Share

Menaruh Curiga

Author: Bintang Senja
last update Huling Na-update: 2022-09-20 06:23:51

"Apa maksud Naima menulis semua ini." Arga masih memegangi buku tersebut, ia masih bingung dengan daftar yang tertulis di buku itu. Mungkinkah ada rahasia yang Naima sembunyikan selama ini, tapi apa, kenapa Arga tidak pernah tahu.

"Aku yakin, pasti ada yang Naima sembunyikan dariku. Lebih baik aku simpan buku ini, suatu saat pasti Naima akan mencarinya." Arga membuka lemari pakaian miliknya, lalu menyimpan buku tersebut.

Tiba-tiba saja ponsel Arga berdering, khawatir ada yang penting, lelaki berjas hitam itu langsung mengambil benda pipih miliknya. Ketika di cek, tertera nama Arin di layar ponselnya, Arga menghela napas lalu menggeser tombol berwarna hijau untuk menerima panggilan tersebut.

[Sayang kamu di mana, kok lama banget. Aku udah nungguin dari tadi]

[Iya, sayang. Maaf ya, ini mau berangkat kok]

[Ya udah buruan]

Sambungan telepon terputus, setelah itu Arga kembali mengantongi ponselnya. Gegas melangkah keluar dari kamarnya, Arga harus segera menjemput Arin, jika tidak calon istrinya itu pasti akan ngambek. Entah kenapa setelah membaca daftar yang tertulis di buku milik istrinya, membuat hati Arga menjadi khawatir.

Mobil melaju menyusuri jalanan ibu kota yang cukup padat akan kendaraan. Sesekali Arga melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktu semakin siang, padahal Arga membuat janji akan menjemput Arin tepat pukul tujuh. Tapi apa, sekarang sudah jam tujuh lewat, pantas saja Arin sampai menelponnya.

Setelah menempuh perjalanan sekitar dua puluh menit, Arga sampai ke tempat tujuan, yaitu rumah Arin. Melihat calon suaminya datang, Arin bergegas masuk ke dalam mobil, setelah itu Arga kembali melajunya. Kini mobil kembali membelah jalanan ibu kota untuk sampai ke butik, tempat mereka akan melakukan fitting baju pengantin.

"Maaf ya, karena kamu kelamaan nunggu," ucap Arga untuk memulai percakapan, walaupun sesungguhnya ia sedang malas bicara.

"Tidak apa, yang penting jangan diulangi lagi," sahut Arin, wanita itu kini tengah sibuk dengan kaca kecil di tangannya. Memastikan kecantikan wajahnya telah sempurna.

"Oya, kapan kamu sama Naima bercerai?" tanya Arin tiba-tiba. Arga sempat terkejut mendengar pertanyaan itu.

"Naima meminta waktu tiga puluh hari, setelah Alifah genap tujuh tahun. Kami akan bercerai," jawab Arga. Entah kenapa hatinya terasa sakit ketika mengatakan jika ia dan Naima akan bercerai. Hati kecilnya tidak rela jika harus berpisah dengan wanita yang hampir tujuh tahun itu menemaninya. Walaupun Arga akui, ia jarang sekali memperhatikan Naima dan juga Alifah.

"Tiga puluh hari, ada-ada aja. Tapi terserah lah, yang penting kalian bercerai. Karena aku ingin menjadi istrimu satu-satunya," kata Arin. Wanita itu kini sibuk dengan benda pipih miliknya, sedangkan Arga memilih fokus untuk menyetir.

"Naima, apa aku sanggup untuk berpisah dengannya," gumam Arga dalam hati. Dadanya terasa sesak ketika membayangkan harus berpisah dengan kedua bidadarinya.

***

Setelah hampir seharian Arga menemani Arin, kini lelaki itu baru saja pulang ke rumah. Badannya cukup lelah, bahkan pikirannya sejak pagi tidak bisa diajak kompromi. Tak heran jika Arin sering protes gara-gara Arga sering melamun. Bukan itu saja, beberapa kali Arga juga sering menyebut nama Naima ketika Arin memanggilnya.

"Kok tumben jam segini sudah sepi, padahal baru jam delapan, biasanya juga masih pada nonton TV." Arga melangkah menuju ruang tengah, suasana rumah cukup sepi. Padahal biasanya jam delapan istri dan anaknya masih menonton televisi. Tapi malam ini tidak.

"Apa mungkin mereka udah pada tidur." Arga melangkah menaiki anak tangga menuju ke kamarnya.

