Home / Romansa / Tiga Bayi Sang Mafia / Bab 6. Mengikuti

Share

Bab 6. Mengikuti

Author: ZeeHyung
last update Last Updated: 2023-11-22 18:22:14

Melihat bosnya bertanya dia siapa, Arvin segera mengatakan siapa dia. Dan saat ini, tidak ada yang harus di tutupi lagi.

"OB yang bernama Alena, dia memutuskan untuk berhenti. Ini surat pemberhentian yang diberikan oleh ketua OB kepada bagian HRD," jawab Arvin singkat sambil menyerahkan surat pengunduran diri Alena di meja Cakra.

Cakra segera mengambilnya, dia membuka kertas tersebut dan membacanya. Dengan amarah memuncak Cakra meremas surat tersebut dan membuangnya.

"Apa dia sudah habis kontrak? Maksudku, apa dia masih terikat kontrak dengan kita?" tanya Cakra dengan tatapan bak belati.

"Menurut informasi, dia masih masa percobaan selama tiga bulan. Jika dia keluar sebelum tiga bulan dia tidak mendapatkan apapun," jawab Arvin.

Cakra semakin gusar, dia tidak mengerti kenapa wanita OB itu pergi dari kantor. Cakra menekukkan tangannya dan memijit keningnya. Tidak mengerti kenapa bisa dia pergi, padahal dia tidak memecatnya. Tapi, lama~lama Cakra mengingat sebelum pergi dia ke Italia dia memberikan uang dan memintanya pergi. Cakra hanya bisa mengumpat kesalahannya. Cakra segera berdiri dan mengambil jasnya.

"Saya mau keluar, kamu urus semuanya," ucap Cakra mengatakan jika dia ingin pergi.

"Baik," sahut Arvin.

Arvin menganggukkan kepala dan menyerahkan kunci mobil kepada Cakra tanpa bertanya kemana bosnya itu pergi.

Cakra melangkahkan kaki menuju pintu dia bergegas pergi ke suatu tempat berharap jika dia akan bertemu dengannya.

'Aku harus temui dia. Aku akan meminta penjelasan kenapa dia ke sana, apa yang dia sembunyikan padaku!? gumam Cakra berharap dia akan bertemu Alena.

Di depan lift, Cakra menekan tombol dan setelah terbuka, Cakra segera masuk ke dalam lift dan menekan tombol satu. Pintu lift tertutup menuju lantai satu. Saat pintu terbuka, Cakra bergegas keluar dan melangkahkan kaki menuju mobil.

Tittt!

Alarm mobil terdengar, Cakra segera membuka pintu dan masuk ke dalam mobil dengan cepat mestater mobil. Mobil melaju menuju rumah Alena yang sudah dia ketahui dari Arvin dan juga anak buahnya yang saat ini masih mengikuti Alena.

Sesampainya di depan gang rumah Alena, Cakra menyerngitkan keningnya, gang sempit tidak bisa mobilnya masuk. Cakra segera menghubungi anak buahnya.

Tut!

Panggilan Cakra segera dijawab oleh anak buahnya tanpa harus menunggu.

"Ya bos," jawab anak buahnya Cakra.

"Dimana?" tanya Cakra singkat.

"Kami di warung pojok depan gang, bos ingin masuk ke sana?" tanya anak buahnya yang sudah mengetahui jika bos mereka ada di depan gang rumah wanita yang diminta untuk mereka awasi.

"Tidak," jawabnya singkat

Panggilan berakhir, Cakra segera mengakhiri panggilan tersebut dan dia memperhatikan siapa saja yang keluar masuk di dalam gang berharap Alena keluar dari rumahnya.

Di dalam rumah, Alena masih belum berani untuk keluar atau menghubungi ibunya di kampung. Dia takut jika ibunya syok mendengar apa yang terjadi dengan dirinya. Air matanya menggenang di pelupuk matanya.

"Aku harus apa? Tiga janin tidak bersalah ada di dalam rahimku, bagaimana aku harus mengatakan ke Ibu, kalau aku hamil dan ayahnya tidak mengharapkan diriku dan mereka, apa yang harus aku lakukan," ucap Alena sambil mengusap perutnya yang masih rata.

