan bergetar juga raut wajahnya sendu saat mengetahui dirinya hamil. Dokter yang masih bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Alena menjawabnya dengan menganggukkan kepala. Alena sedih dirinya hamil diluar nikah dan tidak tahu harus berbuat apa dengan kehamilannya. Ia pun hanya menyandarkan kepalanya di dinding, air matanya kembali menggenang di pelupuknya.Di tempat lain, Cakra mulai memerintahkan kepada anak buahnya untuk terus mengikuti gerak gerik Alena, dia mulai tidak tenang dengan apa yang terjadi. Arvin yang penasaran memberanikan diri untuk bertanya kepada Cakra. "Bos, data OB sudah saya kirim melalui email, maaf kalau saya lancang bos? Apa bos suka dengan dia. Maaf sebelumnya, kalau saya tidak sopan. Menurut saya untuk sementara waktu bos jangan memikirkan dia terlebih dahulu, karena bos harus segera ke Italia, klan Minamoto sedang menyerang markas kita, lebih baik bos fokus jika tidak fokus bahaya, dari info yang saya dapatkan banyak barang kita yang hilang," ucap Arvin mencoba membuat Cakra fokus dengan klannya yang ada di Italia dari pada fokus dengan Alena."Pergilah, lanjutkan pekerjaanmu, nanti aku akan urus semuanya," jawab Cakra meminta kepada asistennya untuk pergi. Arvin pun pasrah dan pergi meninggalkan bosnya, dia bingung kenapa akhir-akhir ini bosnya berubah dan memikirkan wanita OB itu ada apa sebenarnya antara keduanya. Cakra memijat keningnya, masalah terus datang silih berganti. Daddynya meminta dia menikah dengan pilihan Daddynya. Dan dia menolaknya, Cakra beralasan jika dia sudah ada kekasih. Bukannya menyerah, Daddynya malah meminta dia untuk membawa kekasihnya itu. Drt! Drt!Cakra yang melamun, tersentak mendengar suara ponselnya. Cakra segera mengambil ponselnya dan saat melihat id nama penelpon Cakra tersenyum tipis dan menjawab panggilan telepon tersebut. "Ada apa?" tanya Cakra dengan suara berat."Gudang kita dibakar, barang habis, Master," jawab penelepon. "Cari tahu siapa pelakunya, setelah itu lakukan hal yang sama," jawab Cakra dengan tegas. Panggilan berakhir, Cakra melihat ke arah Arvin yang menunggu dirinya memutuskan apakah dia pergi ke Italia atau tidak. "Siapkan pesawat." Cakra akhirnya memutuskan untuk pergi ke Italia untuk mengurus bisnis haramnya. "Siap, bos," jawab Arvin. Arvin segera keluar dari ruangan Cakra, dia segera mempersiapkan semuanya. Termasuk memberitahukan kepada anggota di Italia bahwa bosnya akan tiba di sana. ***Alena yang sudah tiba di kantor merasa ada yang mengikutinya. Saat dia melihat ke belakang, orang tersebut tidak ada. "Aku merasa ada yang mengikutiku. Tapi, siapa?" tanya Alena pada dirinya sendiri. Alena melangkah kaki, dia benar-benar lemas dan tidak bertenaga sama sekali. Terlebih lagi dirinya mendapatkan ada tiga malaikat kecil di perutnya. "Aku harus keluar dari kantor ini. Aku tidak mau semua orang mengetahui aku hamil te