Setibanya di kamar, terlihat jika Naima tengah membongkar isi paper bag, sepertinya istrinya itu baru saja berbelanja. Arga melangkah mendekati sang istri, menyadari suaminya sudah pulang. Naima menoleh lalu menunjukkan baju yang sedang ia coba, ia ingin meminta pendapat sang suami.

"Mas kamu udah pulang, lihat gamis ini bagus nggak." Naima berputar di hadapan suaminya seraya memakai gamis yang baru saja ia beli.

"Bagus, warna dan modelnya sangat cocok di tubuhmu," ujar Arga. Jujur, Naima terlihat begitu cantik memakai gamis tersebut.

"Tumben kamu beli gamis," ujar Arga kemudian.

Naima tersenyum. "Aku ingin merubah penampilanku, dan satu lagi bukankan malam ini kita mau makan malam di rumah mama. Kamu lupa, mas? Setahuku Arin juga diundang."

"Astaghfirullah, iya mas sampai lupa. Padahal tadi Arin sudah mengingatkan." Arga menepuk jidatnya, ia benar-benar lupa.

"Ya sudah, sekarang mas mandi aja dulu. Bajunya aku yang siapin," ucap Naima.

Arga hanya mengangguk, lalu bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Ketika hendak membuka kemejanya, mata Arga tidak sengaja menemukan gumpalan rambut yang tersangkut di lubang pembuangan air. Karena penasaran Arga mengambil gumpalan rambut tersebut.

"Rambut milik siapa ini, mungkinkah rambut Naima. Kok bisa rontok sebanyak ini," ucap Arga seraya memperhatikan gumpalan rambut tersebut. Entah kenapa pikiran Arga menjadi kacau, Naima yang tiba-tiba ingin merubah penampilannya dengan menutup auratnya, lalu gumpalan rambut tersebut. Yang sebelumnya tidak pernah Arga temukan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Video di Hari Pernikahan

    Setelah pesanan tertata di atas meja, pelayan tersebut beranjak pergi, dan ini kesempatan Arin untuk kembali berbicara. Tetapi Arga justru mengusirnya, ia tidak ingin merusak mood makan siangnya. Bukan itu saja, Arga juga khawatir jika kehadiran Arin membuat Zaskia merasa tidak nyaman."Arin lebih baik sekarang kamu pergi dari sini, aku mau makan," usirnya. Mendengar itu, seketika Arin membulatkan matanya."Arga, kamu ngusir aku. Memangnya kamu tidak ingin tahu siapa dia yang sebenarnya. Aku yakin kalau kamu sudah mengetahuinya, jangankan untuk menikahinya. Mungkin untuk melihatnya saja kamu akan merasa jijik," ungkap Arin, tak lupa tangannya menunjuk ke arah di mana Zaskia duduk.Sedangkan wanita bercadar itu hanya diam dan menunduk, ia sama sekali tidak berani untuk menatap Arin. Tetapi berbeda dengan Arga, justru ia yang merasa kesal dan marah dengan ucapan mantan istrinya itu. Arga memang belum tahu asal usul Zaskia, tapi bukan berarti Arin seenaknya berkata seperti itu."Terserah

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Bertemu Mantan

    Tiga tahun telah berlalu, tiga tahun sudah Naima pergi selamanya meninggalkan suami serta putrinya. Meski sudah lama, tetapi bayang-bayang istrinya masih terus menguasai hati serta pikiran Arga. Sampai detik ini Arga belum bisa melupakan Naima, wanita yang sangat ia cintai.Beberapa wanita sering dikenalkan oleh ibunya, tetapi tak ada satupun yang dapat menarik hati Arga. Bagi Arga, tidak ada yang sesempurna Naima, sangat sulit untuk menerima wanita lain di dalam hatinya. Terkadang di sisi hatinya merasa kasihan dengan Alifah, putrinya masih sangat membutuhkan kasih sayang dari seorang ibu."Arga, bagaimana saran mama. Kasihan Alifah, mungkin kamu bisa hidup tanpa seorang istri. Tapi Alifah, diusianya yang sekarang, dia masih sangat membutuhkan seorang ibu. Mama sering merasa sedih setiap kali menjemput Alifah di sekolahnya. Hampir semua teman-temannya dijemput oleh ibunya." Rianty kembali membujuk putranya untuk menikah. Bukan apa, ia merasa kasihan dengan cucunya yang masih sangat m