Air mata yang mengenang pun airnya lolos juga, dia tidak sanggup menahan terlalu lama. Alena mengusap air matanya, dia harus berani bertanggung jawab dengan apa yang dia perbuat. Mereka tidak bersalah bukan mau mereka ada di dalam rahimnya.

Alena melangkahkan kaki ke dalam kamar. Rumah kontrakan yang Alena tempati sangat kecil dan juga pengap. Kamar tidur hanya satu dan dibelakang hanya ada satu kamar mandi dan dapur yang kecil. Untuk mandi dia harus menimba air dari sumur.

"Aku harus keluar mencari makanan, di saat sedih aku menjadi lapar. Sabar ya nak, Ibu mau keluar cari makanan. Kira-kira kita mau makan apa ya. Ibu lihat dulu sisa berapa uang kita, beruntung Ibu sudah bayar kontrakan bulan ini, kalau tidak kita akan diusir." Alena menghitung uang yang tersisa.

Alena tersenyum lebar karena uangnya cukup untuk hidupnya satu bulan ke depan itu pun dia harus hemat. Alena menyimpan uangnya di dalam lemari dan bergegas mengambil sweater di gantungan dan mengenakannya.

"Kita pergi sekarang, semoga makanan yang Ibu inginkan ada ya, sabar ya anak Ibu," ujarnya lagi.

Alena melangkahkan kaki menuju pintu dan membukanya. Alena tersenyum dia tidak ingin ada warga yang tahu jika dia sedang hamil bisa-bisa dia diusir dari kontrakan ini. Alena berjalan menuju ujung jalan saat tiba di gang depan, Alena melihat ke kiri dan ke kanan baru dia menyebrang dan berdiri sambil menunggu angkutan umum.

Anak buah Cakra pun bergerak menunggu angkutan bersama dengan Alena. Alena tidak mengetahui jika dirinya diperhatikan oleh Cakra dan diikuti oleh anak buahnya.

"Mau kemana dia? Dan kenapa wajahnya pucat. Apa dia tidak makan? Sudah tahu sakit masih saja keluar, tidak bisakah dia memesan makanan siap saji saja, dasar wanita bodoh. Sudah diberikan kerja masih saja sok ingin berhenti," omel Cakra yang kesal karena Alena keluar dari perusahaannya.

Cakra tidak ingat jika Alena keluar juga karena dia dan sekarang dia malah menyalahkan Alena. Cakra mengikuti angkutan umum yang dinaikki oleh Alena dan anak buahnya. Cakra terus mengikuti angkutan umum tersebut. Sampai di halte, angkutan yang dinaikki Alena berhenti. Alena turun dari angkutan tersebut. Peluh membasahi pelipisnya. Sekali-kali Alena menyekatnya. Alena membayar ongkos dan setelah itu, Alena berjalan ke arah rumah makan padang.

Cakra melihat kelakuan Alena, dia menyerngitkan keningnya ke atas. Alena tidak masuk tapi dia hanya berdiri di depan etalase dan memandangi makanan di dalam etalase tersebut. Cakra masih penasaran kenapa wanita itu tidak masuk dan tanpa di duga, Alena mengusap satu makanan yang ada si etalase setelahnya, dia mengusap ke perutnya.

"A~apa yang dia lakukan? K~kenapa dia melakukan itu. A~apa yang aku lihat itu benar? D~dia hamil?" tanya Cakra pada dirinya karena foto yang dia dapat dari anak buahnya membuat dia penasaran dan informasi yang di sampaikan anak buahnya juga mengatakan kalau Alena hamil.

Cakra masih menunggu apa yang dilakukan oleh Alena. Alena masuk ke dalam rumah makan Padang begitu juga anak buah Cakra. Setiap gerak gerik Alena dipantau tanpa ada sedikitpun yang terlewatkan.

"Permisi, Uda. Mau beli nasi pakai kuah dan daun ubi rebus dengan timun bisa tidak?" tanya Alena dengan hati~hati.

"Tidak pakai lauk, Uni?" tanya pelayan tersebut.

Alena tersenyum dan menggelengkan kepala. Baginya kuah kuning kepala ikan sudah cukup. Anak buah Cakra sengaja menghubungi Cakra agar bosnya itu mendengar apa yang dilakukan oleh wanita ini. Cakra mendapatkan panggilan telpon segera menjawabnya dan mendengarkan apa yang Alena katakan kepada pelayan nasi padang.

