Share

Bab 6. Mengikuti

Melihat bosnya bertanya dia siapa, Arvin segera mengatakan siapa dia. Dan saat ini, tidak ada yang harus di tutupi lagi.

"OB yang bernama Alena, dia memutuskan untuk berhenti. Ini surat pemberhentian yang diberikan oleh ketua OB kepada bagian HRD," jawab Arvin singkat sambil menyerahkan surat pengunduran diri Alena di meja Cakra.

Cakra segera mengambilnya, dia membuka kertas tersebut dan membacanya. Dengan amarah memuncak Cakra meremas surat tersebut dan membuangnya.

"Apa dia sudah habis kontrak? Maksudku, apa dia masih terikat kontrak dengan kita?" tanya Cakra dengan tatapan bak belati.

"Menurut informasi, dia masih masa percobaan selama tiga bulan. Jika dia keluar sebelum tiga bulan dia tidak mendapatkan apapun," jawab Arvin.

Cakra semakin gusar, dia tidak mengerti kenapa wanita OB itu pergi dari kantor. Cakra menekukkan tangannya dan memijit keningnya. Tidak mengerti kenapa bisa dia pergi, padahal dia tidak memecatnya. Tapi, lama~lama Cakra mengingat sebelum pergi dia ke Italia dia memberikan uang dan memintanya pergi. Cakra hanya bisa mengumpat kesalahannya. Cakra segera berdiri dan mengambil jasnya.

"Saya mau keluar, kamu urus semuanya," ucap Cakra mengatakan jika dia ingin pergi.

"Baik," sahut Arvin.

Arvin menganggukkan kepala dan menyerahkan kunci mobil kepada Cakra tanpa bertanya kemana bosnya itu pergi.

Cakra melangkahkan kaki menuju pintu dia bergegas pergi ke suatu tempat berharap jika dia akan bertemu dengannya.

'Aku harus temui dia. Aku akan meminta penjelasan kenapa dia ke sana, apa yang dia sembunyikan padaku!? gumam Cakra berharap dia akan bertemu Alena.

Di depan lift, Cakra menekan tombol dan setelah terbuka, Cakra segera masuk ke dalam lift dan menekan tombol satu. Pintu lift tertutup menuju lantai satu. Saat pintu terbuka, Cakra bergegas keluar dan melangkahkan kaki menuju mobil.

Tittt!

Alarm mobil terdengar, Cakra segera membuka pintu dan masuk ke dalam mobil dengan cepat mestater mobil. Mobil melaju menuju rumah Alena yang sudah dia ketahui dari Arvin dan juga anak buahnya yang saat ini masih mengikuti Alena.

Sesampainya di depan gang rumah Alena, Cakra menyerngitkan keningnya, gang sempit tidak bisa mobilnya masuk. Cakra segera menghubungi anak buahnya.

Tut!

Panggilan Cakra segera dijawab oleh anak buahnya tanpa harus menunggu.

"Ya bos," jawab anak buahnya Cakra.

"Dimana?" tanya Cakra singkat.

"Kami di warung pojok depan gang, bos ingin masuk ke sana?" tanya anak buahnya yang sudah mengetahui jika bos mereka ada di depan gang rumah wanita yang diminta untuk mereka awasi.

"Tidak," jawabnya singkat

Panggilan berakhir, Cakra segera mengakhiri panggilan tersebut dan dia memperhatikan siapa saja yang keluar masuk di dalam gang berharap Alena keluar dari rumahnya.

Di dalam rumah, Alena masih belum berani untuk keluar atau menghubungi ibunya di kampung. Dia takut jika ibunya syok mendengar apa yang terjadi dengan dirinya. Air matanya menggenang di pelupuk matanya.

"Aku harus apa? Tiga janin tidak bersalah ada di dalam rahimku, bagaimana aku harus mengatakan ke Ibu, kalau aku hamil dan ayahnya tidak mengharapkan diriku dan mereka, apa yang harus aku lakukan," ucap Alena sambil mengusap perutnya yang masih rata.

Air mata yang mengenang pun airnya lolos juga, dia tidak sanggup menahan terlalu lama. Alena mengusap air matanya, dia harus berani bertanggung jawab dengan apa yang dia perbuat. Mereka tidak bersalah bukan mau mereka ada di dalam rahimnya.

Alena melangkahkan kaki ke dalam kamar. Rumah kontrakan yang Alena tempati sangat kecil dan juga pengap. Kamar tidur hanya satu dan dibelakang hanya ada satu kamar mandi dan dapur yang kecil. Untuk mandi dia harus menimba air dari sumur.