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Permintaan Terakhir Naima

    Hampir seminggu Naima dirawat di rumah sakit, kondisinya yang sering drop membuat Frans dan dokter Ali melarangnya untuk pulang. Padahal Naima sendiri sudah merasa bosan, mungkin karena efek kanker yang sudah stadium akhir. Membuat kondisi tubuh Naima melemah, bukan itu saja, penglihatannya juga mulai terganggu.Prang, bunyi gelas yang terjatuh membuat Arga yang berada di kamar mandi buru-buru keluar. Terlihat gelas yang ada di meja samping brangkar sudah berada di lantai. Arga menghela napas lalu melangkah mendekati istrinya. Saat ini mereka hanya berdua, lantaran Haris tengah menemani Alifah di rumah."Sayang kamu baik-baik saja kan," ucap Arga dengan raut wajah panik."Aku enggak apa-apa kok, mas. Maaf, gelasnya jatuh." Naima menunduk, penglihatan yang mulai bermasalah membuatnya sering menjatuhkan sesuatu."Tidak apa-apa, udah kamu duduk saja, biar mas beresin ini dulu." Arga jongkok dan bergegas untuk membereskan pecahan gelas tersebut. Sementara Naima tetap duduk dengan perasaan

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Memutuskan untuk Kembali

    Rianty masih diam, namun wanita itu segera melangkah menghampiri putranya. Ia tidak menyangka jika kedatangan Haris akan bertepatan dengan kepulangan Arga. Rianty benar-benar bingung harus berbuat apa, tidak ada kesempatan lagi untuk berbohong, karena mungkin Arga telah mendengar semuanya."Arga kamu sudah pulang." Rianty melangkah mendekati putranya."Arga sudah tahu semuanya, ma. Arga tidak menyangka kalau selama ini banyak kebohongan yang mama sembunyikan," ujar Arga. Mendengar itu seketika Rianty menggeleng."Arga, mama bisa menjelaskannya. Ini tidak seperti yang kamu dengar, mama .... ""Pendengaran Arga masih normal, ma. Dari dulu mama memang pandai berbohong dan bersandiwara." Arga memotong ucapan ibunya, rasanya memang sulit untuk menerima semua kenyataan itu. Arga benar-benar tidak menyangka jika masa lalu ibunya begitu buruk."Haris, ini semua gara-gara kamu, untuk apa kamu datang ke sini hah." Rianty membentak Haris, ia benar-benar kesal dengan ulah laki-laki satu ini."Aya

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Datang Kembali

    "Kenapa aku harus melihat ini, rasanya sakit sekali, bahkan lebih sakit dari penghianatan yang Arin lakukan," gunamnya. Rasanya mata Arga tidak mampu lagi untuk melihat mereka, telinganya pun tak sanggup untuk mendengar apa yang akan Naima katakan.Arga memutuskan untuk pergi dari tempat tersebut, namun entah kenapa kakinya sangat berat untuk melangkah, seakan ada yang menahannya. Dengan terpaksa Arga akan menunggu beberapa saat, ia juga merasa penasaran dengan jawaban yang akan Naima berikan. Berharap Arga bisa menerima apapun keputusan mantan istrinya.Sementara itu, Naima masih diam, jujur ia juga merasa bingung. Di lain sisi, ia ingin hidup tenang tanpa seorang suami. Tapi Naima juga sadar, jika putrinya masih sangat membutuhkan sosok seorang ayah. Tapi entah kenapa hati kecilnya seperti tidak yakin jika Frans mampu menjadi ayah pengganti untuk Alifah."Naima, bagaimana?" tanya Frans, seketika Naima sadar dari lamunannya. Wanita berjilbab itu mendongak, menatap wajah lelaki yang d

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Lamaran

    Arin memegangi pipinya yang terasa panas akibat tamparan yang Naima daratkan. Ia pikir Naima adalah wanita lemah yang hanya bisa menangis, tapi ternyata dugaan Arin salah. Ingin rasanya Arin memberikan pelajaran kepada orang yang sudah berani berbuat kasar padanya. Namun deru mesin mobil membuat dua wanita itu menoleh."Itu kan mobilnya mas Arga, itu artinya mas Arga baru ke sini atau .... " Arin membatin. Matanya terus menatap mobil milik mantan suaminya yang kini berhenti di pelataran rumah.Setelah mobil berhenti, Arga beranjak turun dan melangkah menuju teras. Lelaki berkemeja putih itu terdiam ketika melihat Arin berada di rumah Naima. Untuk apa wanita itu mendatangi mantan istrinya itu, Arga terus melangkahkan kakinya hingga kini ia berdiri di hadapan Arin dan juga Naima."Assalamu'alaikum." Arga mengucap salam."Wa'alaikumsalam." Hanya Naima yang menjawab salam dari Arga, sedangkan Arin, wanita itu hanya diam."Arin, untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Arga. Ada rasa curiga k

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status