Cakra terdiam sesaat, dia menunjukkan makanan itu tapi yang dia beli hanya nasi pakai kuah dan daun ubi serta timun. Apa semiskin itukah dia? Cakra hanya mengepalkan tangannya dengan erat. Tanpa menunggu lagi, Cakra meminta anak buahnya membelikan makanan yang tadi diraba oleh Alena saat berada di luar warung nasi padang.

"Belikan apa yang dia sentuh tadi saat diluar," jawab Cakra memerintahkan anak buah untuk segera membelikan makanan yang Alena inginkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Cempaka Rose
lanjutkan q sangat tersentuh critax keren banget
goodnovel comment avatar
Dilla Na Pei
aq nangis baca bab ini. sedih bgt
goodnovel comment avatar
Alain Setiawan
Cerita nya bagus
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tiga Bayi Sang Mafia   S2 Bab 151. Epilog

    Sejak meninggalnya Alena membuat Cakra lebih banyak menghabiskan waktu ke pemakaman Alena dan dia hampir setiap hari ke sana membawakan bunga kesukaan Alena, perusahaan sudah diserahkannya semua kepada ketiga anaknya Kenzo, Kenzi dan Kiano. Mereka benar-benar menumpahkan semua rasa sayang mereka kepada Cakra dan mereka juga mengurus perusahaan yang diserahkan kepada mereka seluruhnya. Cakra sudah tidak lagi memikirkan perusahaan setiap hari dia selalu pulang pergi ke rumah dan pemakaman. Hari berlalu dengan cepat. Cakra sudah lebih menua. Tuan Rosario dan ibu Fatimah juga sudah pergi meninggalkan mereka keduanya yang sudah sepuh dan mereka mengikuti Alena. Ibu Fatimah dimakamkan di sebelah Alena. Sedangkan Tuan Rosario dimakamkan di samping istrinya. Saat ini, hari-hari Cakra hanya bisa bermain dengan 3 cucu kembarnya yang semuanya laki-laki anak dari Kenzi sedangkan Kenzo memiliki tiga kembar dan semuanya laki-laki juga sedangkan Kiano dua laki-laki dan 1 wanita dan saat ini cucu C

  • Tiga Bayi Sang Mafia   S2 Bab 150. Pemakaman

    Cakra mendekati Ibu Fatimah, dia memeluk ibunya Alena dengan cukup erat. Wajah Ibu Fatimah itu mirip dengan Alena jadi dia merasa kalau Alena ada di dalam diri Ibu Fatimah. "Ibu sudah jangan menangis, Alena sudah pergi, dia tidak sakit lagi. Dia sekarang bahagia di sana bersama Mommyku. Ibu masih punya aku dan si kembar. Lagipula, cicit Ibu juga akan lahir. Aku harap Ibu bisa menjaga mereka menggantikan Alena ya, aku mohon jangan menangis. Kita harus ikhlas, Ibu," ucap Cakra yang membuat Ibu Fatimah terisak di pelukkan Cakra dan tentu saja itu membuat Cakra ikut menangis. Para menantu Alena memeluk nenek mereka, Ibu dari mertua mereka. Mika yang dekat dengan Ibu Fatimah menghapus air mata Ibu Fatimah. "Nenek cantik, jangan sedih ya, aku akan sedih jika nenek cantik sedih, Mommy akan sedih jika nenek cantik sedih, kita harus kuat dan selalu doakan Mommy ya, Nenek cantik," ujar Mika mencoba menenangkan Ibu dari mertuanya tersebut. Ibu Fatimah yang dipeluk oleh cucu menantunya menang

  • Tiga Bayi Sang Mafia   S2 Bab 149. Separuh Jiwaku Pergi

    Tepat hari ini, Cakra menghadapi cobaan yang luar biasa, dia harus merasakan sakit yang teramat dalam. Wanita kesayangannya pergi dalam pelukkannya. "Katanya kamu nggak akan pergi, kenapa pergi juga, kenapa tinggalkan aku. Bukannya kita akan menua bersama, kamu kenapa berbohong kepadaku?" tanya Cakra yang masih memeluk Alena dan dia tidak mau membawa Alena pergi dari tempat tersebut. Kenzi, Kenzo, Kiano tidak tahan melihat separuh jiwa daddynya pergi dan belahan jiwa mereka pergi. Kiano menangis histeris dan tubuhnya bergetar saat ini. "Mommy, kenapa tega meninggalkan aku. Apa salah Mommyku Tuhan, aku tidak mau Mommyku pergi, kembalikan dia. Kembalikan dia aku mohon, kembalikan dia, Mommy kembali, jangan tinggalkan aku!" tangis Kiano membuat mereka semuanya menangis melihat keluarga Cakra mendapatkan cobaan yang cukup besar. "Bawa Ibu Fatimah ke mobil, sadarkan dia ya, tolong bantu dia kuat," ucap Tuan Rosario meminta kepada Hana dan Hani untuk membangunkan bibi mereka. "Baik, P

