Aku dan Raisa mulai dengan pergi ke butik untuk membeli baju pengantin, kami pilih yang sederhana agar tidak terlalu mencolok mengingat acara ini dilaksanakan di ruang inap rumah sakit. Mas Ferdi sudah meminta pihak rumah sakit memindahkan Ayah Raisa ke ruang VIP dan bersedia menanggung seluruh biaya berobat ayah Raisa. Setelah membeli gaun, kami ke mini market untuk membeli beberapa alat make-up seadaanya untuk merias Raisa, sekedar agar terlihat lebih cerah, mengingat ia terlalu banyak menangis. Itupun karena Raisa menolak aku ajak ke salon. Setelah menyelesaikan semua persiapan kami melaksanakan sholat magrib berjamaah di ruang rawat, kemudian Raisa mulai merias diri, memantaskan penampilan sembari memandang bayangan dirinya di depan cermin.
"Cantik, Cha." Ucapku jujur."MasyaAllah, makasih banyak Zia. Kamu benar-benar dikirim Allah untuk jadi ibu periku hari ini." Raisa memelukku terharu."Yuk sholat lagi, tuh udah adzan isya'. Kamu belum kentut kan? Udah dandan begiSesampainya dikamar hotel, aku merasa k.o rasanya badanku pegal-pegal. Kepalaku mendadak pusing dan seluruh sendi-sendiku nyeri. "Kak Ahmad, kayaknya aku masuk angin deh. Meriang aku." Ucapku agak menggigil dibalik selimut."Coba aku lihat sayang." Balas kak Ahmad sembari meletakkan punggung tangannya di keningku."Ya Allah, kamu demam, Zi." Sambungnya."Mungkin kecapean atau mau flu kalik kak, aku bawa Paracetamol kok, Kak." Ucapku dengan tenaga tersisa."Oke aku ambilkan, tapi kalo besok belum enakan kita ke dokter ya?" Negosiasi kami berakhir dengan anggukanku.Segera kutelan obatku dengan segelas air putih. Aku mencoba tidur dengan memejamkan mataku. Kak Ahmad membelai rambutku hingga tak sadar kapan aku terlelap.Aku bangun dengan perut yang terasa diaduk-aduk. Segera aku berlari ke kamar mandi dan berusaha memuntahkan sesuatu, namun yang keluar hanya cairan bening yang pahitnya bukan main. Aku menghabiskan waktu cukup lama terus menerus muntah
Ahmad pov"Oke, karena besok hari terakhir kita di bali. Dan kondisi kamu begini, jadi belanja-belanja dan honeymoonnya kita tunda kapan-kapan ya sayang." Ucapku pada Zia.Aku benar-benar dibuat terpingkal-pingkal, hingga rahangku sakit. Zia memang sangat menggemaskan, lucu, dan periang. Aku sangat mencintai istriku ini. Aku pun sangat bersyukur atas kehadiran Zia dihidupku. Ditambah lagi, kini ia juga mengandung anak kami. Entah bagaimana caranya sekarang agar aku bisa membahagiakan Zia. Ingin rasanya memberikan apapun yang ia pinta namun tentu kemampuan manusia hanya terbatas. "Tapi kamu boleh mampir ke satu tempat saja untuk belanja." Ucapku menghibur Zia yang memanyunkan bibirnya."Ih, pelit ih.. nggak suka deh. Kalau buat aku pelitnya luar biasa." Renggeknya masih tak puas."Sayang, kamu kan lagi begini kondisinya. Entar kan bisa belanja online aja." Aku memberikan solusi."Iiihh kak Ahmad. Kan aku maunya belanja di bali. Kalo belanja online aja, ngapain aku jauh-jauh sampai kesi
"Selamat ya Zi, ya udah gini aja. Ini si bumil jangan dikasih kerja berat. Udah sekarang kerjanya nemenin Shofiyyah aja. Tapi nggak boleh ngapa-ngapain ya. Nggak boleh capek." Ujar bu Maryam si kepala bidan setelah tahu kabar kehamilan Zia."Aduh saya jadi nggak enak bu. Saya kan sedang magang disini." Ucap Zia tak enakan."Kita semua ini bidan, kerjanya merawat ibu hamil. Dan kamu jadi salah satu bumil kita. Oke!" Bu Maryam masih memaksakan kehendaknya sambil tersenyum ramah."Iya, Zi dulu pas aku hamil juga sama. Bu Maryam tuh perhatian banget apa-apa pekerjaan aku nggak boleh kerjain. Sampai-sampai aku nih ngerasa, jadi pasien tapi di bayar. hehehehehehe." Ucap bidan Restu meyakinkan Zia diiringi tawa semua orang disana."Terima kasih ya semuanya, bu Maryam, terimakasih. Maaf saya merepotkan." Ujar Zia yang benar-benar merasa sungkan dan tidak enakan.Mereka kembali ke pos tugas masing-masing. Tanpa lelah menangani setiap pasien yang datang. Seperti biasanya saat adzan Dzuhur berku
"Wah bener juga ya ribet banget. Ini definisi dikasih rezeki plus cobaan dalam waktu yang bersamaan." Ferdi mencoba bercanda agar Ahmad lebih tenang."Iya, paket komplit, ketawa sambil puyeng." Balas Ahmad diiringi kekehan keduanya."Lagi ngobrolin apa Kak?" Tanya Zia pada Ahmad."Eh, enggak. Kamu udah mau pulang?" Ahmad balik bertanya. Berusaha lari dari pembicaraan barusan."Iya nih, capek. Yuk pulang." Jawab Zia."Ya udah ayo." Ajak Ahmad pada Zia. "Oh ya btw, gue duluan ya bro." Imbuh Ahmad kali ini pada Ferdi.Setelah berpamitan pada semua orang Zia dan Ahmad bergegas masuk ke dalam mobil dan kembali ke kosan Zia. "Oh, ya Zi. Boleh nggak aku balik ke kota, hampir tiga minggu aku ninggalin Cassandra." Tanya Ahmad yang baru saja ditekan oleh puluhan pesan Cassandra, juga beberapa panggilan tak terjawab yang memang sengaja ia abaikan.Zia terdiam dan hanya duduk tertunduk. Sejenak ia pikirkan apa langkah yang harus ia ambil kedepannya."Zi?" Sapa Ahmad lagi."Nanti saja kak kita ba