"Aku harus keluar mencari makanan, di saat sedih aku menjadi lapar. Sabar ya nak, Ibu mau keluar cari makanan. Kira-kira kita mau makan apa ya. Ibu lihat dulu sisa berapa uang kita, beruntung Ibu sudah bayar kontrakan bulan ini, kalau tidak kita akan diusir." Alena menghitung uang yang tersisa.

Alena tersenyum lebar karena uangnya cukup untuk hidupnya satu bulan ke depan itu pun dia harus hemat. Alena menyimpan uangnya di dalam lemari dan bergegas mengambil sweater di gantungan dan mengenakannya.

"Kita pergi sekarang, semoga makanan yang Ibu inginkan ada ya, sabar ya anak Ibu," ujarnya lagi.

Alena melangkahkan kaki menuju pintu dan membukanya. Alena tersenyum dia tidak ingin ada warga yang tahu jika dia sedang hamil bisa-bisa dia diusir dari kontrakan ini. Alena berjalan menuju ujung jalan saat tiba di gang depan, Alena melihat ke kiri dan ke kanan baru dia menyebrang dan berdiri sambil menunggu angkutan umum.

Anak buah Cakra pun bergerak menunggu angkutan bersama dengan Alena. Alena tidak mengetahui jika dirinya diperhatikan oleh Cakra dan diikuti oleh anak buahnya.

"Mau kemana dia? Dan kenapa wajahnya pucat. Apa dia tidak makan? Sudah tahu sakit masih saja keluar, tidak bisakah dia memesan makanan siap saji saja, dasar wanita bodoh. Sudah diberikan kerja masih saja sok ingin berhenti," omel Cakra yang kesal karena Alena keluar dari perusahaannya.

Cakra tidak ingat jika Alena keluar juga karena dia dan sekarang dia malah menyalahkan Alena. Cakra mengikuti angkutan umum yang dinaikki oleh Alena dan anak buahnya. Cakra terus mengikuti angkutan umum tersebut. Sampai di halte, angkutan yang dinaikki Alena berhenti. Alena turun dari angkutan tersebut. Peluh membasahi pelipisnya. Sekali-kali Alena menyekatnya. Alena membayar ongkos dan setelah itu, Alena berjalan ke arah rumah makan padang.

Cakra melihat kelakuan Alena, dia menyerngitkan keningnya ke atas. Alena tidak masuk tapi dia hanya berdiri di depan etalase dan memandangi makanan di dalam etalase tersebut. Cakra masih penasaran kenapa wanita itu tidak masuk dan tanpa di duga, Alena mengusap satu makanan yang ada si etalase setelahnya, dia mengusap ke perutnya.

"A~apa yang dia lakukan? K~kenapa dia melakukan itu. A~apa yang aku lihat itu benar? D~dia hamil?" tanya Cakra pada dirinya karena foto yang dia dapat dari anak buahnya membuat dia penasaran dan informasi yang di sampaikan anak buahnya juga mengatakan kalau Alena hamil.

Cakra masih menunggu apa yang dilakukan oleh Alena. Alena masuk ke dalam rumah makan Padang begitu juga anak buah Cakra. Setiap gerak gerik Alena dipantau tanpa ada sedikitpun yang terlewatkan.

"Permisi, Uda. Mau beli nasi pakai kuah dan daun ubi rebus dengan timun bisa tidak?" tanya Alena dengan hati~hati.

"Tidak pakai lauk, Uni?" tanya pelayan tersebut.

Alena tersenyum dan menggelengkan kepala. Baginya kuah kuning kepala ikan sudah cukup. Anak buah Cakra sengaja menghubungi Cakra agar bosnya itu mendengar apa yang dilakukan oleh wanita ini. Cakra mendapatkan panggilan telpon segera menjawabnya dan mendengarkan apa yang Alena katakan kepada pelayan nasi padang.

Cakra terdiam sesaat, dia menunjukkan makanan itu tapi yang dia beli hanya nasi pakai kuah dan daun ubi serta timun. Apa semiskin itukah dia? Cakra hanya mengepalkan tangannya dengan erat. Tanpa menunggu lagi, Cakra meminta anak buahnya membelikan makanan yang tadi diraba oleh Alena saat berada di luar warung nasi padang.

"Belikan apa yang dia sentuh tadi saat diluar," jawab Cakra memerintahkan anak buah untuk segera membelikan makanan yang Alena inginkan.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Cempaka Rose
lanjutkan q sangat tersentuh critax keren banget
goodnovel comment avatar
Dilla Na Pei
aq nangis baca bab ini. sedih bgt
goodnovel comment avatar
Alain Setiawan
Cerita nya bagus
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status