  • Tiga Bayi Sang Mafia   S2 Bab 148. Kepergian Alena

    "Baiklah, Dokter. Saya permisi dulu. Saya harap semuanya akan lancar dan tidak ada kanker yang menyebar di seluruh tubuh istri saya, tapi rambut istri saya sudah gugur. Apakah itu berpengaruh karena sakitnya?" tanya Cakra yang akhirnya mengatakan kalau rambut Alena gugur.Mendengar pertanyaan dari Cakra, Dokter tersebut menganggukkan kepala. "Iya benar, itu adalah efeknya dan juga efek kemoterapi yang waktu itu tapi Anda jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja, semoga istri Anda bisa kuat dan dia bisa dioperasi dan juga kankernya tidak menyebar ke seluruh tubuhnya," jawab Dokter. Mendengar perkataan dari Dokter, Cakra menganggukkan kepala, itulah yang dia harapkan Alena sembuh. Apapun akan dia lakukan untuk sembuh. "Ya sudah, Dokter, terima kasih. Saya pergi dulu, saya ingin bertemu dengan istri saya," jawab Cakra yang dianggukan oleh dokter. Keduanya bersalaman dan tersenyum. Cakra keluar dari ruangan Dokter. Tubuhnya lemas kakinya bergetar dia merasakan ada sesuatu yang hi

  • Tiga Bayi Sang Mafia   S2 Bab 147. Operasi

    Tuan Rosario tidak tau pasti dengan jawabannya. "Apakah Anda yakin besan?" tanya Ibu Fatimah."Aku tidak yakin dan tidak tahu kapan anak perempuanku itu akan bangun karena saat ini dia sepertinya masih enggan untuk melihat kita, dia masih betah dengan dunianya yang di alam mimpi. Aku tidak tahu apa yang dia inginkan, aku sudah melarangnya untuk tidak tertidur. Saat itu, tapi nyatanya dia tidur juga. Apakah aku bisa melarangnya jika anakku ingin tidur?" tanya Tuan Rosario yang akhirnya menumpahkan semua rasa kesedihannya dengan air matanya. Dia yang kuat dan dia yang menasehati semuanya untuk tidak menangis. Tapi, saat melihat anak perempuannya tidak juga bangun membuat dirinya sedih terlebih lagi sejak Alena muncul dalam kehidupan anaknya Cakra. Cakra sudah berubah menjadi pria yang dia inginkan dan sekarang jika Alena tidak ada, apakah Cakra akan kembali ke mode yang dulu. Luna dan ketiga sahabat Cakra juga dua sahabat Alena serta dua sepupu masing-masing memeluk suami mereka. Merr

  • Tiga Bayi Sang Mafia   S2 Bab 146. Aku Tidak Judi Mommy

    Setiap hari Cakra terus membuat obrolan yang kalau orang mendengar pasti akan membosankan tapi tidak dengan Cakra, dia terus mengatakan semuanya hingga Cakra perlahan putus asa karena setiap hari obrolannya tidak direspon malah Alena semakin menutup matanya. "Sayang, Kiano ingin menikah, dia ingin kamu menyaksikannya. Apakah kamu tidak kasihan dengan Kiano. Dia menunggumu, Sayang, bangunlah aku ingin melihat kamu menyaksikan, anak semata wayangmu itu mau menikah. Ayo bangunlah, tidak maukah kamu melihatnya. Dia sangat membutuhkanmu, Sayang. Dia menunggumu, bangunlah, sudah sebulan lebih kamu tidak bangun dan kamu juga tidak meresponku, aku tidak masalah kamu tidak meresponku tapi mereka yang di luar menunggu kamu. Ibu, Dadddy, sahabatmu, sepupumu keponakanmu dan juga menantu serta anakmu. Dan aku menunggumu, bangunlah. Tidak maukah kamu bangun, Sayang. Apakah sesulit itu untuk membuka matamu, apa yang dokter berikan kepadamu sehingga kamu menutup mata, coba katakan biar aku menghabis

