Share

148. Tolong Aku!

Penulis: Lil Seven
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-11 22:32:49

Aku menepis tangannya dengan kasar, mundur begitu cepat hingga kursiku hampir jatuh.

“Pak, kalau Anda berani mendekati saya lagi, saya akan melaporkan bapak!" teriakku dengan wajah memerah.

Anehnya, pak Samuel tidak panik, juga tidak marah. Dosen muda itu hanya merapikan kemejanya dengan tenang… lalu menatapku sambil tersenyum sinis.

“Silakan.”

Nada suaranya santai, dengan senyuman mengerikan menghiasi wajahnya.

"Saya serius, Pak!"

“Hah. Tidak akan ada yang akan percaya mahasiswa bodoh dengan nilai D yang tiba-tiba nyari perhatian, apalagi dengan kehebohan yang tadi kamu lakukan di kelas," ejeknya sinis, sehingga membuat tubuhku membeku.

Bibirku masih terasa sakit ketika aku kembali mencoba mundur dari pak Samuel, tapi dia kembali meraih lenganku, menarikku mendekat dengan paksa.

“Jangan drama, Sherry. Kamu dapat apa yang kamu mau. Sekarang tenang—”

"Tidak!" potongku, histeris. Berusaha sekuat tenaga lepas dari cengkeramannya.

"Kamu sebenarnya sangat menyukainya, aku tahu itu. Ti
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Tiga Kakak Tiriku yang Menggoda   148. Tolong Aku!

    Aku menepis tangannya dengan kasar, mundur begitu cepat hingga kursiku hampir jatuh. “Pak, kalau Anda berani mendekati saya lagi, saya akan melaporkan bapak!" teriakku dengan wajah memerah. Anehnya, pak Samuel tidak panik, juga tidak marah. Dosen muda itu hanya merapikan kemejanya dengan tenang… lalu menatapku sambil tersenyum sinis. “Silakan.”Nada suaranya santai, dengan senyuman mengerikan menghiasi wajahnya. "Saya serius, Pak!"“Hah. Tidak akan ada yang akan percaya mahasiswa bodoh dengan nilai D yang tiba-tiba nyari perhatian, apalagi dengan kehebohan yang tadi kamu lakukan di kelas," ejeknya sinis, sehingga membuat tubuhku membeku.Bibirku masih terasa sakit ketika aku kembali mencoba mundur dari pak Samuel, tapi dia kembali meraih lenganku, menarikku mendekat dengan paksa.“Jangan drama, Sherry. Kamu dapat apa yang kamu mau. Sekarang tenang—”"Tidak!" potongku, histeris. Berusaha sekuat tenaga lepas dari cengkeramannya. "Kamu sebenarnya sangat menyukainya, aku tahu itu. Ti

  • Tiga Kakak Tiriku yang Menggoda   147. Ciuman Paksa!

    "Permisi, Pak. Ini Sherry."Begitu kelas selesai, aku tak bisa menghindar untuk tak mendatangi ruangan pak Samuel, sehingga aku mengetuk pintu dengan tangan yang sedikit gemetar. “Masuk!” Suara Pak Samuel terdengar jelas dari dalam, sehingga aku punmenarik napas dan melangkah masuk, menutup pintu pelan di belakangku. Pak Samuel, dia tengah duduk di kursinya, menatapku tanpa berkedip, seolah sudah tahu aku akan datang.“Pak, saya ingin menjelaskan tentang bekas ini.” Aku menunjuk pelan ke bawah leherku dan mulai berbicara, tak ingin lagi mendapatkan bisik-bisik aneh dari teman sekelas seperti saat mata kuliah pak Samuel tadi. “Jadi sebenarnya tadi malam, saat saya tidur… saya digigit serangga dan—”“Apakah kamu berniat memprovokasiku untuk lebih gencar mendapatkanmu, Sherry?” potong pak Samuel, sehingga mataku terbelalak lebar karena terkejut. “Ap-apa maksud bapak?”Dia tersenyum miring, sinis, lalu menjawab dengan nada mencemooh. “Kamu pasti dengan sengaja—saat jam saya—menunj

