Share

Apakah Memang Dia?

Author: Celebes
last update Huling Na-update: 2023-01-18 17:29:36

Benar-benar aku tidak mengerti. Mana mungkin Mas Farus melakukannya. Ah ... itu tidak mungkin. Dia tidak mungkin melakukan hal itu kepadaku. Aku pasti melupakan lipstik ini. Tentu saja aku memiliki lebih dari satu. Saat itu Mas Farus membelikanku sebagai hadiah pernikahan. Aku selalu menghemat lipstik ini karena harganya sangat mahal. Mungkin dia membelikanku lagi dan lupa untuk memberikannya.

Sambil menarik napas panjang dan mengatur diriku sendiri, aku membuka lipstik itu walaupun memang aku benar-benar sedikit terkejut. Lipstik itu sudah dipakai oleh seseorang. Jika memang Mas Farus membelikanku yang baru, pasti tidak akan pernah terlihat tumpul seperti ini.

Satu hal yang membuatku lebih terkejut adalah, beberapa helai rambut berwarna pirang menempel di jaketnya. Hmm, sedangkan rambutku berwarna hitam. Ya, aku sama sekali tidak pernah memiliki warna rambut seperti ini. Lalu siapa yang memilikinya? Kenapa ada di jaket suamiku?

"Bu, ada tamu. Ada sahabat Ibu menunggu di bawah. Ibu Melisa," ucap Mbok Sri mengejutkan aku.

Untung saja Melisa datang. Dia harus membantuku untuk memecahkan semua teka-teki ini. Aku benar-benar membutuhkan bantuannya. Hanya dia yang bisa membuat aku bisa tenang dan mengerti, bagaimana caranya untuk membongkar semuanya.

"Mbok, katakan kepada Melisa, kalau aku menunggunya di kamar. Ada hal penting yang harus aku bicarakan kepadanya. Cepat Mbok," ucapku dengan tergesa-gesa.

Aku menarik lengan Mbok Sri. Kemudian menyeretnya untuk keluar dari kamar. Mbok Sri benar-benar terkejut melihat tingkahku. Dia mengerutkan kedua alisnya sangat dalam, sambil menatapku heran.

"Kenapa Ibu seperti ini? Aduh, kayak lihat hantu saja. Saya kan jadi takut, Bu," ucapnya sambil menepuk-nepuk dadanya, lalu menggelengkan kepala. Menatapku dengan kedua alis yang mengkerut sangat dalam.

"Sudah Mbok. Jangan banyak tanya. Sekarang cepat panggil Melisa ke sini. Aku benar-benar membutuhkannya," ucapku kembali sambil terus mendorong tubuhnya. Mbok Sri kemudian tergesa-gesa menuruni tangga dan memberitahukan Melisa.

Aku segera kembali masuk ke dalam kamar, menggenggam erat lipstik itu. Aku benar-benar tidak mengingat Mas Farus pernah membelinya lagi, atau ... bahkan meminta kepada Mas Farus. Lipstik ini baru saja diberikannya dua bulan lalu saat ulang tahun pernikahan kami. Lisptik ini selalu aku simpan dengan baik. Bahkan aku selalu membawanya ke mana pun. Barang ini adalah pemberian Mas Farus yang benar-benar sangat spesial. Apalagi dia memberikan kejutan yang sangat luar biasa. Saat itu dia membawaku di dalam hotel yang sudah disewanya. Sangat mahal dan indah. Kami benar-benar bahagia.

"Hei, kamu itu ngapain? Dari tadi melamun saja kayak orang gila. Hmm, masih memikirkan suamimu itu? Bukankah dia sudah kembali?" ucap Melisa tiba-tiba masuk ke dalam kamarku. Dia mendekatiku. Lalu menarik tanganku dan membuka genggamanku. Dia mengambil lipstik itu dan mengamatinya dengan sangat seksama.

"Jangan katakan kamu mencurigai suamimu, karena menemukan barang ini. Apa mungkin di saku jaketnya, atau di mana?" tanyanya sambil mengangkat lipstik itu dan mengarahkan tepat di kedua mataku.

Dengan perlahan aku menganggukkan kepala. Kemudian aku berjalan menuju kursi sofa dan duduk sambil menyandarkan kepalaku ke sandaran. Melisa pun menarik napas panjang, sebelum akhirnya dia berjalan dan duduk tepat di sebelahku.

"Masih saja mencurigai suamimu? Untuk apa seperti itu? Sudahlah, kau itu jangan berpikiran macam-macam," gumamnya kemudian meletakkan lipstik itu di atas meja. Hingga akhirnya aku menatap Melisa dan merasakan sesuatu.