Cakra tidak berkata apapun. Dia hanya menatap foto yang dikirimkan oleh anak buahnya. Cakra penasaran kenapa dia ke sana. "Apa yang dia lakukan di sana?" tanya Cakra pada dirinya sendiri. Cakra masih tidak mengerti Alena wanita yang dia minta untuk diawasi oleh anak buahnya ke rumah sakit dan ke poli kandung. Terbesit di pikirannya kenapa wanita itu berada di sana. Tapi, balik lagi ego mengalahkan semuanya. Cakra tidak banyak bicara dia nonaktifkan ponselnya. Pesawat lepas landas menuju Italia. Italia banyak sekali tempat yang indah dan terkenal salah satu tempat di mana Romeo dan juliet berada yaitu kota Verona. Cakra akan ke kota tersebut dia ingin bertemu dengan salah satu mafia di sana yang juga merupakan salah satu sahabatnya. "Bos, Tuan Hansel sudah mengkonfirmasi kalau klan Minamoto saat ini ada di kota yang akan kita datangi. Dari kabar yang saya terima jika dirinya sedang bersama seseorang wanita." Arvin menjelaskan kepada Cakra jika orang yang diincar oleh bosnya ini ad
Melihat bosnya bertanya dia siapa, Arvin segera mengatakan siapa dia. Dan saat ini, tidak ada yang harus di tutupi lagi. "OB yang bernama Alena, dia memutuskan untuk berhenti. Ini surat pemberhentian yang diberikan oleh ketua OB kepada bagian HRD," jawab Arvin singkat sambil menyerahkan surat pengunduran diri Alena di meja Cakra. Cakra segera mengambilnya, dia membuka kertas tersebut dan membacanya. Dengan amarah memuncak Cakra meremas surat tersebut dan membuangnya. "Apa dia sudah habis kontrak? Maksudku, apa dia masih terikat kontrak dengan kita?" tanya Cakra dengan tatapan bak belati. "Menurut informasi, dia masih masa percobaan selama tiga bulan. Jika dia keluar sebelum tiga bulan dia tidak mendapatkan apapun," jawab Arvin. Cakra semakin gusar, dia tidak mengerti kenapa wanita OB itu pergi dari kantor. Cakra menekukkan tangannya dan memijit keningnya. Tidak mengerti kenapa bisa dia pergi, padahal dia tidak memecatnya. Tapi, lama~lama Cakra mengingat sebelum pergi dia ke Itali
"Baik, bos," ucap anak buah Cakra mengiyakan apa yang dikatakan oleh bosnya. Anak buah Cakra yang mengikuti Alena dan saat ini berdiri di belakang Alena, anak buah Cakra segera maju ke depan. Alena melihat pria bertubuh kekar maju sedikit ketakutan dan mencoba bergeser ke samping. "Mas, sini!" Anak buah Cakra segera memanggil pelayan tadi dan membisikkan sesuatu kepada pelayan tersebut. Mendengar apa yang dibisikkin oleh anak buah Cakra, pelayan tersebut terkejut tapi seketika berubah dengan menganggukkan kepala. Anak buah Cakra menepuk pundaknya dan mundur ke belakang. "Maaf ya, saya mendahului, Nona," jawab anak buah Cakra kepada Alena sambil menundukkan kepala. "Tidak apa, Mas," jawabnya dengan lembut. Pelayan tersebut segera menyiapkan apa yang dikatakan oleh anak buah Cakra. Setelah selesai barulah, pelayan tersebut memberikan kepada Alena. "Mbak, ini pesanannya. Kebetulan sekali, kami ada giveaway dan Mbak mendapatkan giveaway itu. Dan giveaway, saya kasih rendang dan b
Cakra yang memangku Alena melakukan pertolongan pertama dengan menepuk-nepuk pipinya untuk membangunkan Alena yang saat ini pingsan di pangkuannya. "Bangun, cepat bangun. Kenapa kamu pingsan, bagaimana ini," ujar Cakra yang tidak tahu harus berbuat apa. Cakra tidak punya pilihan lain, akhirnya dia menggendong Alena untuk membawanya ke rumah sakit. Dia takut jika terjadi apa-apa dengan Alena. Anak buah Cakra yang saat ini berada di luar ikut terkejut melihat bosnya menggendong wanita yang mereka ikuti. "Bos, kenapa dengan dia?" tanya anak buah Cakra bernama Bule. "Jaga di sini, saya mau bawa dia ke rumah sakit," jawab Cakra singkat. Bule dan Bejo mendengar jawaban dari Cakra hanya menganggukkan kepala, dia membiarkan bosnya pergi membawa wanita tersebut. Cakra melangkahkan kaki menuju mobilnya sesampainya di mobil, Cakra sedikit kesulitan untuk membuka pintu mobil. "Sial, bagaimana aku bisa membuka pintu ini, akhh!" Cakra kesal karena dia tidak tahu bagaimana cara mengambil kunci