  • Tiga Kakak Tiriku yang Menggoda   146. Dijebak Dosen

    Tanganku langsung gemetar dan menggenggam erat syal yang melingkari leherku Kalau aku buka… bekas Aaron akan kelihatan, tapi kalau tidak kubuka… aku sama saja menantang pak Samuel di depan semua orang. Akhirnya aku hanya bisa menunduk dengan jantung yang berdetak kencang. Apa yang harus kulakukan…? Pak Samuel menatapku sambil bersandar di meja, ekspresi menunggu penuh tekanan. “Sherry,” katanya lembut, bukan lembut pengertian, tapi penuh ancaman. “Kita semua sedang menunggu.” Kata-kata tajam pak Samuel membuat aku hanya bisa memejamkan mata dengan syal yang masih tergenggam eray. Aku benar-benar tidak tahu… apakah aku harus menuruti pak Samuel… atau mempertahankan syal yang melindungi bekas Aaron yang masih membakar di bawah daguku. Tanganku masih gemetar ketika kusentuh simpul syal di leherku. Suasana kelas begitu sunyi sampai aku bisa mendengar detak jantungku sendiri. Semua mata kini tertuju padaku, termasuk mata pak Samuel. “Sherry,” panggilnya lagi. Nadanya datar,

  • Tiga Kakak Tiriku yang Menggoda   145. Buka Syal-mu!

    “Astaga… kenapa Kak Aaron harus semangat sekali tadi malam?”Aku menghabiskan hampir sepuluh menit hanya untuk memikirkan foundation mana yang cukup tebal untuk menutup bekas yang Aaron tinggalkan. Tapi semakin aku mengusapnya, warnanya justru makin terlihat.Setelah berkali-kali mencoba, aku akhirnya menyerah dan memilih menutupinya dengan concealer yang agak kering. Hasilnya… lumayan. Masih kelihatan kalau dilihat dekat, tapi setidaknya tidak mencolok kalau tidak diperhatikan.Atau… itu yang kupikir.Karena begitu aku turun dan melihat Arsion menungguku di sofa, ekspresinya langsung berubah, dari datar menjadi… tajam. “Kok lama?” tanya Arsion dengan nada dingin dan mata menyipit, seakan menahan kesal. Aku mengangguk pelan, hendak menjawab, tapi dia tiba-tiba menatap leherku. Menatap lama. Begitu lama sampai aku ikut menelan ludah saking gugupnya.“Terlalu tebal,” katanya tiba-tiba.“A-apanya?”“Make up kamu. Ketebalannya gak rata. Kamu sedang menutupi sesuatu, kan?" tanyanya, penu

  • Tiga Kakak Tiriku yang Menggoda   144. Bekas Kissmark

    “Aku belum memberi tanda apa-apa dan kamu bilang jangan? Ini membuat aku jadi ingin meninggalkan lebih banyak tanda di tubuhmu, Sherry." Mendengar itu, aku menegakkan tubuhku secara refleks, tapi Aaron menahan pinggangku dan menarikku kembali ke arahnya."Kak, t-tidak. Jangan... ""Kenapa jangan?"Aaron bertanya dengan suara rendah, dan malah seperti dengan sangat sengaja, mencium tempat yang sama, bahkan lebih lama dan sedikit menekan seakan tengah mencetak bekas di sana, membuatku menahan napas dan menggigit bibir sendiri supaya tidak bersuara terlalu keras.“Ka–kak… jangan, nanti kelihatan di kampus…”“Justru harus kelihatan," balas Aaron cepat. Kembali menghisap pelan bawah daguku, sehingga aku pun mengerang pelan. “Biar semua orang tahu kamu tidak sendiri dan tak ada yang berani mendekatimu, Sherry."“K-kak Aaron!” bisikku, protes dalam panik.Ia menoleh santai, wajahnya tetap dekat sekali denganku. “Kamu mau aku berhenti?”Aku hendak menjawab iya. Harusnya begitu. Tapi tubuhk

  • Tiga Kakak Tiriku yang Menggoda   143. Kak, Jangan....

    "A-apa? 30 menit? Kenapa... kenapa secepat itu, Kak?"Aku bertanya dengan ekspresi kecewa dan tak rela, tapi Aaron, bukannya menjawab, tapi kembali menarik pinggangku, menempelkanku lebih rapat ke tubuhnya. Aku bisa merasakan kerasnya otot dadanya, juga napas panas yang turun tepat di bawah telingaku, membuat dadaku seperti terbakar oleh gairah. “Ka–kak… kenapa hanya 30 menit?" tanyaku lagi, saat Aaron masih tidak menjawab. "Sebenarnya ini belum jadwalku pulang, Sherry," jawab Aaron akhirnya, menempelkan keningnya di keningnya. "Aku impulsif mendatangi rumah ini di tengah perjalanan ke markas karena merasa hatimu tengah berpaling ke pria lain selama aku tak ada," ujar Aaron lagi, suaranya rendah dan berbahaya, tapi anehnya jantungku malah berdebar begitu cepat. Segera aku menggeleng dengan tuduhannya dan menjawab, “Kak Aaron… . Aku tidak—”Sebelum aku menyelesaikan kalimatku, bibir Aaron kembali menutup bibirku. Kali ini bukan agresif seperti sebelumnya. Justru perlahan, tapi t

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status