"Kamu katanya kembali ke Singapura. Tapi, kenapa kamu ada di sini?" tanyaku sambil menatapnya dengan tajam. Kemudian aku mengamatinya. Entah kenapa aku merasakan sesuatu yang sangat aneh. Apalagi saat dia mengucapkan sesuatu. Sepertinya aku mengenal suara itu.

"Hei, kamu itu kenapa?" ucapnya sedikit dengan membentak, sambil menjentikkan jemarinya tepat di wajahku.

"Kamu pikir aku ini hantu. Ah, melihat sambil melotot seperti itu. Maya, hentikan! Aku tidak menyukainya. Jika kamu terus seperti itu, lebih baik aku pergi," ancamnya, kemudian segera beranjak dari duduknya. Aku segera menahan lengannya, lalu menarik. Melisa kembali duduk tepat di sebelahku. Kenapa aku harus berpikiran seperti itu? Hah, tidak mungkin. Melisa adalah sahabatku. Dia tidak mungkin melakukan suatu hal yang akan membuatku sangat terkejut. Atau mengkhianatiku. Lagi pula Melisa sangat lama tidak pernah bertemu dengan suamiku. Dia tidak ada hubungannya dengan masalah ini.

"Jujur saja Melisa. Aku menemukan sesuatu yang sangat mencurigakan. Hah, lipstik ini ... adalah lipstik kesayanganku. Hmm, pemberian Mas Farus saat kita merayakan ulang tahun pernikahan 2 bulan lalu. Aku hanya memilikinya satu. Harganya sangat mahal. Bahkan, merknya saja berasal dari Paris. Tapi aku melihat lipstik ini ada di saku jaketnya, dan sepertinya sudah dikenakan oleh seseorang. Apalagi aku menemukan sesuatu yang lebih mengejutkan," ucapku dengan suara yang lemah. Melisa kini menatapku dengan tatapan tajam. Kemudian dia memegang kedua pundakku sambil menggelengkan kepala.

"Kau pasti lupa. Mana mungkin lipstik pemberian suamimu yang sangat mahal itu kini ada dua? Apa kau tidak ingat, kemarin kau memakai jaket ini. Mungkin saja suamimu membelikan dua dan kau tidak sadar. Ayolah Maya. Berkali-kali aku mengatakan kepadamu. Kau tidak perlu mencurigai suamimu," ucapnya meyakinkanku.

"Aku, hanya tidak ingin ada kenyataan pahit. Tapi, kau benar." Perasaanku sedikit lega saat dia mengatakan itu. "Apa yang dikatakan Melisa memang benar. Bahkan aku sudah salah sasaran. Menuduh Mas Farus pergi dengan dokter muda itu. Tapi, ternyata tidak," batinku sambil melirik jam dinding. Kini aku sadar. Aku harus pergi ke pernikahan itu. Aku ingin tahu siapa dokter muda itu. Apakah dia memang benar-benar akan menikah? Entahlah, perasaanku sangat berkecamuk.

"Melisa, lihatlah ini," ucapku sambil menyodorkan undangan dokter muda itu. Melisa segera menerimanya, kemudian membacanya dengan sangat teliti.

"Aku harus pergi ke sana, dan kau harus menemaniku," lanjutku kemudian segera mengambil baju yang sedikit resmi di almari. Aku segera mengganti pakaianku, kemudian mengambil tas beludru berwarna hitam yang biasanya aku kenakan. Kemudian memakai sepatu hitam dengan high heels 5 cm. Sedikit menyanggul rambutku, memberikan polesan yang tidak tebal, membuat wajahku sedikit segar.

"Melisa, ayo ikut," ucapku lalu berjalan mendekati Melisa dan menarik lengannya, hingga dia berdiri.

"Ayo ikut aku. Kita harus datang ke pernikahan itu. Mana mungkin aku berangkat ke sana sendirian," lanjutku sambil berjalan cepat.

"Maya, kenapa kau cepat sekali!" teriak Melisa mengikutiku dari belakang.

Kali ini aku yang mengendarai mobil. Melisa hanya diam saja duduk di sebelahku. Aku mengendarai cukup kencang, hingga dalam sekejap aku sampai di sebuah gedung pernikahan. Banyak sekali tamu undangan di sana. Tanpa berbicara lagi aku keluar dari mobil. Melissa pun masih mengikutiku.