Pagi menjelang sinarnya menembus jendela kamar Cassandra. Hangat cahaya matahari mulai terasa menggantikan dinginnya subuh. Cassandra segera melanjutkan ibadahnya berdiri menghadap kiblat untuk shalat di waktu syuruq. Ahmad yang baru kembali dari masjid kemudian mendekat pada Cassandra dan memeluknya. Pagi yang terasa hangat dan nyaman bagi Cassandra setelah berhari-hari dingin dan sepi selalu berkawan dengannya."Mari kita sarapan." Ajak Ahmad."Aku belum masak Sayang, maaf." Ucap Cassandra pilu."Jangan sedih lagi, tak perlu merasa bersalah seperti ini." Ucap Ahmad sambil mengecup pucuk kepala Cassandra."Aku sudah membeli bubur ayam tadi didepan masjid." Sambung Ahmad kemudian."Baiklah ayo." Ucap Cassandra dengan senyum tipisnya.Ahmad membimbing Cassandra duduk di meja makan dan ia mulai menyiapkan bubur ayam yang ia bawa itu. Diletakkannya dalam mangkuk kemudian di hidangkan didepan Cassandra."Terima kasih, Sayang." Ucap Cassandra kemudian mulai melahap bubur ayam dihadapanny
Pov ZiaAku pulang dari klinik lebih awal, yang biasanya adzan magrib aku baru sampai kosan, kini selepas Ashar aku sudah pulang. Bukan tanpa alasan, ini karena kebijakan klinik yang memperbolehkan karyawan yang hamil muda untuk mengambil jam pulang lebih awal. Bu Maryam memang pengertian, sangat lumrah jika tak ada jarak antara para bidan yang bekerja di klinik dengan dirinya. Suasana kerja pun sangat kekeluargaan dan nyaris tak terasa tekanan karena budaya tolong menolong yang tinggi.Sepulang dari klinik, aku berencana pergi untuk makan di luar karena berdiam di kamar membuat rinduku pada kak Ahmad bertambah besar. Aku rasa sebaiknya aku menghindar dari kak Ahmad agar bisa berpikir jernih dan tak terlalu bergantung padanya. Aku harus terbiasa mandiri karena itu akan sangat berguna suatu saat nanti. Aku sangat menyadari bahwa posisiku adalah yang kedua dipernikahan ini. Artinya kak Ahmad tidak akan selalu ada disisiku. Maka dengan berat hati dan tertatih-tatih aku akan membiasakan d
Setelah hatiku terasa lebih tenang, aku merapikan barang-barangku. Kukemasi dalam tas yang kubawa, kemudian berjalan kearah kasir untuk membayar. Aku berjalan keluar restoran dan segera memesan becak yang memang mangkal tak jauh dari tempatku makan tadi. Hari sudah semakin menggelap dan aku belum melaksanakan shalat magrib. Sesampainya di kosan aku segera melaksanakan shalat magrib diiringi bacaan Alquran hingga menuju isya'. Tak lama setelah shalat isya' aku pun terlelap masih dengan mukenah yang menempel di badanku.***Author pov"Tidak bisa begini Ahmad, bagaimana pun aku yang pertama mengandung anakmu. Jadi kamu harus tetap menceraikan Zia. Bukankah menceraikan wanita lebih baik saat ia hamil agar nasab si jabang bayi terjaga? Ia akan tetap menjadi anakmu dan Ahlimu. Kamu tidak akan kehilangan anak itu." Cassandra masih tak paham bahwa yang Ahmad inginkan adalah kedamaian dalam pernikahan, bukan sekedar hadirnya anak."Cassandra, bisakah kita saling memberi pengertian dan menjal
Sesampainya di rumah, Cassandra telah keluar dari kamarnya. Ia tengah menata makan siang dari catering ke atas piring agar siap disantap berdua dengan Ahmad, suaminya."Sayang, kamu sudah keluar?" Tanya Ahmad girang melihat wajah Cassandra tak lagi ditekuk."Kamu sudah sampai?" Tanya Cassandra balik, kemudian menarik kursi dan duduk."Iya, makanan udah datang ya? Aku bawakan kamu alpukat kocok." Ucap Ahmad menyerah alpukat kocok kepada Cassandra."Emh.. enak Sayang." Ucap Cassandra setelah menyedot alpukat kocok nya."Iya, dari kedainya Ferdi." Ujar Ahmad sambil tersenyum, ia bahagia melihat Cassandra sudah bisa tersenyum."Hah, serius? Kamu abis dari mana sih?" Cassandra sedikit terkejut."Dari mall deket sini aja. Mampir ke kedai alpukat kocok Ferdi, sama beli ini nih." Ahmad menyerahkan sebuah kotak bludru berwarna merah ke hadapan Cassandra.Tanpa basa-basi Cassandra langsung membuka kotak itu, dan terpampang jam tangan cantik didalamnya."Itu smart watch, aku sengaja beli buat kam