Cakra semalaman menjaga Alena dia tidak membiarkan Alena sendirian di rumah sakit. Cakra meletakkan kepalanya di samping tangan Alena sambil memegang tangannya. Alena terbangun dari tidurnya, matanya perlahan terbuka. Dia mengerjapkan matanya dan melihat sekeliling ruangan. Bau obat dan bercat putih itu yang dia lihat saat ini. "Dimana aku, apa aku? Kepalaku sakit sekali," ucapnya sambil mencoba memejamkan matanya kembali mencoba menenangkan dirinya. Saat tangannya ingin digerakkan, Alena merasakan ada sesuatu di sampingnya. Dia melihat ada pria yang tidur sambil memegang tangannya. Alena menariknya perlahan, tapi tarikkannya membuat pria tersebut terbangun dan langsung menatapnya. Alena terkejut dengan apa yang dia lihat, pria yang ada di depannya adalah Cakra, CEO sekaligus ayah dari anak-anaknya. Alena menundukkan kepala ke bawah sambil memilin tangannya. Alena takut untuk bertemu Cakra apa lagi dia tidak mau jika Cakra mengetahuinya hamil. Alena tidak mau dihina lagi seperti w
Cakra terdiam saat mendengar apa yang dikatakan oleh Alena. Cakra memandang lekat Alena dan tidak sedikitpun mengalihkan pandangannya. Mereka berdua saling memandang satu sama lain. Alena yang gugup segera mengalihkan pandangannya dari Cakra, dia menundukkan kepala sambil memilin jarinya. "Aku sudah katakan. Jika ada yang berbicara denganmu pandang lawan bicaramu bukan malah menunduk," ucap Cakra dengan suara datar yang meminta kepada Alena untuk memandang dirinya. Alena pun mengangkat kepalanya, dia memberanikan diri untuk memandang Cakra. Cakra menghela nafas, dia sudah membuat wanita yang di depannya ini ketakutan. Padahal di awal wanita ini sangat berani untuk memandangnya dan menjawab apa yang dia katakan tapi saat ini Alena malah diam 1000 bahasa. "Kamu ingin bertemu dengan ibumu, kalau begitu keluar dari rumah sakit kita akan ke rumahmu, aku akan mengatakan kepada ibumu jika aku akan melamarmu kalau perlu langsung menikah tidak perlu menunggu lama bagaimana kamu senang?" ta
"Kamu temui Daddy sekarang juga, tidak boleh menolak setengah jam dari sekarang kamu sudah ada di rumah," ucap Tuan Rosario Sastrawinata kepada Cakra. "Ta...." Cakra menghentikan ucapannya karena panggilan karena Tuan Rosario berakhir. Cakra hanya bisa diam dia tidak tahu harus apa saat ini. Tuan Rosario kalau sudah memerintah tidak lihat situasi. Tuan Rosario selalu meminta kepadanya cepat dan tidak boleh membantah sama sekali. Cakra melihat Alena yang masih tidur. Cakra mengirimkan pesan kepada dua anak buahnya yang dia perintahkan untuk mengikuti Alena untuk datang ke rumah sakit dan menjaganya. Cakra menunggu anak buahnya datang. Dia tidak memperdulikan jika dia terlambat datang untuk bertemu Tuan Rosario Daddynya. Anak buah Cakra Bejo dan Bule yang mendapat pesan untuk ke rumah sakit segera pergi. Rumah Alena sudah ditutup oleh keduanya. Mereka pun pergi menemui Cakra di rumah sakit. "Jo, kita ke rumah sakit untuk mengawasi wanita bos Cakra ya?" tanya Bule yang duduk di bonc