"Kau sudah membawa angpao? Jangan lupa," ucapnya sambil menyodorkan amplop putih. Aku segera menerimanya. Hah, aku benar-benar lupa. Untung saja dia membawanya. Dengan cepat aku mengambil beberapa lembar uang ratusan ribu dan memasukkan ke dalam amplop itu, kemudian segera memasukkan ke dalam kotak yang sudah disediakan.

Aku segera masuk ke dalam setelah mengambil souvenir. Hingga aku sangat terkejut saat menatap pelaminan.

"Apa?" Ya, dokter muda itu memiliki rambut pirang, persis dengan rambut yang aku temukan di jaket Mas Farus. Apakah mereka melakukannya sebelum pernikahan ini terjadi?

"Jangan katakan kau mencurigai wanita itu, karena aku melihat rambutnya memang sama dengan rambut yang kau temukan tadi, saat kau menunjukkan kepadaku," ucap Melisa yang tidak aku hiraukan.

"Apakah Mas Farus dan dia ...," batinku masih menatap pengantin itu. Aku hanya ingin mengetahui apa yang terjadi. Dengan cepat aku berjalan menuju ke atas panggung. Aku harus menanyakan secara langsung kepada wanita itu. Aku tidak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan ini, walaupun aku akan malu pada akhirnya nanti. Aku pun melangkah sampai aku mendengar derap langkah kaki di belakangku bersamaan dengan teriakan.

"Maya, jangan!"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Adrian Muno
cepet banget dikunci hiks
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Tiga Ranjang Suamiku   Akhir Bahagia

    Dengan sangat lantang Febri mengucapkan janji pernikahan itu di depan semua orang. Aku semakin meneteskan air mata ketika penghulu itu mengesahkan pernikahan kami. Sekarang aku sudah resmi menjadi istrinya. "Maya, kau sangat cantik sekali. Maksudku ... istriku," ucapnya dengan pelan sebelum dia mengecup keningku dan memasang cincin itu dijemari manisku.Semua orang bertepuk tangan melihat kebahagiaan kami. Mas Farus dan Maria menatap kami dengan berpelukan. Akhirnya kami memiliki pasangan masing-masing. Mungkin, perceraian itu bukan akhir yang buruk. Tapi, awal dari kehidupan kita untuk memperoleh pasangan yang bisa membahagiakan keluarga yang akan dibangun nantinya.Pesta terjadi dengan sangat meriah. Aku dan Febri selalu saja saling memandang dan berpelukan di depan semua orang tanpa canggung. Ibuku dan ibu mertuaku, serta kembar dan sahabatku Ema yang sekarang sudah bertunangan dengan pasangannya, tak pernah mengalahkan pandangannya sama sekali dariku. Begitu juga dengan orang tu

  • Tiga Ranjang Suamiku   Pernikahan

    Indonesia, Negara yang sangat indah. Kami berempat akhirnya menginjakkan kaki di negara ini. Menuruni pesawat dengan sangat gembira. Tidak ada rasa canggung, dan perasaan dendam.Yang lebih mengejutkan kami semua keluarga sudah menjemput di bandara dan mengetahui kami pasti akan pulang. Keluarga lengkap yang akhirnya dipenuhi tawa."Ibu, Ayah, aku mau menunjukkan sesuatu. Aku akan memperoleh penghargaan dari Pak Walikota. Karena aku sudah memenangkan pertandingan bergengsi dan akan mewakili Indonesia saat berlomba di Singapura nanti." Ema menyodorkan sebuah dokumen. Aku sangat terkejut saat membacanya. Itu adalah sertifikat penghargaan sebagai juara lomba olimpiade sains terbaik di Indonesia. Dan dia bersama Ana akan mewakili Indonesia untuk bertarung melawan negara Asia."Kalian memang benar-benar sangat luar biasa. Ibu dan Ayah sangat bangga kepada kalian. Dan ... ini adalah hadiah terbaik yang Ibu terima." Aku memeluk kembar dengan sangat erat. Febri mendekati mereka kemudian ikut

  • Tiga Ranjang Suamiku   Kembali Bersama

    Aku sangat gugup ketika mengetahui orang tua Melisa menghubungiku. Bahkan aku sangat bergemetar saat akan menerima panggilan itu. Febri menggenggam erat telapak tanganku dan menganggukkan kepala. Dia memberikan semangat agar aku bisa menerima panggilan itu tanpa ada rasa gugup. Perlahan aku menekan tombol hijau yang berarti aku akan berbicara dengannya."Halo, bagaimana kabar kalian? Apa ada hal penting yang harus aku ketahui?" tanyaku dengan pelan. Aku menekan tombol speaker agar Febri juga mendengar apa pun yang akan kami bicarakan.(Aku menghubungimu karena aku ingin membicarakan hal yang sangat penting. Maria, ya ... ini ada hubungannya dengan Maria.)Aku spontan menatap Febri dengan sangat cemas. Aku sebenarnya tidak ingin mengurusi masalah apa pun yang ada hubungannya dengan Maria."Tuan. Apa yang harus aku lakukan? Apakah terjadi sesuatu kepada Maria? Aku sebenarnya tidak mau mengurusi sesuatu yang berhubungan dengannya lagi. Aku tidak mau ada masalah yang membuat aku akan bert