  • Tiga Bayi Sang Mafia   S2 Bab 145. Bangun Sayang

    "Sakit?" tanya Alex yang menatap ke arah Nilam. "Iya, sakit. Apakah kamu sakit?" tanyanya kembali. Menurutmu, apakah aku sakit setelah semua yang terjadi kepadaku, Nilam? Aku sakit karena baru tahu selama ini Ibuku menderita, dia terlihat bahagia tapi nyatanya dia malah sedih apakah pantas jika aku tidak mengatakan aku sakit?" tanya Alex.Nilam menggelengkan kepala, dia tahu kalau saat ini pasti Alex sangat sakit dan dia juga mengerti kalau saat ini Alex merasakan sakit yang teramat dalam, kehilangan orang yang dicintai yang dia sayangi sedari dulu dan orang itu meninggal di tangannya. "Jika kamu sakit maka datangi dia, minta maaf lah kepadanya seperti apapun ibumu, dia tetaplah ibumu, dia tahu kamu tidak akan mau melakukan itu dan aku yakin dia pasti sudah memaafkanmu. Jauh sebelum kamu meminta maaf karena kamu tahu seorang ibu memaafkan anaknya walaupun anaknya sudah melakukan kesalahan sebesar apapun itu, dia pasti memaafkannya," ucap Nilam.Alex yang mendengar perkataan dari Ni

  • Tiga Bayi Sang Mafia   S2 Bab 144. Penyesalan Alex

    Orang yang membuat Alex kesal siapa lagi kalau bukan Kahfi. Kahfi datang menemui Alex dan dia bersama sepupunya untuk menjenguk Alex dan tentu saja itu membuat Alex kesal, bukan tidak suka jika mereka menjenguknya tapi dia menyindirnya bukankah itu menyebalkan? Ya, sangat menyebalkan. "Mau apa, kamu ke sini, hahh? Berani-beraninya kamu ke sini, pergi sana. Aku tidak membutuhkanmu," usir Alex kepada Kahfi. Namun, Kahfi tidak peduli dia masuk bersama dengan yang lainnya.Mereka duduk dan meletakkan buah-buahan yang sudah mereka bawa. "jangan terlalu perasaan, ingat semua sudah berakhi, lebih baik kamu tenang dan jangan memikirkan siapapun. Oh, ya bagaimana kondisimu. Apa sudah baikan?" tanya Mike kepada Alex. "Menurutmu, apakah aku sudah baik-baik saja? Jawabannya tentu tidak. Lihatlah, aku masih terbaring di sini. Kalian mau apa ke tempatku dan kalian bawa apa untukku? Hanya buah-buahan, ya? Aku tidak butuh buah-buahan yang aku butuhkan nuklir, mana dia serahkan cepat," jawab Alex ya

  • Tiga Bayi Sang Mafia   S2 Bab 143. Pemakaman Maria

    Alex mendengar suara Nilam yang terdengar khawatir ada perasaan hangat di hatinya karena saat ini ada yang mengkhawatirkan dirinya."Sudah jangan nangis aku tidak apa-apa, aku baik-baik saja kamu bisa datang ke rumah sakit ya minta sopir ke sini dan satu lagi bisa tidak kamu masakin aku makanan karena aku sangat menginginkan makanan darimu, makanan di sini tidak enak," pinta Alex yang bertingkah seperti anak kecil dan dia merengek kepada Nilam untuk membawakannya makanan.Nilam yang saat ini tengah mendengar rengekan dari Alex hanya tersenyum dia pun mengiyakan apa yang diminta oleh Alex. Keduanya saling bercanda satu sama lain sedangkan Rian saat ini tengah mengurus pemakaman dari Maria, dia menunggu di ruang kamar mayat karena saat ini pihak rumah sakit sedang memandikan Maria.Rian pun harus bolak-balik ke kamar mayat dan ke kasit untuk membayar semua administrasi yang dibutuhkan termasuk biaya pemakaman dan yang lainnya. Rian sudah mencari pemakaman yang benar-benar terbaik untuk

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status