  • Tiga Ranjang Suamiku   Cinta Sejati

    Dia terpaku saat mendengar ucapan ku barusan. Dia ... menekan dadanya. Kemudian berdiri dan berjalan mondar-mandir memutari kamar itu. Aku tidak mengerti apa yang sudah dia lakukan. Aku mengulurkan tangan ke arahnya dan dia segera mendekatiku kembali lalu mencengkeram tanganku itu dengan sangat kuat."Sakit ...," rintihku pelan dan membuat dia segera melepaskannya."Maafkan aku. Aku ... aku benar-benar tidak percaya mendengar ucapan kamu barusan. Aku ... sudah menunggumu selama 1 tahun ini." Dia berkata dengan sangat gugup seperti itu. Dia kembali berjalan mondar-mandir memutari kamar ini kemudian memegang kepalanya dan masih saja terlihat sangat panik."Kamu ini kenapa? Sangat lucu sekali. Apa aku melakukan kesalahan sampai kau seperti itu?" tanyaku dengan tatapan yang sangat serius. Sekali lagi dia mendekatiku dan menarik kursi lalu duduk tepat di sebelah ranjangku."Maafkan aku. Ah, aku tidak percaya. Masih saja tidak percaya mendengar ucapanmu barusan. Apakah kau mau mengulanginya

  • Tiga Ranjang Suamiku   Sangat Bahagia

    Aku merasakan melayang. Aku hanya melihat kabut putih di hadapanku. Namun, ada sosok yang tersenyum ke arahku dan melambaikan tangan. Aku segera mendekati sosok itu. Tidak Aku percaya dia adalah ayahku yang sudah meninggal karena sakit."Ayah ..."Aku memeluknya dengan sangat erat dan menangis. Aku selama ini selalu merindukan sosoknya. Tapi dia meninggalkanku sejak aku kecil. Aku bersama dengan ibuku saja."Kau ... sangat luar biasa. Ayah akan selalu berada di sebelahmu. Kau harus hidup dengan kebahagiaan. Ibumu sangat menyayangimu, dan Ayah juga seperti itu."Dia memandangku dengan sangat tampan. Mengenakan jas putih seperti seorang pengantin. Aku saja menangis dan terus memeluknya. Aku sangat merindukan dirinya."Ayah, aku ingin bersamamu. Aku tidak sanggup hidup sendiri. Ayah, jangan tinggalkan aku.""Kau masih memiliki banyak waktu di dunia. Bangunlah dan sadarlah. Ayah akan selalu berada di sebelahmu.""Ayah!"Aku semakin berteriak ketika dia tiba-tiba menghilang bersama dengan

  • Tiga Ranjang Suamiku   Ingin Bertemu

    Aku semakin tidak mengerti. Ada apa ini? Semua keluargaku berlari menghampiriku. Anehnya, Ema membawa satu koper dan itu adalah milikku."Ibu, untung saja kami menemukanmu. Ah, napasku sangat sesak sekali terus berlari menyusulmu. Untung tadi kami melihat mobilmu dan meminta seseorang untuk membawanya ke sini. Kenapa Ibu naik go-jek?" tanya Ema dengan napas sesak dan berusaha mengaturnya."Aduh Maya, kau ini larinya kaya vampir. Kencang banget. Aku bawa kopermu yang sangat berat ini. Aduh, tanganku rasanya mau patah." Ema memberikan koper itu kepadaku. Aku masih saja tidak mengerti dengan semua ini."Kenapa kalian? Dan ... untuk apa koper ini?" tanyaku sambil melotot ke semua orang yang malah tersenyum menatapku."Mas, ada apa ini? Kau tidak apa-apa? Kau sangat berkeringat." Aku masih kebingungan menatap semua orang yang masih saja tidak menjawab perkataanku. "Ayolah, ada apa ini?" lanjutku sambil bersedekap dan menatap mereka dengan sangat serius."Maya, kami semua ingin kau pergi me

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status